Ideas

Kematian karena Swafoto

Columnist

Kita tidak akan pernah melihat kemuliaan Tuhan jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri.

Christianity Today September 12, 2024
Illustration by Mallory Rentsch / Source Images: Getty / WikiMedia Common

Mitologi Yunani memang bukan merupakan panduan bagi kehidupan kristiani, tetapi saya menghargai tafsiran cerdas yang terkandung di dalam kisah-kisah kuno tersebut. Baru-baru ini saya teringat Narcissus, seorang pemuda yang mengabaikan segala cinta dan kebutuhan jasmaninya agar ia bisa menatap pantulan dirinya sendiri tanpa henti. Dalam versi yang paling umum dari cerita ini, Narcissus akhirnya meninggal ketika duduk di tepi kolam, saat ia menyadari pantulan bayangan dirinya sendiri—sungguh akhir cerita yang tragis dan ironis dari cintanya yang egois.

Komedi lama yang kelam ini masih berlaku, terutama untuk ego dan kesombongan kita di masa kini. Jika kita ingin menumbuhkan sikap kerendahan hati pada masa sekarang ini, kita akan berhadapan dengan lebih dari sekadar kolam dan cermin.

Kita adalah penyandang gambar Allah. Namun, berkat kehadiran ponsel dan media sosial, banyak dari kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk menatap pantulan diri kita sendiri, melebihi dari yang dilakukan Narcissus. Bahkan lebih banyak daripada yang dilakukan orang-orang pada masa-masa sebelumnya. Mayoritas orang dewasa Amerika sekarang memiliki ponsel pintar. Dengan miliaran perangkat seluler yang beredar di seluruh dunia, situasi yang sama juga terjadi di banyak negara lainnya. Kita adalah masyarakat yang gemar berswafoto (selfie), yang terdorong untuk sering melihat dan mengunggah foto tentang diri kita sendiri, dengan harapan bisa menarik lebih banyak like dan mendongkrak “merek” kita.

Kita melupakan bahaya yang mengancam Narcissus. Namun kita juga melupakan anugerah yang disampaikan melalui kisahnya: Setelah Narcissus meninggal, ia berubah menjadi bunga.

Akhir musim panas lalu, saya mengadakan konser di sebuah perkebunan bunga di daerah pedesaan di negara bagian Washington. Saat itu adalah masa di mana bunga dahlia bermekaran. Deretan bunga dahlia yang mengagumkan bergoyang layaknya kembang api yang meletup-letup dari batang hijaunya yang kokoh. Diiringi gitar, piano, dan drum, di bawah tenda kanopi putih, kami bernyanyi saat matahari terbenam. Komunitas dan para musisi bergabung untuk bernyanyi bersama, mengalunkan lirik lagu di antara bunga-bunga itu. Kami berbagi kesadaran yang nyata terasa akan keramahtamahan Tuhan. Rasanya itu seperti gereja di lapangan.

Setelah konser, seorang gadis kecil memberikan segenggam bunga-bunga segar yang mekar kepada saya: bunga ungu yang bulat, bunga merah muda yang tampak seperti anyelir yang berantakan, bunga dahlia anemon dengan lapisan lavender di atas lapisan warna putih. Saya terpesona oleh bunga-bunga tersebut dan oleh kebaikan hati gadis kecil itu. Kami berbicara sebentar tentang bagaimana masing-masing bunga itu bervariasi dan memiliki semangat hidup seperti kita, yang mencerminkan nilai seni dari Tuhan.

Yesus berkata kepada para sahabat-Nya, “Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu” (Luk. 12:27).

Bunga-bunga tidak memikirkan diri mereka sendiri; mereka ada begitu saja. Penyanyi Tom Petty menempatkan bunga-bunga sebagai simbol kehidupan yang bebas tanpa beban ketika ia bernyanyi, “You belong among the wildflowers” (Kau berada di antara bunga-bunga liar). Bunga-bunga yang indah ini bermekaran dan menari-nari tertiup angin serta membawa kesukaan bagi Tuhan, bagi kita, dan bagi lebah-lebah. Lukas mengatakan, jika rumput di ladang saja didandani Allah begitu rupa, betapa lebih lagi yang dapat Allah lakukan bagi kita!

Dalam mitos tersebut, Narcissus mengalami akhir yang menyedihkan. Namun mungkin itu juga merupakan suatu rahmat.

Anugerah bagaikan sebuah jendela bidik, yang membantu kita untuk mengetahui ke mana kita harus melihat—bukan pada bayangan kita, melainkan pada kemuliaan Tuhan yang tampak, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Langit menceritakan tentang kemuliaan itu bahkan pada saat ini (Maz. 19), dan dengan melihatnya, dapat membantu kita menemukan tempat kita sebagai bagian yang berharga dari ciptaan Tuhan yang indah.

Bunga yang segar dapat layu, tetapi keindahannya tidak akan berkurang. Saat saya memejamkan mata, saya masih dapat melihat bunga-bunga dahlia itu dalam pikiran saya, dan ingatan akan bunga-bunga itu membuat saya bertanya-tanya: Bunga apa yang telah Tuhan tetapkan untuk saya nikmati saat ini? Lagu apa yang harus saya nyanyikan di musim ini? Lalu siapakah Sumber surgawi yang dilagukan oleh penulis himne Anne Steele?

Engkau Sumber kesukaan sejati yang indah, yang tak terlihat, yang aku puja! Nyatakanlah keindahan-Mu bagi penglihatanku, agar aku semakin mengasihi-Mu.

Jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri dan menghabiskan hidup kita dengan terpikat oleh cahaya diri kita sendiri yang redup, itu sama saja dengan mati. Ingat, kematian selalu merupakan tragedi. Akan tetapi, ketika kita memandang Tuhan berarti kita memandang pada kebangkitan dan kehidupan baru.

Kehidupan yang berasal dari kebangkitan akan berbunga karena kasih karunia. Kehidupan seperti itu membebaskan kita untuk tidak terlalu memikirkan diri kita sendiri.

Saat kita memandang Yesus untuk mengingat keberhargaan sejati dari diri kita sepenuhnya, maka kita terbebas dari refleksi diri yang sia-sia, dan sebaliknya kita mengetahui bahwa kita adalah milik dari satu-satunya Sumber kesukaan yang sejati itu. Kita bisa memberi diri kita, seperti untaian lagu di padang bunga dahlia. Kita dapat berlipat ganda dengan indah tanpa perlu memandang keindahan diri kita sendiri, karena kita diingat dan dilihat oleh Pribadi yang paling berharga.

Sandra McCracken adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu serta penulis di Nashville. Ia juga merupakan pembawa acara siniar The Slow Work yang diproduksi oleh CT.

Diterjemahkan oleh Fajar Supriono.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, TwitterInstagram, atau Whatsapp.

Our Latest

News

Generasi Z Protestan Ingin Dikenal karena Hobi dan Bakat Mereka

“Lebih mudah mengatakan kepada seseorang [bahwa] Anda pandai bernyanyi atau bermain sepak bola daripada memiliki iman atau terlibat aktif di gereja.”

Gereja yang Cemas

Mengapa gereja kesulitan menangani penyakit mental dengan baik dan bagaimana kita dapat membantu mereka yang sakit mental dengan lebih baik?

Imam Besar Saya Memahami Penderitaan Saya

Belas kasih Yesus terletak pada pemahaman-Nya yang menyeluruh terhadap luka kita, bukan hanya pada kemampuan-Nya untuk membereskan luka tersebut.

Tidak Apa-apa Jika Anda Mengalami Tahun Baru yang Tidak Menyenangkan

Kita tahu kekudusan tidak selalu membawa pada kebahagiaan. Namun bagaimana jika ketidakbahagiaan kita itu sendiri bisa menjadi sesuatu yang kudus?

12 Artikel Terpopuler dalam Bahasa Indonesia di Christianity Today Tahun 2024

Temukan topik-topik yang paling diminati oleh pembaca CT dalam Bahasa Indonesia sepanjang tahun ini.

Tuhan Setia dalam Kemenangan dan Keputusasaan

Saya memilih Kamala Harris dan berduka atas kekalahannya. Namun saya ingin menjaga politik tetap pada tempatnya, tunduk kepada Yesus.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube