Penafsir kebangunan rohani Injili yang paling terkenal, Jonathan Edwards, mengajarkan bahwa tidak seorang pun dapat menilai suatu kebangunan rohani berdasarkan pendapat orang lain. Edwards hidup sebelum kemajuan telekomunikasi, tetapi saya pikir ia akan mengatakan bahwa realitas spiritual dari sebuah kebangunan rohani tidak dapat dinilai dari jarak jauh, betapapun canggihnya transmisi itu. Gambaran dari sesuatu bukanlah sesuatu itu sendiri.
Jadi lima tahun setelah saya pergi ke Universitas Asbury untuk mengajar kuliah tentang kebangunan rohani Amerika, saya pun pergi untuk melihatnya sendiri.
Banyak orang percaya dapat mengingat momen luar biasa dalam kehidupan mereka selama berjemaah—mungkin selama khotbah yang tidak biasa, jenis khotbah yang hanya disampaikan satu kali oleh banyak pengkhotbah, atau saat mendapat berkat atau penderitaan luar biasa yang menimpa semua orang. Pada saat-saat seperti itu, seluruh jemaat dipersatukan dalam kejernihan pikiran dan fokus kepada Allah, dan jemaat menjadi “sehati” atau homothumadon, menggunakan istilah Yunani dari Kisah Para Rasul.
Yang luar biasanya, perasaan jemaat ini—yang diekspresikan dalam nyanyian dan penyembahan, diperkuat dengan pembacaan Alkitab dan kesaksian singkat—sekarang terjadi tidak hanya di Asbury tetapi juga di kapel perguruan tinggi di seluruh negeri. Para mahasiswa serta pengunjung datang dan pergi, tetapi bagi mereka yang baru berkumpul akan merasakan “kesatuan hati.”
Kata revival dalam bahasa Inggris menunjukkan suatu periode waktu di mana komunitas Kristen mengalami revitalisasi. Istilah ini didefinisikan sebagai “sebuah periode kebangkitan agama: minat yang diperbarui terkait agama,” dengan “pertemuan-pertemuan yang sering kali ditandai dengan kegembiraan emosional.”
Menyebut sebuah pertemuan sebagai kebangunan rohani menunjukkan bahwa telah terjadi suatu intensifikasi pengalaman. Orang banyak yang berkumpul bukanlah merupakan suatu kebangunan rohani. Yang membedakan kebangunan rohani adalah kedalaman perasaan dan ekspresi spiritualnya.
Kebangunan rohani adalah peristiwa yang bersifat korporat dan penuh pengalaman. Sering kali dalam peristiwa itu terjadi penularan rohani, yang menyebabkan pengalaman seseorang mengalir kepada orang lain. Istilah pembaharuan tidak didefinisikan sebaik kebangunan rohani, namun istilah ini menunjukkan kembalinya semangat atau vitalitas sekelompok orang Kristen yang telah menurun dalam pengabdian mereka.
Sejak pertengahan tahun 1700-an, laporan-laporan tentang kebangunan rohani Kristen dari berbagai daerah dan kelompok budaya telah menunjukkan tema yang sama. Para partisipan berbicara tentang perasaan mereka yang jelas akan hal-hal rohani, sukacita dan iman yang besar, kesedihan yang mendalam atas dosa, hasrat yang menggebu-gebu untuk menginjili orang lain, dan perasaan cinta yang semakin kuat kepada Tuhan dan sesama manusia.
Pada saat kebangunan rohani, orang-orang mungkin memadati gedung-gedung yang disediakan untuk kebaktian, memenuhinya hingga melebihi kapasitas. Kebaktian dapat berlangsung dari pagi hingga tengah malam. Berita tentang kebangunan rohani biasanya menyebar dengan cepat, dan terkadang laporannya—baik secara langsung, cetak, atau melalui media penyiaran—menyentuh kebangunan rohani yang baru di tempat lain.
Terkadang orang secara terbuka mengakui dosa mereka di depan umum. Tanda kebangunan rohani lainnya adalah kemurahan hati—adanya individu-individu yang bersedia menyumbangkan waktu, uang, atau sumber daya mereka untuk mendukung pekerjaan tersebut. Kebangunan rohani sering kali menjadi kontroversial, karena adanya para penentang dan pendukung yang saling mengkritik. Muncullah anti-revivalisme setelah bangkitnya kebangunan rohani.
Dalam kebangunan rohani juga mungkin terjadi manifestasi tubuh yang tidak biasa, seperti jatuh, berguling-guling di tanah, mengalami gerakan otot yang tidak disengaja, tertawa, berteriak, dan melakukan tarian rohani. Ciri-ciri lain mungkin berupa apa yang disebut sebagai tanda dan mukjizat, seperti penyembuhan orang sakit, pernyataan nubuatan, penglihatan atau mimpi yang mengungkapkan pengetahuan rahasia, pembebasan dari kuasa setan, dan berbicara dalam bahasa roh.
Berbagai kebangunan rohani di masa lalu memberi bentuk-bentuk komunitas yang baru serta ekspresi iman yang praktis dan aktif. Kebangunan rohani membentuk kembali struktur sosial dan gerejawi dengan memindahkan kekuasaan dari pusat ke bagian pinggiran. Orang-orang yang sebelumnya tidak diberi suara atau kesempatan untuk memimpin, kini telah menjadi pusat perhatian. Para wanita, orang kulit berwarna, kaum muda, dan mereka yang kurang berpendidikan, semuanya memainkan peranan penting dalam kebangunan rohani Kristen modern.
Kebangunan rohani memicu perdebatan—tentang kerohanian yang asli versus yang palsu, aktivitas dan dampak dari iblis, bahaya dari fanatisme agama, pelayanan kaum awam, peran perempuan dalam gereja, kebutuhan akan perkumpulan-perkumpulan baru di antara kaum beriman, dan seruan-seruan untuk reformasi dan keadilan sosial.
Selama abad terakhir, gereja global telah menjamur melalui kebangkitan agama atau, sebagaimana penulis Mark Shaw menyebutnya, “gerakan orang-orang karismatik.” Gerakan-gerakan seperti itu membangkitkan visi akan masa depan dan apa yang disebut Shaw sebagai “fatalisme optimis,” yaitu keyakinan bahwa tidak ada masalah—baik pribadi, keluarga, maupun politik—yang terlalu besar atau terlalu sulit untuk diselesaikan.
Pertanyaan umum yang diajukan oleh para pengamat—Apakah ini benar-benar sebuah kebangunan rohani?—mungkin bukanlah pertanyaan yang terbaik untuk diajukan, karena pertanyaan ini menyiratkan bahwa ada satu tolok ukur yang harus digunakan untuk mengukur setiap kegerakan rohani yang baru. (Beberapa orang di Asbury lebih memilih istilah pencurahan daripada kebangunan rohani, dengan demikian menghindari asosiasi yang membatasi istilah terakhir).
Karena Roh Kudus adalah Allah, maka Roh tidak terbatas—dan ini berarti ada banyak cara yang tidak terbatas di mana Roh dapat menemukan ekspresi manusia. Winkie Pratney membandingkan kebangunan rohani dengan romansa. Sama seperti seseorang yang pernah jatuh cinta sebelumnya mungkin menemukan bahwa jatuh cinta dengan orang baru adalah pengalaman yang baru, demikian juga romansa Roh Kudus tidak akan pernah persis sama pada dua kesempatan yang berbeda.
Kebangunan-kebangunan rohani yang muncul antara tahun 1900 dan 1909 di Wales, India, Amerika Serikat, Korea, Cile, dan di tempat lain saling berkaitan namun menunjukkan variasi lokal. Orang-orang di Wales menyanyikan himne, dan banyak yang bertobat. Orang-orang di Los Angeles berbicara dalam bahasa roh. Siswa-siswi sekolah di India secara terbuka bertobat dari dosa-dosa mereka, seperti halnya yang dilakukan oleh banyak orang dalam kebangunan rohani di Korea. Para penyembah di Cile mendapat penglihatan tentang surga.
Siapa yang bisa berkata mengapa satu manifestasi Roh berlaku di tempat ini tetapi tidak di tempat itu? Kitab Suci mengatakan: “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. … Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1Kor. 12:4, 7).
Daripada mempertanyakan “Apakah ini kebangunan rohani?” mungkin lebih baik menanyakan “Apakah ini Roh Kudus?” Pengakuan akan karya Roh Kudus yang beraneka ragam seharusnya menjauhkan kita dari penilaian sekejap secara rohani dan dari ketergantungan pada pengalaman kita sendiri sebagai ukuran untuk menilai pengalaman orang lain.
Pengertian rohani, seperti yang Yesus ajarkan, menuntut kita untuk membedakan yang asli dari yang palsu “dari buahnya” (Mat. 7:20). Dalam risalahnya Religious Affections, Edwards menjadikan “praktik kekudusan” sebagai tanda terpenting baginya dari spiritualitas sejati. Masalahnya adalah bahwa “praktik kekudusan” hanya menjadi nyata seiring berjalannya waktu, sementara jari-jari para pengguna Twitter akan menghakimi dalam hitungan detik. Kita harus terlibat dalam refleksi yang sabar dan penuh doa, serta menahan diri agar tidak mudah menghakimi orang lain jika kita ingin melihat dengan benar dan alkitabiah.
Empat pelajaran yang dapat diperoleh dari Asbury
Asbury adalah kebangunan rohani yang sulit untuk tidak disukai. Selama berada di sana, saya tidak melihat sesuatu yang ekstrem, aneh, atau penuh perselisihan. Orang-orang yang mengantre berjam-jam selalu sopan. Ddalam ruang kapel, saya tidak melihat adanya perilaku-perilaku yang menarik perhatian yang sering terjadi pada kebangunan rohani di masa lalu dan menimbulkan kontroversi.
Saat kami menyanyikan lagu-lagu pujian favorit seperti “Open the Eyes of My Heart,” “Revelation Song,” “10.000 Reasons (Bless the Lord),” dan “No Longer Slaves,” saya teringat kisah-kisah dari Kebangunan Rohani Welsh pada tahun 1904–1905_, yang menampilkan kebaktian berjam-jam yang diisi dengan nyanyian jemaat, tanpa pemimpin yang menonjol, dan tanpa banyak khotbah—tetapi ada 100.000 orang yang bertobat.
Seorang wanita dari Cile, yang berbicara melalui seorang penerjemah, mengatakan bahwa berita dari Asbury telah menggemparkan Amerika Latin. Para pemimpin menyuruh kami untuk berdiri dan mengulurkan tangan ke arah selatan untuk berdoa bagi kebangunan rohani di Amerika Latin. Saya teringat akan permintaan yang dikirimkan pada tahun 1905 dari orang-orang percaya di Los Angeles kepada Evan Roberts—pemimpin kebangunan rohani di Welsh—agar ia dan yang lainnya dapat berdoa untuk kebangunan rohani di California. Dia membalas surat itu, meyakinkan mereka tentang doa-doanya. Kalangan Pentakosta menganggap Kebangunan Rohani di Jalan Azusa tahun 1906, setidaknya sebagian, merupakan jawaban atas permohonan-permohonan tersebut yang dipersembahkan kepada Tuhan dari jarak lebih dari 5.000 mil jauhnya.
Para pemimpin Asbury mengakui bahwa mereka tidak tahu ke mana arah selanjutnya, tetapi DNA spiritual dari kebangunan rohani baru-baru ini menunjukkan beberapa kesimpulan awal:
1. Menolak kultus dan budaya selebritas kebangunan rohani
Seiring berkembangnya media selama abad terakhir ini, demikian pula para selebritas kebangunan rohani. Orang-orang seperti itu dianggap sangat diurapi dan dikaruniai Roh Kudus sehingga kata-kata atau kehadiran fisik mereka akan mengubah atmosfer rohani dan mengantarkan banyak orang ke dalam perjumpaan dengan Tuhan yang mengubahkan jiwa.
Namun, terlalu sering, para selebritas kebangunan rohani ini gagal memenuhi janji mereka. Yang lain menunjukkan janji di awal tetapi kemudian jatuh ke dalam kompromi seksual atau keuangan yang mengakhiri pelayanan mereka.
Akan tetapi bagaimana jika ada kebangkitan spiritual tanpa selebritas? Sang pangeran kegelapan (iblis) mungkin akan menjadi bingung. Bagaimana dia bisa merusak sebuah kebangunan rohani di mana para pemimpin menghindar agar tidak menjadi pusat perhatian dan melayani dengan rendah hati serta tanpa dikenali demi kebaikan bersama? Tanpa seorang pemimpin yang menonjol yang bisa dipakai untuk merusak kebangunan rohani tersebut melalui kesombongan, keserakahan, atau nafsu, bagaimana dia bisa membuat skandal di hadapan publik?
Dari atas panggung di Asbury, para pemimpin berbicara dengan mengatakan, “Tidak ada selebritas dalam hal ini. Satu-satunya selebritas adalah Yesus” dan mendesak gereja untuk “menyadari fakta bahwa generasi muda saat ini sangat lapar akan hal-hal supranatural dan menentang segala bentuk hiburan religius.”
2. Memikirkan kembali hubungan antara kehidupan rohani dan media digital
Deskripsi tentang Asbury mungkin terdengar biasa saja: Orang-orang berkumpul, bernyanyi, membaca Kitab Suci, menceritakan karya Allah dalam hidup mereka. Bukankah ini yang terjadi di banyak gereja setiap minggu? Kualitas pengalaman di Asbury yang sulit dipahami hanya akan masuk akal bagi seseorang yang telah hadir secara pribadi.
Elemen yang tak berwujud ini—je ne sais quoi dari kehadiran ilahi dan perasaan yang dirasakan secara berjemaah—tidak dapat ditransmisikan secara elektronik, sekalipun mereka yang memimpin gerakan ini ingin melakukannya.
Karena itu, Asbury merupakan sebuah gerakan tiba-tiba dan penting bagi spiritualitas yang diwujudkan dan menentang mediatisasi yang tak berwujud. Jangan berpikir bahwa YouTube, Facebook, atau TikTok akan memberi Anda pengalaman yang sama.
Pesan ini mungkin tidak cocok untuk semua orang. Ini bertentangan dengan anggapan luas bahwa segala sesuatu yang penting bagi manusia dapat ditransmisikan secara elektronik. Asbury berkata, Tidak demkian, dan jangan coba-coba.
3. Merekonsiliasi pendekatan kaum Calvinis dan Wesleyan-Arminian tentang kebangunan rohani
Sejak awal 1800-an dan seterusnya, kaum Calvinis melihat momok kesesatan Pelagian dalam fokus revivalistik pada kepribadian manusia dan teknik-teknik emosional. Bila diterapkan pada kebangunan rohani Kristen, sikap Pelagian adalah bahwa “jika kita harus mengalami kebangunan rohani, maka kita bisa.” Premis ini mengarah pada suatu fokus tentang teknik dan metode untuk mewujudkan kebangunan rohani.
Berbeda dengan kebangunan rohani yang “dikerjakan” oleh usaha, tenaga, dan manipulasi manusia, kaum Calvinis Cahaya Baru (New Light Calvinists) memahami kebangunan rohani sebagai sesuatu yang “diturunkan” oleh anugerah Allah yang tiba-tiba dan tak terduga. Menurut analogi umum, seorang petani mungkin membajak tanah tetapi harus menunggu hujan dari surga untuk menyirami tanaman tersebut.
Bagi kaum Calvinis, teknik-teknik yang dianggap dapat menjamin terjadinya kebangunan rohani bukan hanya keliru tetapi juga mirip dengan penghujatan, karena teknik-teknik itu menyatakan bahwa sesuatu yang supranatural—kehadiran Allah yang kudus—dapat dimanipulasi oleh manusia. Sebaliknya, kaum Metodis dan Arminian lainnya acap kali melihat argumentasi kaum Calvinis sebagai selubung untuk sikap berpuas diri atau fatalisme.
Namun kontras antara “kebangunan rohani” Calvinis dan “revivalisme” non-Calvinis terlalu dibesar-besarkan. Kaum Arminian, yang seharusnya “mengusahakan” kebangunan rohani mereka dengan usaha manusia, namun mereka melakukan banyak hal untuk mencari, berdoa, dan menantikan Tuhan. Kaum Calvinis, yang konon tidak melakukan apa pun selain mencari, berdoa, dan menantikan kebangunan rohani yang “diturunkan,” namun mereka bekerja keras untuk menyalakan kilatan-kilatan kecil dari anugerah yang hadir di antara mereka.
Tidak ada satu hal pun tentang Asbury yang sesuai dengan kritik yang biasa dilontarkan terhadap kebangunan rohani yang berpusat pada manusia. Meskipun terjadi di kampus Metodis, kebangunan rohani Asbury menunjukkan tanda-tanda spontanitas dan kesetiaan pada Alkitab yang menurut kaum Calvinis merupakan prasyarat untuk mengenali sebuah “gerakan Allah.” (Sebagai seorang Calvinis, saya berharap rekan-rekan saya sesama Calvinis tidak menentangnya. Paling tidak, saya berharap mereka menerima nasihat Edwards dengan datang mengunjungi kebangunan rohani sebelum menghakimi.)
4. Menjembatani kebangunan rohani tipe Pentakosta dan kritik anti-Pentakosta
Beberapa orang dari kaum Injili mendefinisikan kebangunan rohani sebagai “berkat yang luar biasa dari sarana anugerah yang biasa.” Itulah Asbury. “Sarana-sarana biasa,” seperti nyanyian jemaat, pembacaan Kitab Suci, dan doa, menuai “berkat yang luar biasa” selama masa anugerah ini. Tradisi kebangunan rohani Metodis dapat menjadi balsem untuk membantu menyembuhkan keretakan Pentakosta versus anti-Pentakosta yang sangat menghancurkan.
Gerakan Metodis berada di posisi penengah, ada di tengah-tengah antara kelompok karismatik independen yang paling ekstrem dan kelompok anti-revivalisme yang pantang menyerah yang berasal dari beberapa kelompok yang mengaku sebagai Protestan. John Wesley terbuka terhadap pengalaman-pengalaman rohani yang tidak biasa, namun tidak toleran terhadap spiritualitas yang mengganggu, doktrin-doktrin yang aneh, dan penginjil-penginjil yang bandel yang menolak koreksi secara persaudaraan.
Sikap kaum Wesleyan yang terbuka dan hati-hati ini memungkinkan kebangunan rohani Asbury untuk menjembatani jurang pemisah di antara orang-orang Kristen dalam hal kebangunan rohani. Asbury dapat mendorong kaum Pentakosta dan anti-Pentakosta untuk bertemu di tengah-tengah kaum Metodis serta membuka hati dan pikiran mereka satu sama lain.
Sebagai seorang karismatik, saya melihat sebuah pelajaran khusus bagi rekan-rekan saya yang Pentakosta dan karismatik. Beberapa bagian dari gerakan kepenuhan Roh masa kini telah menyimpang dari ajaran-ajaran yang mendasar seperti Alkitab, keselamatan orang yang terhilang, pertobatan, ketaatan, dan salib Kristus, demi mengutamakan tentang penglihatan ruang takhta, perjumpaan dengan malaikat, dan spekulasi akhir zaman. Hal ini perlu dikoreksi, dan Asbury menyarankan bagaimana melakukan ini, tanpa harus menjadi anti-Pentakosta.
Saat ini bukan hanya kaum anti-Pentakosta yang membatasi Roh Kudus. Ketika kaum karismatik memperlakukan pengalaman-pengalaman spektakuler, atau daftar karunia-karunia roh dalam 1 Korintus 12, sebagai satu-satunya fenomena supranatural, maka ini akan menghilangkan banyak hal. Alkitab mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang menginsafkan, mengubahkan, Penghibur, yang menguduskan, dan Roh Kebenaran, sebagaimana Dia juga adalah Penyembuh dan Pemberi karunia.
Asbury adalah pengingat bahwa keselamatan itu supranatural. Firman Tuhan adalah supranatural. Keyakinan akan dosa juga supranatural. Belas kasihan kepada mereka yang menderita dan terhilang juga merupakan supranatural. Kita membutuhkan gambaran yang luas dan spektrum yang penuh tentang karya Roh Kudus.
Paradigma baru untuk masa depan
Seorang penulis yang menarik terkait kebangunan rohani adalah ilmuwan sosial Anthony Wallace. Berdasarkan presentasi Mark Shaw tentang teori Wallace, “gerakan revitalisasi” hadir dalam tiga fase—yaitu tahap masalah, paradigma, dan kekuasaan.
Pada tahap masalah, orang-orang merasa peta realitas mereka tidak lagi berfungsi. Jalan-jalan lama telah membawa mereka pada jalan buntu. Pada tahap paradigma, muncullah seorang pemimpin atau sekelompok pemimpin yang tidak reaksioner (berpegang teguh pada masa lalu) maupun radikal (menolak masa lalu). Pada tahap kekuasaan, paradigma baru tersebut menjadi sebuah gerakan massa.
Jika kita menerapkan wawasan ini pada situasi saat ini dalam gereja global, maka seseorang bisa berpendapat sebagai berikut:
Gereja membutuhkan pembaruan dan reformasi, namun kita terjebak dalam tahap masalah. Jalan-jalan lama telah menuju ke jalan buntu, termasuk perpecahan yang tampaknya tak dapat terselesaikan—Calvinis versus Arminian, Pentakosta versus anti-Pentakosta—yang menyita waktu, perhatian, dan tenaga kita, membuat kita jauh dari fokus kepada Tuhan dan panggilan untuk melakukan penginjilan dan pemuridan. Salah satu tanda bahwa kita berada dalam tahap masalah adalah bahwa perdebatan tentang kebangunan rohani telah menjadi basi dan mudah diprediksi.
Kebangunan rohani di Asbury mungkin mewakili tahap paradigma. Sebuah paradigma baru, seperti yang dijelaskan Wallace, tidak akan sepenuhnya baru tetapi merupakan pengerjaan ulang dari pola-pola sebelumnya. Sejalan dengan teori ini, pendekatan Asbury bukanlah reaksioner maupun radikal.
Tahap paradigma melibatkan para pemimpin untuk menggali kembali Perjanjian Baru serta akar dari gagasan dan praktik mereka sendiri. Seperti sebuah pohon, paradigma yang baru muncul ini perlu menancapkan akarnya dengan mendalam sebelum pohon itu dapat mulai menumbuhkan cabang-cabangnya.
Tantangan terhadap sebuah gerakan baru akan datang terutama pada pergeseran dari tahap paradigma ke tahap kekuasaan, ketika sebuah gerakan mulai menantang status quo. Oposisi di tahap kekuasaan akan datang, baik dari kaum konservatif maupun radikal.
Jika paradigma baru untuk revitalisasi rohani ini dapat tetap berpusat pada Tuhan—dan tidak dikuasai oleh kaum konservatif maupun radikal—maka ada harapan bahwa paradigma baru ini akan menjadi paradigma yang dominan, dan kemudian revitalisasi serta reformasi yang meluas dan sistemik dalam gereja akan dapat terjadi.
Nasihat kebangunan rohani
Sambil kita menunggu untuk melihat paradigma baru apa yang akan muncul, izinkan saya menutup dengan beberapa nasihat kebangunan rohani, dari seseorang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membaca dan menulis tentang kebangunan rohani Kristen dan yang telah berkesempatan untuk mengamati apa yang terjadi di Asbury.
Jika Anda adalah seorang beriman dan mendengar laporan tentang pengalaman baru akan kasih Allah di antara umat-Nya, serta adanya keinginan yang mendalam di antara mereka untuk berdoa dan beribadah, maka bersukacitalah. Reaksi standar kita—sebelum yang lainnya—seharusnya adalah sukacita.
Berhati-hatilah terhadap orang-orang yang menampilkan dirinya sebagai ahli Roh Kudus (bahkan orang seperti saya, yang menulis artikel seperti ini). Tidak ada seorang pun yang mengetahui segalanya tentang Roh Kudus. Setiap kita adalah pembelajar.
Izinkan Tuhan untuk membimbing Anda dan memberi Anda pengertian, dengan mengandalkan Alkitab dan dalam percakapan dengan rohaniwan serta rekan-rekan rohani lainnya. Tuhan ingin agar Anda “dapat memilih apa yang baik” (Flp. 1:10). Ia tidak akan mengecewakan Anda. Ketahuilah bahwa peristiwa-peristiwa rohani, tidak seperti peristiwa jasmani. Peristiwa rohani tidak dapat diakses oleh panca indera. Hal-hal rohani haruslah dimengerti secara rohani—yang berarti dilihat melalui dampaknya secara bertahap yang akan terungkap seiring waktu.
Berdoalah untuk para pemimpin dan partisipan dalam kebangunan rohani serta untuk kebangunan rohani di dalam hati Anda sendiri. Bergabunglah bersama dengan orang-orang percaya lainnya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh bagi kebangunan rohani di komunitas Anda sendiri. Bangunlah persekutuan dengan orang-orang yang berpikiran sama dari ras, etnis, kelompok sosial, atau denominasi lain. Kesatuan yang lebih besar dengan mereka mungkin merupakan bagian dari rencana Allah.
Mengikuti teladan Asbury, satukanlah orang-orang Kristen yang masih muda dengan para pemimpin yang lebih berpengalaman. Semangat orang muda dan hikmat orang dewasa adalah perpaduan yang kuat.
Michael McClymond adalah profesor Kekristenan Modern di Universitas Saint Louis. Ia adalah satu-satunya editor dari Encyclopedia of Religious Revivals in America, 2 jilid, dan rekan penulis (bersama Gerald McDermott) dari buku The Theology of Jonathan Edwards. Buku terbarunya adalah _Martyrs, Monks, and Mystics: An Introduction to Christian Spirituality (Penerbit Paulist, musim gugur 2023).
Diterjemahkan oleh Timothy Daun.