News

Wafat: John MacArthur, yang Menjelaskan Alkitab kepada Jutaan Orang

Pendeta California Selatan ini ingin menerangkan Alkitab dengan Alkitab dan memisahkan orang Kristen sejati dari yang palsu.

John MacArthur obituary photo
Christianity Today July 15, 2025
Grace to You

Pengkhotbah ekspositori, John F. MacArthur Jr., yang mengajarkan Alkitab kepada jutaan orang melalui rekaman khotbah, siaran radio, tafsiran Alkitab, dan Alkitab studi yang terlaris, wafat di Senin pada usia 86 tahun.

MacArthur mengatakan bahwa ciri terpenting dari pelayanannya adalah bahwa ia menjelaskan Alkitab dengan Alkitab, tidak mengacaukan khotbah dengan kisah-kisah pribadi, tafsiran tentang peristiwa terkini, atau seruan emosional, melainkan mengajarkan kebenaran yang abadi. Pendeta senior di Grace Community Church ini mengatakan khotbah yang baik seharusnya tetap baik meski 50 tahun setelah disampaikan.

“Khotbah yang baik tidak terikat oleh peristiwa budaya atau pengalaman pribadi apa pun,” kata MacArthur. “Khotbah yang baik bukan tentang saya. Dan khotbah ini tidak hanya melampaui waktu, melainkan juga melampaui budaya.”

Dapatkan pembaruan harian dalam Bahasa Indonesia langsung di ponsel Anda! Bergabunglah dengan kanal WhatsApp kami.

Ia menerbitkan MacArthur Study Bible pada tahun 1997, yang berisi 20.000 catatan tentang ayat-ayat tertentu, serta indeks doktrin penting, pengantar untuk setiap kitab di Alkitab, dan saran rencana pembacaan Alkitab. Buku itu terjual 2 juta eksemplar dalam 22 tahun.

Buku tafsiran Perjanjian Baru karyanya—sebuah seri yang diterbitkan Moody Publishers dalam 34 jilid selama 31 tahun—juga terjual lebih dari 1 juta eksemplar.

“Dia adalah dekan para pengkhotbah ekspositori,” kata penulis Left Behind dan mantan editor penerbit Moody, Jerry Jenkins, yang pertama kali mengusulkan gagasan mengenai tafsiran karya MacArthur, kepada Christianity Today. “Seorang ekspositor yang brilian. Dia menyampaikan khotbah selama 40 menit, dan khotbahnya selalu terasa seperti 10 menit.

MacArthur juga sering memicu kontroversi, berselisih dengan kaum Injili yang tidak setuju dengannya tentang karunia Roh Kudus, peran gender dalam Alkitab, dan apa yang diperlukan untuk diselamatkan.

Ia terkadang mengakui bahwa konflik-konflik ini mestinya dapat ditangani dengan lebih rendah hati. “Mungkin saya seharusnya datang dengan lebih lembut, seperti seekor domba daripada seekor singa,” katanya dalam salah satu khotbahnya. Namun MacArthur juga percaya bahwa kecaman terhadap orang Kristen yang bukan Kristen sejati adalah hal yang esensial—dan merupakan kunci kedua yang menjadi ciri pelayanannya.

Para pengikut MacArthur yang setia terinspirasi oleh ketegasannya. Situs berita satir Babylon Bee sering kali memuji MacArthur sebagai seorang pejuang yang menang dalam konflik-konflik yang konyol sekali. Jurnalis Kristen, Megan Basham, memuji keberaniannya.

“MacArthur … secara konsisten menolak untuk ikut dalam tren-tren terbaru yang mengejar relevansi. Dan penolakan inilah yang membuat pelayanannya tetap relevan bagi generasi-generasi mendatang,” tulisnya di platform media sosial X. “Saya selalu bersyukur atas dampak ajarannya terhadap hidup saya.”

MacArthur lahir dari pasangan Irene Dockendorf MacArthur dan John F. MacArthur Sr., pada 19 Juni 1939. Ia adalah putra, cucu, cicit, dan cicit buyut dari para pendeta Injili yang berasal dari Kanada dan Skotlandia.

Ayahnya adalah seorang pendeta gereja Baptis dan penginjil keliling yang meluncurkan pelayanan bagi para bintang film, termasuk aktor Roy Rogers dan Dale Evans, di California Selatan pada awal 1940-an. MacArthur senior juga memiliki pelayanan radio yang disebut Voice of Calvary, yang berpengaruh dalam pertobatan John M. Perkins, yang kemudian menjadi advokat Injili terkemuka untuk rekonsiliasi rasial.

MacArthur junior mengenang bahwa ia mulai meniru ayahnya pada usia lima atau enam tahun, berdiri di atas sebuah kotak di halaman belakang untuk berkhotbah kepada teman-teman dan ketiga adik perempuannya, Jeanette, Julie, dan Jane.

“Saya tidak pernah ingat kapan saya tidak percaya Injil,” kata MacArthur. “Saya adalah salah satu anak yang tidak pernah memberontak dan selalu percaya. Jadi, ketika Tuhan melakukan karya keselamatan-Nya di dalam hati saya, hal itu tidak terasa bagi saya.”

Seiring bertambahnya usia, MacArthur lebih tertarik pada olahraga daripada berkhotbah. Ia ingin bermain sepak bola di perguruan tinggi, tetapi ayahnya bersikeras agar ia pergi ke Universitas Bob Jones, yang pada saat itu tidak memiliki tim untuk pertandingan antar-universitas. Alih-alih bermain sepak bola, MacArthur malah ditempatkan di tim pengkhotbah jalanan.

Dia “sedikit kesal” pada Bob Jones, seperti yang dia kenang kemudian. Lalu sebuah kecelakaan mobil meyakinkannya bahwa ia perlu berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan.

Seperti yang ia ceritakan berulang kali dalam khotbahnya bertahun-tahun kemudian, ia sedang berkendara lintas negara dalam sebuah perjalanan pelayanan khotbah bersama lima anak muda lainnya setelah tahun pertama kuliahnya. Sang pengemudi kemudian mencoba menyalip seseorang di jalan raya Alabama dan kehilangan kendali. Mobil Ford Fairlane dua pintu itu pun berputar, terbalik, dan berguling pada kecepatan 65, 70, atau 75 mil per jam, lalu mendarat dengan posisi terbalik.

MacArthur terlempar dari kendaraan, meluncur ke jalanan dengan punggungnya.

“Punggung saya benar-benar terluka sampai ke tulang,” kenangnya. “Saya berdiri, dan menyadari bahwa saya masih hidup.”

Di rumah sakit dalam posisi tengkurap selama beberapa bulan, ia memutuskan untuk kembali ke Universitas Bob Jones untuk tahun kedua. Dia merasa terpanggil untuk melayani dan merasa perlu menyerahkan segalanya kepada Tuhan.

“Tuhan,” ia berdoa, “sekarang saya menyadari bahwa hidup saya benar-benar ada di tangan-Mu dan Engkau memiliki kendali penuh, bukan hanya atas nasib kekal saya, tetapi juga atas waktu hidup saya di dunia ini.”

MacArthur mendapat kesempatan lain untuk bermain sepak bola setahun kemudian, dan ia mengambil kesempatan itu dengan pindah ke Los Angeles Pacific College. Dia kemudian mengklaim bahwa dia direkrut oleh banyak tim profesional, termasuk Washington Redskins dan Cleveland Browns, tetapi catatan sekolah menunjukkan dia bukan pemain yang menonjol di perguruan tinggi California itu. Dalam satu tahun, ia hanya melakukan lima tekel dan tiga yard lari.

MacArthur memutuskan pada tahun 1961 bahwa ia tidak ingin mengabdikan hidupnya untuk sepak bola. Dia lebih memilih mengikuti jejak ayahnya menjadi pendeta.

Pekerjaan pertamanya setelah lulus seminari adalah menjadi pendeta pendamping di bawah pimpinan ayahnya di sebuah gereja yang diberi nama sesuai nama kakeknya: Harry MacArthur Memorial Bible Church. Setelah beberapa tahun, ia memutuskan untuk mandiri dan menerima panggilan di Grace Community Church, sebuah jemaat independen dan non-denominasi di kawasan Sun Valley di Los Angeles, California. Sebelumnya, dua orang pendeta meninggal berturut-turut, meninggalkan jemaat yang berjumlah sekitar 400 orang, yang merindukan untuk digembalakan oleh seorang pendeta yang muda.

MacArthur, yang saat itu berusia 29 tahun, tidak terkesan dengan gereja tersebut. Moto Grace Community Church adalah “kesatuan dalam hal-hal yang hakiki, kemurahan hati dalam hal-hal yang tidak hakiki,” yang ia anggap konyol dan sentimental. Gereja tersebut tidak memiliki doktrin yang jelas, menurut MacArthur, serta banyak anggota lama dan bahkan para pemimpin dalam jemaat itu yang bukan orang Kristen sejati.

“Ada penatua yang belum diselamatkan di kemajelisan gereja tersebut, dan ada orang-orang yang belum diselamatkan dalam kepemimpinan gereja,” kata MacArthur. “Namun ada cukup banyak orang baik yang tahu apa yang mereka inginkan dan tahu bahwa mereka perlu diajari Firman Tuhan.”

MacArthur menyampaikan khotbah pertamanya di tahun 1969 tentang Matius 7:21, yang berbunyi, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”

Setelah itu, ia mulai mengkhotbahkan Perjanjian Baru satu kitab demi satu kitab, dimulai dengan Injil Yohanes dan kemudian beralih ke surat 1 dan 2 Petrus. MacArthur menghabiskan 30 jam seminggu untuk mempersiapkan khotbah dan mendelegasikan hampir semua tanggung jawab pastoral lainnya kepada para penatua gereja dan pemimpin awam.

Gereja bertumbuh dengan cepat. Grace Community Church membangun gedung baru yang dapat menampung 1.000 orang pada tahun 1971 dan diperluas lagi pada tahun 1977, sehingga luasnya menjadi tiga kali lipat. Pada akhir dekade tersebut, gereja ini menjadi gereja Protestan terbesar di Los Angeles.

Permintaan rekaman khotbah MacArthur juga melonjak. Para anggota gereja mengirimkan 5.000 kaset setiap minggu, lalu 15.000, lalu 30.000 kaset. Pada akhir tahun 1970-an, lebih dari 100.000 orang Kristen di seluruh negeri menerima rekaman khotbah MacArthur setiap minggu. Gereja juga meluncurkan pelayanan terpisah, Grace to You, untuk menyiarkan pesan-pesan MacArthur di radio Kristen.

“Pelayanan John membuktikan betapa khotbah dapat menjadi tak terbatas oleh waktu jika hanya berupa pemaparan Alkitab yang jelas dan masuk akal,” kata Phil Johnson, direktur eksekutif Grace to You, pada tahun 2011. “Jika tujuan berkhotbah adalah membangkitkan jiwa-jiwa yang mati rohani dan menyucikan serta mengubah hidup yang telah rusak oleh dosa, maka yang terpenting adalah kesetiaan pengkhotbah dalam mewartakan Firman Tuhan dengan jelas, akurat, dan jujur.”

Namun, khotbah seperti itu bukannya tanpa kontroversi. Pada tahun 1979, MacArthur mengajar tentang Titus 2 dan instruksi rasul Paulus agar wanita “rajin mengatur rumah tangganya” dan “tunduk kepada suaminya” (ay. 5). Ia mengatakan bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja di luar rumah dan keluarga tidak seharusnya mensyaratkan dua penghasilan.

Para pemimpin gereja itu kemudian memutuskan bahwa staf, bukan hanya pimpinan, harus semuanya laki-laki. Pengumuman itu menimbulkan kegemparan di gereja dan masyarakat sekitar. Sejumlah orang meninggalkan Grace Community Church, menuduh MacArthur melakukan “chauvinisme laki-laki Kristen.”

Tahun berikutnya, keluarga seorang pria yang bergereja di Grace Community Church menggugat atas malapraktik yang dilakukan pendeta—yang pertama di Amerika Serikat, menurut Los Angeles Times. Para pendeta di gereja tersebut telah menasihati seorang pemuda yang memiliki kecenderungan bunuh diri bernama Kenneth Nally, dengan mengatakan kepadanya bahwa ia harus lebih banyak berdoa, membaca Alkitab, dan mendengarkan rekaman khotbah MacArthur. Ketika Nally bunuh diri, orang tuanya menyewa seorang pengacara. Mereka mengklaim bahwa para pendeta yang memberikan konseling harus bertanggungjawab secara hukum sama seperti psikolog. Pengadilan California akhirnya menolak gugatan tersebut dengan alasan Amandemen Pertama.

Mungkin kontroversi yang paling menentukan terjadi pada akhir tahun 1980-an, setelah MacArthur menerbitkan The Gospel According to Jesus. Ia berpendapat dalam buku tersebut bahwa tidaklah cukup bagi orang berdosa untuk menerima Kristus sebagai Juru Selamat; orang Kristen sejati juga harus mengakui Yesus sebagai Tuhan.

Menurut MacArthur, kaum Injili Amerika telah menyesatkan jutaan orang dengan “jaminan palsu yang menghancurkan” berupa “kepercayaan yang gampang dan berbahaya.” Dan banyak pengikut Kristus yang mengaku telah dilahirkan kembali, pada kenyataannya, “sangat salah tentang kebenaran Kristen yang paling mendasar.”

Para kritikus, termasuk sejumlah orang Injili konservatif di Dallas Theological Seminary, menuduh MacArthur mencampuradukkan iman dan perbuatan serta menyangkal pembenaran melalui iman. Teolog Charles C. Ryrie menulis bahwa MacArthur telah melemahkan dan menodai anugerah Allah. Profesor Perjanjian Baru, Zane Hodges, melangkah lebih jauh lagi, menyebut ajaran MacArthur “Satanik pada intinya.”

Tokoh Injili terkemuka lainnya membela MacArthur. Mereka berpendapat bahwa ia hanya mengemukakan ide-ide Kristen tradisional tentang pertobatan dan pemuridan.

Teolog J.I. Packer, misalnya, mengidentifikasi posisi MacArthur dengan ajaran Reformed bahwa iman “adalah realitas sepenuh jiwa dengan aspek afektif dan kehendak serta aspek intelektual.” Presiden Southern Baptist Theological Seminary, Albert Mohler, menyebut The Gospel According to Jesus sebagai “koreksi yang sangat dibutuhkan terhadap kesalahpahaman yang berbahaya.”

Beberapa pengamat mengatakan kedua belah pihak hanya salah paham satu sama lain.

“Sering kali terdapat perbedaan antara apa yang dikatakan MacArthur dan apa yang tampaknya ia maksudkan,” tulis profesor Perjanjian Baru, Darrell L. Bock. “Ambiguitas tertentu dalam gaya MacArthur membuat sulit untuk menentukan posisi sebenarnya.”

Tidak seorang pun menuduh MacArthur bersikap ambigu dalam serangannya terhadap kalangan karismatik. Ia mengatakan, orang-orang Kristen yang percaya bahwa mereka dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus sesungguhnya mengajarkan ajaran Kristen palsu yang “menyimpang.” Ia menjuluki mereka sebagai “orang-orang yang tidak berakal sehat … yang didorong oleh Iblis” dan mengecam gerakan karismatik yang tersebar luas di media Kristen.

“Gerakan ini telah mengambil alih dan mendefinisikan ulang kekristenan dalam pikiran masyarakat, dan itu adalah bentuk kekristenan yang menyimpang,” kata MacArthur. “Teologinya buruk, tidak alkitabiah, menyimpang, dan merusak.”

MacArthur juga bersikap tegas tentang orang Kristen yang percaya bahwa perempuan dapat dipanggil untuk mengajar Alkitab, menuduh mereka mengabaikan perintah-perintah universal yang jelas dalam Kitab Suci dan terlibat dalam “pemberontakan terbuka” terhadap Firman Tuhan. Menurut MacArthur, wanita tidak boleh berbicara di gereja, atau memegang posisi berotoritas di gereja atau dalam kehidupan sekuler.

MacArthur secara khusus menyerang pengajar Alkitab wanita yang terkenal, Beth Moore, dengan mengatakan bahwa dia memiliki kemampuan alami untuk menjual perhiasan di TV, tetapi jangan menyalah-artikan hal itu sebagai panggilan untuk berkhotbah. Dia menyuruhnya untuk “pulang saja.”

Ada kontroversi lain di tahun 2020-an, ketika seorang wanita bernama Eileen Gray maju dengan menuduh MacArthur mempermalukan diri Eileen di depan umum karena meninggalkan suaminya yang kasar. David Gray, seorang pendeta anak-anak di Grace Community Church, mengaku telah memukul putrinya “dengan sangat kasar—brutal” pada kaki, tangan, dan kepalanya serta menyeret kedua anaknya yang lain sebagai bentuk disiplin. Eileen Gray mengatakan dia telah diperintahkan oleh para pendeta di Grace Community Church untuk memaafkan suaminya meskipun pria itu tidak bertobat, dan untuk menunjukkan kepada anak-anaknya bagaimana “menderita seperti Yesus.” Ketika Eileen malah membawa pergi anak-anaknya dan pindah, MacArthur mengutuk dia dari mimbar dan memerintahkan jemaat untuk mengucilkannya, serta menyiratkan bahwa wanita itu bukanlah seorang Kristen sejati.

David Gray kemudian dijebloskan ke penjara karena penganiayaan fisik dan seksual terhadap anak.

Hohn Cho, seorang penatua di gereja tersebut, menyelidiki keputusan pengucilan Eileen Gray pada tahun 2022 dan menyimpulkan bahwa dia telah diperlakukan tidak adil. Ia mendesak para pemimpin untuk memperbaiki hubungan dengannya, setidaknya secara pribadi. Penatua tersebut mengatakan kepada Christianity Today bahwa MacArthur berkata, “Lupakan saja.”

Cho kemudian memilih mengundurkan diri, hanya untuk menemukan sedikitnya delapan wanita lain di gereja itu memilliki kisah tentang bagaimana mereka dinasihati untuk tetap tinggal bersama suami yang kasar, bahkan ketika mereka takut akan keselamatan mereka sendiri dan anak-anak mereka.

Pimpinan gereja menolak menanggapi tuduhan-tuduhan spesifik, tetapi merilis pernyataan yang membela konseling gereja sebagai sesuatu yang alkitabiah dan menyebut laporan CT sebagai “kebohongan.”

MacArthur, pada kesempatan lain, mengatakan bahwa ia bergumul dalam menghadapi kritik dan tuduhan publik, namun ia terutama terluka oleh apa yang ia sebut sebagai “pemberontakan.”

“Itu sudah terjadi beberapa kali,” katanya. “Dan itu mengejutkan. Kamu tahu tidak, sahabat karibmu sendiri mengangkat tumitnya melawanmu, yaitu orang yang pernah berbagi roti bersamamu. Kamu tahu? Seperti yang dikatakan Alkitab tentang Yudas.”

Gelombang kontroversi, dekade demi dekade, tidak secara signifikan membatasi pengaruh MacArthur.

Gedung kebaktian Grace Community Church yang berkapasitas 3.500 kursi masih terisi penuh beberapa kali setiap akhir pekan pada tahun 2025. Khotbah MacArthur disiarkan di lebih dari 1.000 stasiun radio di seluruh Amerika dan didistribusikan oleh pelayanan Grace to You. Lebih dari 700 pria terdaftar di The Master’s Seminary, tempat MacArthur menjabat sebagai kanselir, dan sekitar 5.000 pria menghadiri konferensi tahunan untuk para pemimpin gereja.

MacArthur Study Bible terus terjual dan saat ini tersedia dengan terjemahan New King James VersionNew International VersionEnglish Standard VersionNew American Standard Bible, dan Legacy Standard Bible. Aplikasi MacArthur Daily Bible untuk telepon pintar telah diunduh lebih dari 5 juta kali.

Chip Brown, seorang veteran penerbitan, mengatakan orang-orang beralih ke MacArthur karena mereka memercayainya sebagai seorang pendeta dan karena dia “hanya mengupas apa yang dikatakan teks Alkitab dan bagaimana hal itu relevan dengan kehidupan kita.”

MacArthur sendiri mengatakan bahwa ia berharap ia akan dikenang karena mengajarkan Alkitab.

“Saya hanya ingin dikenal sebagai seorang hamba Tuhan,” ujarnya, “yang setia pada pengajaran Firman Tuhan dan pada pengungkapan misteri Injil Perjanjian Baru.”

MacArthur meninggalkan istrinya, Patricia Smith MacArthur; anak-anak mereka Matt, Mark, Marcy, dan Melinda; 15 cucu, dan sembilan cicit.

Diterjemahkan oleh Maria Fennita S.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, X, Instagram, atau Whatsapp.

Our Latest

Perdukunan di Indonesia

Bolehkah orang Kristen mempraktikkan ‘ilmu putih’ untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan?

News

Wafat: James Dobson, yang Mengajarkan Kaum Injili untuk Berfokus pada Keluarga

Psikolog anak ini menjawab ratusan ribu pertanyaan tentang pengasuhan anak dan mendesak umat Kristen untuk berjuang dalam “perang nilai-nilai” Amerika.

Tuhan Cemburu, tetapi Tidak Pernah Iri Hati

Kita sering memperlakukan dua kata ini sebagai sinonim. Dalam Kitab Suci, keduanya hampir bertolak belakang.

Public Theology Project

Gereja Itu Rapuh—Namun Tak Tergoyahkan

Kita mungkin sedih melihat keadaan gereja, tetapi kita tetap bisa mengasihi dan memperjuangkannya.

Mengapa Kita Sangat Ingin Mengukur Kecerdasan?

Kemampuan manusia untuk bernalar tidak sama dengan AI dalam mengumpulkan informasi.

Tetap Termotivasi dalam Pelayanan (Saat Anda Tidak Merasa Termotivasi)

Ketika pelayanan menjadi rutinitas yang membosankan, motivasi pun mengering. Namun kasih karunia Allah menghidupkan kembali apa yang tidak pernah dapat dihidupkan oleh rasa bersalah dan kerja keras.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube