Mengapa Orang Kristen Terus Berkhotbah pada Diri Sendiri

Pengudusan, meskipun pasti, namun tidak terjadi seketika.

Christianity Today August 1, 2023
Justin Paget / Getty / Editan oleh Rick Szuecs

Anda mungkin pernah mendengar seorang pendeta berkomentar di tengah nasihatnya yang menusuk, “Saya sedang berkhotbah pada diri saya sendiri.” Kalimat itu sering digunakan untuk meyakinkan para pendengar bahwa, “Ya, apa yang saya sampaikan adalah perkataan yang pedas, tetapi pertama-tama dan terpenting, perkataan ini berlaku bagi saya pribadi.”

Saya dari dulu selalu menghormati sikap seperti ini, tetapi belum lama ini saya mulai menghargainya secara lebih mendalam. Ketika menelusuri Instagram, mata saya tertuju pada sebuah kutipan yang ditulis dengan menarik di sebuah foto buram: “Anda tidak akan pernah berbalik dari dosa yang tidak Anda benci.”

Ini terasa seperti waktu yang ilahi. Pesan itu saya dapatkan tidak lama setelah saya melakukan dosa yang sudah biasa, yaitu salah satu dosa yang sebenarnya saya harap sudah saya tinggalkan. Sebagai orang percaya selama lebih dari empat dekade, saya sangat menyadari bahwa kesabaran Tuhan terhadap saya barangkali sudah menipis karena kelemahan yang satu ini. Lalu mengapa saya masih bergumul melawan dosa itu?

Jawabannya sudah dijabarkan di hadapan saya: Saya belum membencinya. Belum seperti seharusnya. Belum cukup habis-habisan untuk mematikannya sekali dan untuk selamanya. Seperti istri Lot, saya masih melihat ke belakang, kepada sesuatu yang seharusnya saya benci, sesuatu yang darinya saya telah diseret keluar. Dengan keyakinan dan pengakuan yang masih segar, Tuhan memilih untuk menyampaikan sebuah khotbah singkat kepada saya melalui Instagram. Dan dari semua itu, Ia menyampaikannya dengan memakai kata-kata saya sendiri.

Ya, kalimat itu adalah milik saya, tertulis dalam buku-buku saya dan diajarkan melalui mulut saya selama bertahun-tahun, serta terpajang dengan tepat agar dilihat semua orang. Dalam dunia alternatif yang aneh yaitu media sosial, saya benar-benar sedang berkhotbah kepada diri saya sendiri.

Inilah tanggung jawab besar dari sebuah pelayanan pengajaran: mengetahui bahwa Anda kemungkinan besar akan mengajarkan sesuatu yang melebihi kemampuan Anda sendiri untuk taat, mengetahui bahwa akan ada hari-hari ketika Anda tidak akan mempraktikkan apa yang telah Anda khotbahkan. Akan tetapi, ini juga merupakan suatu kewajiban dari kehidupan Kristen. Paulus menasihati para pendengarnya untuk meneladani dia sebagaimana ia meneladani Kristus, tetapi juga mengakui bahwa ia masih berperang melawan dosa.

Semua orang yang dengan setia mewartakan Kabar Baik Kristus harus melakukannya dengan hati-hati, menyeimbangkan rasa takut yang sehat akan kemunafikan dan rasa takut yang sehat agar jangan sampai kebenaran Allah tidak terucapkan. Berdiam diri bukanlah pilihan bagi pengikut Kristus. Orang-orang munafik biasanya mengkhotbahkan apa yang mereka sendiri tidak berniat untuk melakukannya, tetapi rata-rata orang yang benar berkhotbah dengan kesadaran bahwa kebiasaannya untuk taat pun belum merupakan ketaatan yang sempurna.

Akan ada hari-hari di mana kata-kata kita di masa lalu melampaui perbuatan kita saat ini. Ya Tuhan, tolonglah kami. Pengudusan, meskipun pasti, namun tidak terjadi seketika. Namun kita berharap hal itu dapat terjadi.

Kita menyukai perubahan sekejap mata. Ketika saya dibesarkan di tahun 70-an, perubahan itu seperti goyangan hidung yang bisa langsung membersihkan rumah yang berantakan di film Bewitched. Saya suka adegan tipuan kamera itu. Pada masa kini, perubahan yang sekejap mata itu seperti foto sebelum dan sesudah di media sosial. Geser saja untuk melihat lemari yang berantakan berubah menjadi rapi. Geser saja untuk melihat ruangan yang kotor berubah menjadi bersih. Geser saja untuk melihat wajah yang berjerawat berubah menjadi mulus. Kita tahu bahwa di antara foto pertama dan kedua, ada banyak usaha yang telah dilakukan selama berjam-jam, tetapi kita lebih peduli tentang bagaimana semuanya itu berubah daripada proses untuk bisa sampai ke sana.

Inilah tanggung jawab besar dari sebuah pelayanan pengajaran: mengetahui bahwa Anda kemungkinan besar akan mengajarkan sesuatu yang melebihi kemampuan Anda sendiri untuk taat.

Andai saja kehidupan Kristen bisa seperti itu. Secara posisi, kita berubah dari orang celaka menjadi orang yang ditebus dalam sekejap. Akan tetapi secara praktis, kita “mengerjakan keselamatan kita” selama bertahun-tahun.

Pengudusan bukanlah soal sesuatu yang kita geser, melainkan sebuah kerja keras. Pengudusan jarang terlihat seperti penghentian langsung dari suatu dosa tertentu. Sebaliknya, kita menjadi lebih lambat untuk melangkah ke dalam perangkap yang sudah biasa kita lakukan dan lebih cepat untuk mengakui ketika kita melakukannya. Lebih lambat untuk mengulangi, lebih cepat untuk bertobat. Hal ini menjadi seperti sebuah mantra pengharapan. Kebencian kita terhadap dosa adalah hal yang kita pelajari seumur hidup.

Ketika membaca kata-kata saya sendiri di Instagram, saya menyadari kebenarannya. Ya, saya telah kembali lagi ke dosa yang lama, yang sudah tidak asing lagi, tetapi saya tidak dapat mengingat kapan terakhir kali hal itu terjadi. Setelah bertahun-tahun, dosa yang dulu sering saya lakukan, kini sudah jarang. Puji Tuhan! Yesus mengajarkan bahwa mereka yang berduka atas dosa akan dihibur. Ada kesedihan baru ketika kita mengakui dosa yang kita ulangi berkali-kali, tetapi ada penghiburan yang nyata ketika kita melihat jarak yang semakin jauh terbentang di antara pengakuan-pengakuan tersebut.

Jarak yang semakin lebar itu menunjukkan kepada saya bahwa kasih karunia Allah memang benar mengajari saya untuk mengatakan tidak terhadap kefasikan dan melatih saya untuk menjalani hidup bijaksana, adil dan beribadah (Tit. 2:11-12). Saya sedang ditransformasi. Dan Tuhan yang mengerjakan transformasi ini sangat sabar terhadap saya. Sungguh betapa luasnya kemurahan Allah itu. Bahkan ketika—bukan, khususnya ketika—saya berkhotbah kepada diri saya sendiri.

The Beginning of Wisdom memberikan perspektif seorang pengajar Alkitab tentang pertumbuhan rohani dan penelaahan Alkitab di gereja, kelompok kecil, dan keluarga kita.

Jen Wilkin adalah seorang istri, ibu, dan pengajar Alkitab. Dia adalah penulis Women of the Word dan None Like Him. Cuitannya di @jenniferwilkin.

Diterjemahkan oleh Kalvin Budiman.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Our Latest

Laporan Lausanne: Sebagian Besar Misionaris Menjangkau yang Sudah Terjangkau

Laporan Keadaan Amanat Agung (The State of the Great Commission) menelaah tantangan dan peluang di tengah lanskap misi yang terus berubah.

Ketika Pelayanan Melukai Keluarga Anda

Nasihat yang berasal dari pengalaman sulit untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan Tuhan.

Saya Menemukan Penghiburan dalam Pahlawan Ilahi

Sebuah mazmur yang mencengangkan mengubah pandangan saya tentang kehadiran Allah selama masa-masa pencobaan.

Gereja Adalah Keluarga, Bukan Acara

Alkitab menyebut sesama orang Kristen sebagai “saudara laki-laki dan perempuan,” tetapi seberapa sering kita memperlakukan mereka sebagai keluarga?

News

Wafat: Andar Ismail, Penulis Produktif yang Membuat Teologi Menjadi Sederhana

Dengan seri Selamat karyanya, pendeta Indonesia ini menulis lebih dari 1.000 cerita pendek yang menyoroti kehidupan dan ajaran Yesus.

Kematian karena Swafoto

Kita tidak akan pernah melihat kemuliaan Tuhan jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube