Saat rakyat Amerika menuju tempat pemungutan suara hari Selasa, seluruh dunia menyaksikan siapa yang akan menjadi presiden Amerika Serikat ke-47. Terpilihnya Donald Trump memengaruhi banyak komunitas Injili di seluruh dunia dalam hal kebijakan luar negeri, bantuan luar negeri, kebebasan beragama, dan tren budaya. Meskipun demikian, para pemimpin Kristen di beberapa negara menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagi mereka siapa yang menjadi presiden AS berikutnya.
CT bertanya kepada 25 pemimpin dari kalangan Injili di seluruh dunia tentang reaksi mereka terhadap kembalinya kepresidenan Trump dan dampak praktisnya terhadap situasi pelayanan gereja-gereja Injili di negara mereka. Jawaban-jawaban para pemimpin tersebut terbagi berdasarkan wilayah: Afrika, Asia, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara, Timur Tengah, dan Oseania. CT akan menambahkan lebih banyak respons saat ada jawaban yang masuk.
AFRIKA
Kenya
Nelson Makanda, presiden, Universitas Internasional Afrika
Atas nama banyak orang Injili yang berpandangan sama di Kenya, saya mengucapkan selamat kepada rakyat Amerika karena telah memilih Trump. Kami berharap keterpilihannya akan mengawali masa di mana keyakinan Kristen ortodoks tidak lagi dipandang sebelah mata atau dikriminalisasi oleh badan-badan negara Amerika.
Kami juga berharap agar lembaga-lembaga Amerika yang beroperasi di Afrika akan berinteraksi secara bebas dengan masyarakat Afrika tanpa memaksakan agenda yang tidak bermoral. Afrika ingin menghormati Tuhan dan hukum alam, dan kami berharap Amerika di bawah presiden terpilih akan toleran terhadap hal itu. Pilihan dan kebebasan kita harus dihormati.
Kami berharap budaya dan masyarakat kami diperlakukan sebagai mitra setara dan layak mendapatkan rasa hormat yang saling menguntungkan.
Nigeria
James Akinyele, sekretaris jenderal, Persekutuan Injili Nigeria
Mengingat kesulitan ekonomi dan politik yang sedang dialami Nigeria, pemilu AS kali ini tidak banyak diperdebatkan secara lokal seperti dua pemilu sebelumnya. Bagi kaum Injili, kedua kandidat bukanlah pilihan yang mudah. Harris dianggap lebih berkepala dingin, tetapi dukungannya yang kuat terhadap aborsi dan hak-hak LGBTQ membuat banyak orang merasa tidak nyaman. Sikap moral Trump selaras dengan keyakinan inti ajaran Injili kita, tetapi kurangnya moralitas dia sendiri dan persepsi supremasi kulit putihnya menimbulkan beberapa kekhawatiran. Kami berharap dia akan menjadi lebih terbuka terhadap masalah imigrasi.
Beberapa pemimpin Kristen Nigeria mengatakan kemenangan Trump adalah jawaban atas doa kami untuk seorang presiden AS yang akan membela iman Kristen di Nigeria dan di seluruh dunia. Sementara yang lain mengatakan hal itu harus diterima sebagai kehendak Tuhan, tanpa penghakiman positif atau negatif. Akan tetapi hampir semua orang berharap ia akan menjadi kurang kontroversial dalam retorika dan perilaku pribadinya. Juga banyak yang bersimpati terhadap keinginannya untuk melindungi kepentingan global Amerika, tanpa tunduk kepada negara lain di dunia.
Afrika Selatan
Moss Ntlha, sekretaris jenderal, Aliansi Injili Afrika Selatan
Kemenangan Trump merupakan hari yang menyedihkan bagi kalangan Injili di seluruh dunia. Para tokoh Injili terkemuka di AS menyatakan dukungan penuh kepada Trump, sehingga seolah-olah memercayai Alkitab berarti mendukung Trump. Dukungan mereka memberi kesan bahwa konservatisme teologis mengharuskan dan mengarah pada pandangan politik sayap kanan yang bersifat diktator, menentang keadilan iklim, mendukung genosida di Tanah Suci, dan menyetujui apa yang terjadi pada 6 Januari (penyerangan Gedung Kongres AS).
Banyak orang di Afrika Selatan yang mengetahui kengerian apartheid menyadari betapa mudahnya politik populis yang berpegang pada visi sempit tentang moralitas publik dapat merugikan kelompok yang terpinggirkan. Trump sudah menyatakan dalam masa jabatan pertamanya bahwa negara-negara Afrika adalah “negara-negara yang buruk.” Belakangan ini, ia secara jelas menyatakan bahwa ketika kembali menjabat sebagai presiden, ia akan memastikan bahwa Israel memiliki semua yang dibutuhkan untuk “menyelesaikan tugasnya,” yang oleh banyak orang dipahami sebagai penghapusan keberadaan Palestina.
Kami khawatir kehadiran Trump di Gedung Putih akan mempersulit pemberitaan Injil, khususnya kepada sesama kita yang muslim, bahwa “Allah begitu mengasihi dunia ini” sehingga Ia mengutus Yesus untuk mati bagi semua orang. Kami khawatir ia akan menggunakan kekuatan besar yang dimiliki pemerintah AS untuk menghukum mereka yang menjalankan kebijakan luar negeri yang bertentangan dengan pandangannya sendiri, seperti Afrika Selatan yang mengajukan permohonan ke Mahkamah Internasional untuk menilai apakah yang kami saksikan dalam konflik Israel-Palestina adalah genosida atau bukan.
ASIA
Bangladesh
Philip Adhikary, ketua, Aliansi Injili Bangladesh
Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS menimbulkan reaksi beragam. Walaupun pemerintahan Trump secara umum memiliki pendirian yang kuat dalam mendukung kebebasan beragama, kebijakan luar negerinya terhadap negara-negara seperti Bangladesh sering kali lebih bersifat pragmatis daripada secara terbuka berfokus pada kepentingan kelompok minoritas agama tertentu. Pendekatan dia yang disebut “Amerika Pertama” dan dukungannya terhadap kebebasan beragama dapat memberikan implikasi positif sekaligus penuh tantangan bagi kaum Injili Bangladesh.
Meski demikian, bantuan luar negeri AS, yang terkadang disertai dengan persyaratan hak asasi manusia, mungkin tidak akan berubah secara dramatis sebagai respons terhadap prioritas pemerintahan Trump, terutama jika pemerintahannya memprioritaskan kepentingan nasional di atas hak asasi manusia internasional.
Secara praktis, dampak dari kepresidenan Trump dapat mencakup lebih banyak peluang bagi LSM keagamaan dalam bentuk bantuan. Namun, bangkitnya retorika nasionalis dan anti-imigran di sejumlah negara Barat selama masa jabatannya, dapat memperkuat oposisi lokal terhadap upaya-upaya kalangan Injili, yang mungkin berpotensi meningkatkan tekanan sosial atau penganiayaan.
Tiongkok
Seorang pendeta gereja rumah di Tiongkok
Pemerintahan Donald Trump dapat memengaruhi umat Kristen Tionghoa dalam beberapa hal penting. Kebijakan “Amerika Pertama”-nya dapat menyebabkan kontrol visa yang lebih ketat, sehingga mengurangi akses mahasiswa Tiongkok untuk menempuh pendidikan di AS. Hal ini bisa jadi penuh tantangan khususnya bagi keluarga Kristen di Tiongkok yang mendidik anak-anak mereka di rumah atau menyekolahkannya di sekolah Kristen yang tidak terdaftar. Hal ini dikarenakan kuliah di luar negeri seringkali menjadi satu-satunya pilihan mereka untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka keluarga-keluarga ini mungkin menghadapi pilihan yang sulit.
Pada sisi lain, pelajar Tiongkok yang menjadi orang percaya saat tinggal di AS kemungkinan besar akan kembali ke Tiongkok karena terbatasnya kesempatan berkarier di Amerika, yang berpotensi memperkuat komunitas Kristen setempat.
Dukungan terhadap Trump dari kelompok Injili Amerika, ditambah lagi dengan pernyataannya yang kontroversial tentang demokrasi dan kebebasan, dapat memperdalam perpecahan dalam komunitas Kristen Tiongkok. Retorika dia dan penekanannya pada kepentingan nasional Amerika dapat memberikan amunisi bagi media pemerintah Tiongkok untuk lebih keras mengkritik demokrasi Barat, yang berpotensi mengarah pada lebih banyak pembatasan pada kebebasan beragama di Tiongkok.
Jika Trump membebankan lebih banyak tarif atau tekanan ekonomi lainnya terhadap Tiongkok, hal itu dapat menyebabkan kesulitan keuangan bagi banyak keluarga, sehingga berdampak pada kemampuan umat Kristen Tiongkok untuk mendukung gereja. Namun, kesulitan ekonomi seperti itu mungkin juga mendorong orang mencari perlindungan rohani, yang mungkin meningkatkan minat terhadap iman Kristen.
India
Vijayesh Lal, sekretaris jenderal, Persekutuan Injili India
Saya tidak mengharapkan banyak perubahan dalam keseluruhan lintasan kebijakan luar negeri di bawah pemerintahan Trump yang baru, karena India adalah mitra strategis utama dalam menyeimbangkan pengaruh Tiongkok yang semakin besar di kawasan ini. Mengenai isu-isu seperti hak-hak minoritas dan kebebasan beragama, dapat diasumsikan bahwa Trump tidak akan memberikan banyak tekanan pada India sebagaimana yang mungkin dilakukan oleh seorang presiden Demokrat. Bahkan, saat mengunjungi India pada masa jabatan sebelumnya, ia secara memalukan memuji rekam jejak Perdana Menteri Narendra Modi dalam hal kebebasan beragama. Meskipun pemerintahan Trump mungkin berfokus pada kebebasan beragama secara global, tetapi mereka mungkin tidak akan mengomentari perlakuan terhadap orang Kristen dan Islam di India.
Banyak umat Kristen di India dan Asia Selatan yang condong ke Partai Republik mungkin menyambut baik kembalinya dia ke dalam jabatan ini, tetapi bagi gereja di India, saya tidak melihat adanya keuntungan yang signifikan. Gereja di India tidak menaruh harapannya pada kepemimpinan politik, baik di AS maupun di India.
Jepang
Masanori Kurasawa, ketua, Komite Lausanne Jepang
Saya kecewa karena kampanye pemilu AS didominasi oleh fitnah daripada perdebatan kebijakan. Pernyataan Trump yang diskriminatif dan tidak berdasar tentang lawan-lawannya dan para imigran sangat mengecewakan.
Saya rasa kaum Injili Jepang tidak akan terpengaruh secara langsung oleh Trump. Namun kita perlu mencermati kebijakan Trump dalam beberapa bulan mendatang, yang jelas-jelas mencerminkan visi “Amerika Pertama.” Banyak umat Kristen Jepang sangat menyesali nasionalisme Jepang yang berlandaskan Shinto dan kompromi agama yang dilakukan gereja selama Perang Dunia II. Oleh karena itu, mereka prihatin terhadap nasionalisme Amerika dan waspada terhadap kaum Injili Amerika yang bersimpati terhadap kebijakannya.
Nepal
Sher Bahadur AC, sekretaris jenderal, Persekutuan Gereja-gereja Nasional Nepal
Terpilihnya Donald Trump telah membawa gelombang optimisme di kalangan umat Kristen Nepal. Bagi banyak orang, kemenangannya dipandang sebagai kabar baik, tidak hanya bagi Amerika Serikat, melainkan juga bagi komunitas Kristen di seluruh dunia.
Kebijakan Trump, yang menunjukkan kecenderungan kuat untuk mendukung kebebasan beragama dan tujuan Kristen global, telah membuatnya populer di kalangan umat Kristen Nepal. Kami berharap ia akan terus mendukung umat Kristen di seluruh dunia dan mendukung kami dalam upaya menjalani iman kami dengan bebas.
Meskipun kami tidak mengharapkan adanya perubahan signifikan di Nepal, tetapi pengaruh global pemerintah AS dan kemungkinan tekanan diplomatik AS jika ada tindakan apa pun yang diambil terhadap umat Kristen di negara kami dapat berfungsi sebagai perlindungan bagi kelompok minoritas agama.
Pada saat yang sama, dinamika geopolitik yang lebih luas harus dipertimbangkan. Pemerintahan Trump dikenal karena sikap kritisnya terhadap pemerintahan komunis, dan Nepal saat ini dipimpin oleh perdana menteri komunis, Khadga Prasad Sharma Oli. Trump juga memiliki hubungan dekat dengan India, sementara Nepal lebih dekat dengan Tiongkok. Hal ini berpotensi menciptakan ketegangan antara Nepal dan pemerintahan Trump jika Nepal memperdalam hubungannya dengan Beijing.
Filipina
Noel Pantoja, direktur nasional, Dewan Gereja-gereja Injili Filipina
Dengan hati yang penuh sukacita, kami merayakan kemenangan Donald Trump dalam pemilu baru-baru ini, dan mengakui bahwa Tuhan telah menetapkannya untuk memimpin AS. Momen ini memenuhi kami dengan harapan, karena menandakan komitmen baru terhadap kebebasan beragama, yang memungkinkan individu mengekspresikan keyakinannya tanpa rasa takut atau pembatasan.
Gereja Filipina saat ini menentang rancangan undang-undang Senat dan Kongres Filipina tentang orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender; pernikahan sesama jenis; dan aborsi. Jika disahkan, RUU ini akan merugikan gereja, sekolah, dan bisnis. Semua pelobi didukung oleh pendukung LGBTQ dari AS dan Barat, sehingga sikap Trump mengenai isu-isu ini dan kemenangannya dalam pemilu memberikan dorongan bagi gereja-gereja di AS dan juga Filipina.
Kami berharap pemerintahannya akan memberikan dampak positif terhadap kebijakan luar negeri, membina perdamaian, dan memperkuat hubungan dengan negara-negara yang memiliki nilai-nilai demokrasi. Ini merupakan kemenangan bukan hanya bagi Amerika tetapi juga bagi orang-orang yang takut akan Tuhan di seluruh dunia, khususnya di Asia, di mana cahaya Tuhan dapat bersinar lebih terang melalui kepemimpinan ilahi-Nya sendiri.
Sri Lanka
Noel Abelasan, direktur nasional, Every Home Crusade
Kemenangan Trump dapat berdampak positif terhadap umat Kristen Injili di Sri Lanka dengan mempromosikan kebebasan beragama dan mungkin mengarahkan bantuan AS terhadap program-program berbasis agama. Fokus pada prinsip-prinsip Kristen ini dapat memberi semangat kepada umat Kristen Sri Lanka dan mendukung inisiatif yang selaras dengan prioritas AS.
Namun, sikap keras terhadap Tiongkok dapat mempersulit posisi diplomatik Sri Lanka, mengingat pengaruh Tiongkok di kawasan ini, yang mungkin secara tidak langsung dapat memengaruhi kelompok Injili setempat. Secara keseluruhan, hal ini dapat memperdalam solidaritas di antara kaum Injili di seluruh dunia, dan menginspirasi umat Kristen Sri Lanka untuk merasa lebih terhubung dengan gerakan bersama.
Taiwan
Andrew Chiang, pendeta, Gereja Komunitas Bilingual
Saya rasa kepresidenan Trump tidak akan berdampak sedikit pun terhadap kebebasan beragama di Taiwan dalam jangka pendek. Dukungan Trump terhadap gerakan Injili konservatif tidak memengaruhi orang-orang di Taiwan, jadi kecil kemungkinan kepresidenan Trump akan memicu reaksi keras dari kelompok masyarakat yang lebih sekuler. Dalam hal bantuan dan kebijakan luar negeri, baik Trump maupun Biden telah menjalankan kebijakan untuk membatasi Tiongkok, yang menguntungkan Taiwan selama mereka tidak bertindak terlalu jauh dan memicu perang.
Kepresidenan Trump mungkin akan memiliki dampak yang lebih besar pada tren budaya dan agama. Teori konspirasi, ketakutan akan akhir zaman, dan nubuatan palsu yang merajalela di AS sejak masa jabatan pertama Trump juga telah menyebar ke Taiwan. Hal ini kemungkinan akan berlanjut di bawah masa jabatan kepresidenannya yang kedua kali ini. Sulit untuk memprediksi bagaimana reaksi gereja Injili di Taiwan, tetapi di beberapa kalangan, pemilihannya telah mendorong lebih banyak refleksi tentang teologi publik dan politik. Gereja Injili di Taiwan mungkin akan membentuk identitasnya sendiri sesuai konteks, terlepas dari pengaruh gereja Injili AS, sebagai akibat dari kekacauan yang disaksikannya di seberang Pasifik.
EROPA
Armenia
Craig Simonian, koordinator wilayah Kaukasus, Jaringan Perdamaian dan Rekonsiliasi Aliansi Injili Dunia
Saya percaya bahwa kemenangan Trump dan kembalinya partai Republik pada kepemimpinan kongres tidak diragukan lagi hal itu baik untuk Armenia.
Meskipun hanya sedikit orang di luar lingkaran politik yang menyadarinya, Republik Armenia telah menjadi pusat kebijakan luar negeri Amerika selama lebih dari 30 tahun karena posisi strategisnya yang berbatasan dengan Rusia, Iran, dan Turki. Namun, baru setelah perang Azerbaijan tahun 2020 untuk merebut kembali daerah kantong Nagorno-Karabakh yang dihuni penduduk Armenia, yang kami sebut Artsakh, maka pentingnya Armenia mulai diketahui khalayak yang lebih luas—terutama di kalangan Injili. Umat Kristen di wilayah Pegunungan Kaukasus telah mengalami penganiayaan selama ribuan tahun.
Banyak dari dukungan ini merupakan hasil dari upaya Partai Republik yang menggunakan komite kongres dan komisi pemerintah untuk membela Armenia. Negara ini menjadi negara Kristen pertama di dunia pada tahun 301 Masehi, dan tetap membutuhkan perlindungan dari negara-negara tetangga yang bermusuhan. Sebaliknya, meskipun Demokrat dengan setia mempromosikan pengakuan atas genosida Armenia selama 33 tahun terakhir, mereka belum mencapai banyak hal lagi.
Sekarang, dengan Trump kembali ke Gedung Putih, kami dapat mengharapkan umat Kristen Armenia tampil lebih aktif sebagai sekutu baru dalam mempromosikan demokrasi Barat di kawasan ini. Dengan kehendak Tuhan, semoga kawasan ini juga akan menjadi pusat baru bagi misi dunia juga.
Rusia
Vitaly Vlasenko, sekretaris jenderal, Aliansi Injili Rusia
Trump adalah kandidat yang paling layak, dan saya senang dia menang. Akan tetapi, anggapan bahwa ia memiliki hubungan dekat dengan Vladimir Putin terlalu dibesar-besarkan. Walaupun orang Rusia menyambut baik masa kepresidenan pertamanya, banyak yang kecewa dan kini curiga. Meski begitu, pemilihannya memberi kami harapan baru bahwa keadaan bisa berbeda.
Saya berharap Trump akan mendukung dialog internasional, perdamaian, dan kebebasan beragama. Dia berjanji akan mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu 24 jam. Dia bukan Tuhan, tetapi jika itu terjadi segera, saya akan sangat gembira. Namun karena Rusia bukan negara satelit Amerika Serikat, sangat sulit untuk memprediksi bagaimana dampaknya terhadap kami sampai Trump memilih kabinet presidensialnya yang lengkap. Untuk saat ini, saya merasa dikuatkan.
Sulit untuk mengetahui bagaimana Trump akan memengaruhi komunitas Injili Rusia kami. Dukungan timbal balik antara jemaat di AS dan Rusia terutama bergantung pada hubungan pribadi dan antar gereja, bukan pada siapa yang duduk di Gedung Putih. Secara historis, otoritas Amerika tidak pernah keberatan dengan upaya dialog kami, malahan memberikan kontribusi positif terhadapnya. Oleh karena Trump mendapat dukungan dari sebagian besar kaum Injili AS, saya berharap timnya akan melanjutkan tradisi baik ini.
Turki
Ali Kalkandelen, mantan ketua, Asosiasi Gereja-gereja Protestan di Turki
Kebijakan Amerika yang terkait wilayah ini telah membanjiri negara kami dengan pengungsi dari Suriah, Afganistan, dan Ukraina. Jika Israel memperluas perangnya ke Iran, ini dapat mengancam untuk melibatkan Turki. Konflik Armenia–Azerbaijan terus memburuk, karena diabaikan oleh AS. Lalu orang-orang Kurdi juga tengah berupaya mencari otonomi daerah, dengan keyakinan bahwa Amerika mendukung mereka.
Bangsa kami telah terkena dampak negatif secara politik dan ekonomi akibat krisis ini. Kami harus berdoa memohon belas kasihan dan hikmat Tuhan bagi semua pemimpin dunia. Akan tetapi, Trump berjanji untuk mengubah arah dan mengusahakan perdamaian di kawasan ini, yang akan lebih baik dan lebih adil bagi semua. Presiden Recep Tayyip Erdoğan menyebut Trump sebagai “sahabat saya,” dan hubungan mereka kemungkinan akan memperkuat hubungan bersama negara kami dalam NATO.
Meskipun jemaat gereja telah menderita di bawah beban krisis ini, mereka juga telah membuka pintu baru untuk pelayanan. Banyak pengungsi menjadi percaya kepada Kristus di Turki, dan jemaat kami meliputi orang-orang percaya dari latar belakang Kurdi, Persia, dan Arab.
Transformasi rohani ini akan berlanjut dan akan memperkuat gereja. Tidak ada presiden Amerika yang dapat memberikan dampak negatif pada hal ini.
Inggris
Gavin Calver, direktur utama, Aliansi Injili
Kami sekali lagi harus menanggapi tuduhan dari mereka yang berasumsi bahwa kaum Injili Inggris memadukan politik dan agama dengan cara yang sama seperti mereka yang menyandang label Injili di AS. Politik dan agama akan selalu terkoneksi sampai pada taraf tertentu, namun hubungan simbiosis antara keyakinan seseorang dan keyakinan politiknya, dengan Injili sering dianggap sinonim dengan Make America Great Again (Kembalikan Kejayaan Amerika), telah menjadi masalah besar bagi kami di Inggris.
Sebaliknya, kaum Injili Inggris sama sekali tidak terikat pada afiliasi politik apa pun. Umat Kristen perlu berdoa dan mendukung para pemimpin mereka, tetapi mereka juga perlu mengambil sikap menentang apa yang salah. Kesetiaan kita yang utama haruslah kepada Yesus dan bukan kepada pemimpin nasional.
Saya berharap agar masa jabatan presiden Trump berikutnya akan berbeda, agar kaum Injili di negara saya tidak akan secara keliru dianggap berpihak pada politik dan nasionalisme, dan agar kami dapat terus menjadi orang-orang yang membawa “kabar baik” di Inggris.
Ukraina
Taras M. Dyatlik, direktur keterlibatan, Scholar Leaders
Saya sangat prihatin dengan dampak potensial hasil pemilu AS terhadap pertahanan negara kita terkait agresi Rusia yang tidak beralasan. Ukraina sangat bergantung pada bantuan AS dan keputusan kebijakan luar negerinya, dan saya khawatir perubahan kepemimpinan dapat memengaruhi dukungan penting ini.
Sungguh meresahkan bagi saya melihat beberapa pemimpin Injili Barat menganut narasi yang meremehkan atau membenarkan agresi Rusia, yang sering kali berasal dari kampanye propaganda Rusia yang canggih. Gagasan bahwa “perang akan berhenti ketika Ukraina berhenti membela diri atau ketika Barat berhenti mendukung Ukraina” dan bukannya “perang akan dan harus dihentikan dengan memaksa Rusia meninggalkan wilayah Ukraina,” ini menunjukkan kesalahpahaman yang meresahkan tentang realitas.
Penggunaan retorika dan nilai-nilai Kristen sebagai senjata politik, baik di Rusia maupun AS, juga sangat memprihatinkan bagi saya. Ketika nilai-nilai Kristen terlalu erat berhubungan dengan kekuatan politik, nilai-nilai itu sering kali terdistorsi dan disalahgunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang menyakiti mereka yang rentan.
Terlepas dari kepemimpinan dan kebijakan AS, saya berdoa agar masyarakat internasional akan terus mendukung perjuangan Ukraina untuk eksistensi, nilai-nilai demokrasi, dan martabat manusia.
AMERIKA LATIN
Brazil
Cassiano Luz, direktur eksekutif, Aliansi Injili Brasil
Terpilihnya kembali Donald Trump membawa implikasi penting bagi kaum Injili Brasil.
Trump dianggap sebagai sekutu dan teman Jair Bolsonaro, mantan presiden Brasil, yang mendapat dukungan luas dari kaum Injili. Divonis karena penyalahgunaan kekuasaan politik dan penyalahgunaan media, Bolsonaro saat ini tidak memenuhi syarat untuk dipilih kembali pada tahun 2026 dan menghadapi penyelidikan atas kasus pencucian uang, pemalsuan catatan vaksin, dan hasutan terhadap pemberontakan tahun 2022 yang menargetkan Kongres Nasional Brasil dan gedung-gedung pemerintah lainnya di Brasília. Bolsonaro dan para pendukungnya merayakan terpilihnya kembali Trump, meyakini bahwa tekanan politik Amerika dapat membalikkan ketidaklayakan dia dalam pemilu di Brasil.
Saya percaya salah satu prioritas bagi kami sebagai gereja Injili Brasil adalah memahami faktor-faktor yang membentuk pilihan dan posisi ideologis kita. Sementara banyak penginjil Brasil merayakan terpilihnya kembali Trump karena selaras dengan prinsip-prinsip Injil, saya lebih suka menggemakan kata-kata Ronaldo Lidório: Injil bukanlah Demokrat maupun Republik; tidak selaras dengan Harris maupun Trump. Injil adalah Yesus. “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (1Ptr. 2:11).
Meksiko
Rubén Enriquez Navarrete, sekretaris, Confraternidad Evangélica de Mexico
Donald Trump telah memenangkan pemilihan presiden di Amerika Serikat sekali lagi. Meskipun ia mungkin tidak luput dari celaan, ia adalah orang yang mengakui asal-usul dan prinsip-prinsip Amerika Serikat yang berakar pada Allah dalam Alkitab. Saya percaya Tuhan mengizinkan hal ini karena dua alasan: Memberi gereja kesempatan yang lebih besar untuk menyebarkan Injil dan mendorong refleksi di antara mereka yang telah menjauh dari Tuhan.
Isu migran merupakan keprihatinan utama gereja-gereja Meksiko, dan hasil pemilu pasti akan memengaruhinya. Gereja-gereja Meksiko mengorganisasi upaya untuk mendukung para migran, terutama di perbatasan. Bagi kami, ini bukan masalah melainkan peluang. Meskipun banyak dari mereka yang tiba di perbatasan sebagai orang yang tidak percaya, mereka kemudian sering berpindah keyakinan dan, setelah kembali ke negara asal, mereka membagikan Injil atau mendukung gereja-gereja yang sudah ada.
Bagi umat Kristen Meksiko, tidak ada dampak yang signifikan—hanya rasa bangga karena mengetahui bahwa di AS, pendapat pendeta-pendeta Injili dihargai.
AMERIKA UTARA
Kanada
David Guretzki, presiden dan direktur utama, The Evangelical Fellowship of Canada (EFC)
Oleh karena kedekatan geografis Kanada, peristiwa politik penting di AS memiliki dampak yang lebih besar terhadap iklim politik dan sosial kami. Misalnya, ketika Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan Roe vs Wade, aborsi kembali menjadi topik hangat di Kanada dan menyebabkan pemerintah berjanji untuk memastikan Kanada tidak akan melakukan hal yang sama. Ada banyak kekhawatiran di kedua sisi perdebatan aborsi, meskipun sama sekali tidak ada yang berubah dalam konteks hukum kami. Pembatalan Roe vs Wade membangkitkan kembali keinginan para pendukung pro-kehidupan untuk melihat undang-undang baru ditetapkan, sementara pendukung pro-pilihan berupaya untuk memberikan akses tanpa batas terhadap aborsi.
Meskipun selalu ada perbandingan antara politik AS dan Kanada, kami berusaha mengingatkan umat Kristen Injili bahwa konteks sejarah, agama, sosial, dan politik Kanada adalah unik.
EFC bersyukur bahwa pemilu AS dilaksanakan secara bebas dan tanpa kekerasan atau hilangnya nyawa. Kitab Suci memerintahkan kita untuk berdoa bagi semua orang yang berwenang, apa pun afiliasi politik mereka. Sehubungan dengan hal ini, kami meminta semua pengikut Yesus untuk menaati nasihat ini sambil menunjukkan kesabaran yang penuh kasih terhadap mereka yang mungkin memiliki pandangan politik berbeda.
TIMUR TENGAH
Mesir
Michael El Daba, Direktur Regional Timur Tengah dan Afrika Utara untuk Gerakan Lausanne
Saat dunia menantikan hasil pemilu AS, banyak orang Kristen Mesir berdoa untuk perdamaian. Perang terjadi di perbatasan kami di Gaza, Libya, dan Sudan, dan pemerintah kami telah menambah masalah dengan keputusan kebijakan yang menyebabkan inflasi dan utang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Turis takut berkunjung, sementara para pengungsi telah menemukan tempat aman di sini.
Baik dalam hal hak asasi manusia lokal maupun perdamaian dan stabilitas regional, pemerintahan Biden tidak berbuat banyak untuk membantu. Kami tidak berharap Trump akan jauh berbeda—setidaknya terkait dengan rakyat Mesir. Ia akan menjalankan pendekatan yang sangat transaksional dengan sekutu regional, termasuk Mesir, yang menekankan penjualan senjata, kesepakatan bisnis, dan kerja sama keamanan, sementara sebagian besar mengabaikan keterlibatan politik dan diplomatik berbasis nilai-nilai. Trump mungkin akan mengabaikan teguran ringan sekalipun tentang hak asasi manusia dan kebebasan politik.
Secara positif, dukungan kuat kaum Injili Amerika terhadap Trump dapat membantu kaum Injili Mesir memiliki pengaruh lokal yang lebih kuat. Jika Trump mengejar agenda kebebasan beragama internasional, kami dapat berkontribusi pada kampanye untuk hak-hak minoritas. Hal ini mungkin akan semakin membuka ruang publik bagi partisipasi politik Kristen dan mengatasi kendala administratif dalam pembangunan gedung-gedung gereja.
Iran
Mehrdad Fatehi, pendiri dan direktur eksekutif, Pusat Teologi Pars
Catatan: Fatehi berasal dari Iran dan saat ini tinggal di Inggris.
Bagi sebagian besar orang Iran, kepresidenan Trump adalah berita baik. Trump menekan rezim Iran melalui sanksi, yang melemahkan rezim tersebut secara ekonomi. Di bawah kepemimpinannya, pasukan AS membunuh Qassem Soleimani, orang paling berkuasa kedua di Iran, yang menghabiskan miliaran dolar untuk mendukung Hamas, Hizbullah, dan kelompok proksi Iran lainnya. Banyak warga Iran berharap kebijakan keras ini akan berlanjut.
Sebaliknya, Partai Demokrat telah menyanjungkan rezim Iran dan membantunya tetap berkuasa. Dengan menjabat tangan para pemimpin Islamis, mereka menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Namun ada harapan di mata sebagian besar warga Iran bahwa Trump akan membantu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerang Iran sehingga bangsa Iran dapat menggulingkan pemerintah saat dalam keadaan terlemah.
Rezim Islam saat ini merasa ketakutan, bertanya-tanya bagaimana Trump akan menghadapi Iran. Namun ada pula ketakutan umum akan perang—yang akan membawa kerugian bagi negara dan mungkin tidak membawa hasil yang diharapkan masyarakat. Kebanyakan umat percaya Iran, yang berasal dari latar belakang Islam, kemungkinan besar memiliki pandangan yang sama dengan di atas. Situasi penganiayaan yang mereka alami cukup berat sehingga tanggapan apa pun dari Trump tidak akan memperburuk keadaan.
Bagi banyak orang, Trump memberi rakyat Iran peluang terbaik untuk perubahan positif.
Israel
Danny Kopp, ketua, Aliansi Injili Israel
Banyak kaum Injili pro-Israel dan pro-Palestina yang sebelumnya saling bertentangan dalam kebijakan AS di kawasan ini, justru bersatu dalam harapan mereka bahwa kepresidenan Trump akan menjadi perbaikan dibandingkan pemerintahan Biden. Namun jika ada satu hal yang dapat dikatakan dengan yakin mengenai Trump, hal itu adalah bahwa ia tidak dapat ditebak. Ia mampu mendukung ekskalasi dramatis dalam penggunaan kekuatan melawan musuh-musuh Israel seperti halnya ia mampu menuntut penghentian permusuhan secara cepat yang oleh sebagian kalangan dapat dianggap sebagai tindakan menyerah.
Secara umum, kaum Yahudi Mesianik tidak berharap bahwa Trump akan secara khusus menangani masalah internal mereka sebagai warga negara Yahudi Mesianik di Israel. Mereka terlalu kecil secara demografis untuk menjadi perhatiannya dalam kebijakan khusus. Seperti warga negara Israel lainnya, mereka sebagian besar memikirkan bagaimana pemerintahan Trump akan atau tidak akan mendukung Israel dalam perang tujuh front saat ini.
Pemerintahan Trump yang kedua kali ini mungkin akan melakukan upaya yang disambut baik untuk memperluas Kesepakatan Abraham untuk mencakup Arab Saudi dan bahkan mungkin Palestina dalam menjalin perjanjian damai dengan Israel. Akan tetapi, jika Amerika Serikat meninggalkan sekutu-sekutunya di Ukraina dan Asia Tenggara dalam menghadapi agresi Rusia dan Cina, maka hal itu hanya akan memperkuat poros kekuatan yang—terutama melalui Iran dan sekutunya—telah menjadi pemicu utama kekerasan di Israel, Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak.
Lebanon
Wissam al-Saliby, presiden, Pusat Kebebasan Global 21Wilberforce
Catatan: Saliby berasal dari Lebanon dan saat ini tinggal di AS.
Masyarakat negara asal saya secara historis tidak melihat banyak perbedaan antara kebijakan Partai Republik dan Demokrat terkait Israel dan Lebanon. Namun, banyak warga Lebanon di Lebanon dan di AS mendukung pemilihan Donald Trump karena mereka lebih menyukai “ketidakpastian” dalam masa jabatannya dibandingkan kebijakan pemerintahan saat ini, yang telah membiarkan perang di Timur Tengah terus berlanjut dan meluas.
Bagaimanapun, wilayah ini sedang dikosongkan dari populasi Kristennya karena perang—pertama di Irak, kemudian Suriah, dan sekarang Lebanon. Banyak teman dan keluarga saya yang telah pergi. Lalu umat Kristen Palestina di Tepi Barat terus kehilangan tanah dan mata pencaharian mereka akibat pemukim Israel.
Kami sangat memerlukan proses perdamaian yang menangani keluhan dan ketidakadilan mendasar yang menjadi akar konflik, dan hingga kini kami belum memilikinya.
Selain itu, penghancuran Gaza dan kini sebagian besar Lebanon telah mengikis kredibilitas AS. Jika pemerintah AS mendekati negara berpenduduk mayoritas umat Islam untuk memprotes penganiayaan terhadap umat Kristen di negara tersebut, jawaban yang akan mereka dengar adalah, “Pertama, hentikan dulu perang di Gaza; lalu, kembalilah dan tanyakan kepada kami tentang catatan hak asasi manusia kami.”
Palestina
Jack Sara, presiden, Sekolah Alkitab Bethlehem
Kebijakan AS memiliki pengaruh yang kompleks dan sering kali kontroversial di sini, dengan keputusan-keputusan dari Gedung Putih yang memengaruhi kehidupan sehari-hari dan masa depan kami secara mendalam. Dukungan Trump terhadap kebijakan yang mendukung perluasan Israel dan pengabaiannya terhadap hak-hak orang Palestina menimbulkan kekhawatiran. Hal ini bisa berarti marginalisasi lebih lanjut lagi bagi warga Palestina dan situasi yang semakin sulit bagi orang Kristen yang berusaha menjalankan iman mereka dalam konteks yang tidak stabil ini.
Trump telah menerima dukungan signifikan dari banyak kelompok Injili, meskipun kebijakan dia tampaknya bertentangan dengan nilai-nilai inti keadilan, belas kasihan, dan kerendahan hati yang Kitab Suci perintahkan untuk kita junjung tinggi. Saya menduga bahwa sebagian besar dukungan ini berakar pada ideologi teologis dan politik yang salah arah—Zionisme Kristen—yang melihat kesetiaan tanpa syarat kepada negara Israel sebagai mandat alkitabiah. Banyak kaum Injili yang mungkin memandang Trump sebagai pelindung Israel, mungkin mengabaikan pemerintahan dia sebelumnya terhadap hak-hak orang Palestina dan konsekuensi yang lebih luas bagi perdamaian di Timur Tengah.
Meskipun demikian, saya tetap berharap dan tetap berdoa. Saya berharap pemerintahan Trump dapat bekerja untuk menghentikan perang genosida di Gaza serta invasi darat dan kampanye pengeboman yang meluas di Lebanon. Saya berharap Trump akan berupaya mewujudkan perdamaian yang benar-benar menghormati hak dan martabat semua orang di Tanah Suci dan kawasannya.
OCEANIA
Australia
Simon Smart, direktur eksekutif, Pusat Kekristenan Publik
Pada satu sisi, masa jabatan presiden Trump berikutnya tidak banyak berpengaruh pada kaum Injili di Australia, yang memiliki lanskap keagamaan sangat berbeda dibandingkan dengan AS. Namun sejauh itu mendorong hasrat orang Kristen untuk mengumpulkan kekuatan politik sebanyak mungkin demi mencapai tujuan mereka, hal itu mungkin tidak bermanfaat dalam jangka panjang. Sejarah menunjukkan bahwa sering kali—meski tidak selalu—iman Kristen dan kekuatan politik tidak bercampur dengan baik. Itu pelajaran yang tampaknya sulit dipelajari.
Australia adalah negara yang lebih sekuler daripada Amerika Serikat. Bagi kami yang berupaya meningkatkan pemahaman publik tentang iman Kristen di sini, keterkaitan istilah Injili yang telah berlangsung selama puluhan tahun dengan aliran politik yang dipandang negatif oleh mayoritas warga Australia, tidak membantu upaya tersebut. Kita perlu merangkul sejumlah persepsi yang menjadi penghalang terwujudnya perbincangan konstruktif tentang iman.
Pelaporan oleh Angela Lu Fulton, Bruce Barron, Franco Iacomini, Isabel Ong, Jayson Casper, dan Surinder Kaur.
Diterjemahkan oleh Mellie Cynthia.