Jalan yang Bukan Diperuntukkan bagi Orang yang Lemah Hati

Harga dari Salib di dunia yang mencintai kesenangan.

Christianity Today February 18, 2024
Table Assemblage oleh Michelle Chun. Lukisan cat minyak pada kanvas. 60x50”. 2020-21

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” — Matius 16:24

Dari sejumlah perkataan di Alkitab yang paling menggetarkan, salah satunya adalah perkataan Kristus kepada para murid-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24). Pada titik ini dalam kisah Kesengsaraan Yesus, para murid belum memahami kuasa dari perkataan Kristus. Mereka tentu mengerti apa itu salib dan tahu tentang kengerian penyaliban, tetapi mereka belum mengetahui bahwa Kristus sendirilah yang akan mati di atas alat penyiksaan Romawi ini. Mereka juga belum memahami berbagai bentuk penderitaan yang akan mereka hadapi.

Inti dari kekristenan adalah perintah untuk menyangkal diri. Dalam budaya yang mengajarkan afirmasi diri sendiri, maka untuk mengomunikasikan aspek penyangkalan diri secara efektif tentu saja menjadi semakin sulit. Pemikiran bahwa kita menyangkal diri sebagai tindakan spiritualitas kini menjadi berlawanan dengan intuisi kita. Dalam bukunya A Secular Age, Charles Taylor menyinggung mengenai tantangan penyangkalan diri di zaman modern: “Bagi banyak orang saat ini, mengesampingkan jalan mereka sendiri demi menyesuaikan diri dengan otoritas eksternal sepertinya tidak dapat dipahami sebagai sebuah bentuk kehidupan rohani.”

Penyangkalan diri bukan hanya sulit; tetapi juga rasanya tidak dapat dipahami di zaman kita, zaman di mana pemenuhan diri adalah landasan kehidupan yang baik. Namun iman tidak meminta kita mengabaikan pemenuhan diri—iman hanya mendefinisikan ulang istilah-istilahnya. Menurut Alkitab, kita sebenarnya diciptakan untuk menyangkal diri sendiri, dan dengan menyangkal diri, kita menjadi diri kita yang sebenarnya.

Dunia mendefinisikan pemenuhan diri sebagai sesuatu yang mengalir dari hati yang otentik dari setiap individu, tidak dikendalikan oleh sumber eksternal apa pun. Kekristenan mengajarkan bahwa hati kita jahat dan tidak dapat diandalkan—bahwa kita menginginkan hal-hal yang bukan hanya buruk, tetapi juga jahat bagi kita.

Yesus mengajarkan paradoks bahwa penyangkalan diri adalah afirmasi diri (Mat. 16:25). Hanya saja “diri” dan “afirmasi” di sini ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh keinginan manusia yang bisa salah. Siapa kita (anak-anak Allah) dan apa artinya bagi kita untuk mengalami kepenuhan (persatuan dengan Kristus), tidak bergantung pada kita. Untuk bersama Kristus berarti tidak memiliki keinginan-keinginan yang egois.

Jadi kita harus bertanya: Apa artinya menyangkal diri kita sendiri? Artinya kita berpaling dari dosa. Semua dosa adalah tindakan memilih jalan kita sendiri yang bertentangan dengan kehendak Allah bagi kita. Dosa adalah afirmasi diri yang salah, yang menempatkan keinginan diri sendiri di atas kepentingan sesama kita dan bahkan Allah.

Ketaatan adalah salib yang kita pikul; ini adalah salah satu bentuk penderitaan, meskipun ini adalah penderitaan yang membawa kesembuhan, kedamaian, dan pemulihan. Kita suka membayangkan bahwa ketaatan kepada Tuhan itu tidak menyakitkan, kecuali mungkin dalam kasus penganiayaan. Namun sekalipun saat dunia tidak menghukum kita karena iman kita, memilih untuk tidak berbuat dosa saja sudah termasuk penderitaan. Dalam kasus dosa yang terus berlanjut dan mendarah daging, pertobatan mengharuskan kita menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk; berhenti melakukan ritual-ritual dosa yang sudah biasa dilakukan; berhenti dari ketidaktaatan. Dan itu bisa menyakitkan.

Sebagai contoh (kita sering kurang menyadari hal ini), memilih untuk setia dalam pernikahan mengharuskan kita menyangkal diri dari menikmati keintiman dengan orang lain selain pasangan kita. Bagi sebagian orang, hal ini mudah, tetapi bagi sebagian lainnya ini bisa menjadi penyangkalan diri yang mendalam. Bagaimanapun, dunia ini dipenuhi dengan orang-orang cantik, menarik, dan menyenangkan. Mengatakan “Saya bersedia” berarti mengatakan “Saya menyangkal diri.” Demi pemenuhan janji ini, saya menyangkal diri, menolak pilihan untuk bersama orang lain selain pasangan saya.

Pada masa Prapaskah ini, kita mengingat bahwa bentuk penyangkalan diri ini adalah suatu teladan bagi kehidupan Kristen. Sementara dunia mengingatkan kita betapa nikmat kesenangannya—betapa kita “pantas” mendapatkannya, dan mengapa menuruti keinginan kita sama dengan mengasihi diri sendiri—kita justru menyerahkan diri kepada Kristus. Keserakahan, kesombongan, iri hati, hawa nafsu, kerakusan—semua dosa yang kita temukan pada diri kita sendiri lebih mudah untuk diterima sebagai kesenangan, dan untuk mengikut Kristus kita harus menyangkali semuanya. Semua itu adalah kesenangan yang merugikan kita, tetapi pada awalnya, seperti roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi, semua itu lezat rasanya (Ams. 9:17).

Jalan kristiani bukanlah untuk orang yang lemah hati. Jalan ini menuntut keberanian, kerendahan hati, dan pengorbanan diri yang besar. Namun kita memiliki Juru Selamat setia yang menjadi teladan bagi kita, yang mengetahui harga dari penyangkalan dan keelokan dari kesetiaan. Dan kesetiaan itu indah. Kristus yang sama, yang menderita di kayu salib, telah dimuliakan di dalam tubuh-Nya. Demikian pula, ketika kita menyangkal diri, kita dimuliakan di hadapan Allah. Kita menerima damai sejahtera yang berasal dari menyangkal keinginan-keinginan dosa kita dan bersukacita di dalam Allah.

Renungkan



1. Bagaimana kekristenan mendefinisikan ulang pemenuhan kebutuhan diri yang berbeda dengan pandangan sekuler tentang hal ini?
2. Selama masa Prapaskah, Tuhan mengingatkan Anda untuk menyangkal diri di area apa saja melalui renungan ini? Bagaimana area-area tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan kita selama masa Prapaskah ini?

O. Alan Noble adalah profesor bahasa Inggris di Oklahoma Baptist University, penasihat Christ and Pop Culture dan penulis tiga buku.

Diterjemahkan oleh Denny Pranolo.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Our Latest

News

Wafat: Andar Ismail, Penulis Produktif yang Membuat Teologi Menjadi Sederhana

Dengan seri Selamat karyanya, pendeta Indonesia ini menulis lebih dari 1.000 cerita pendek yang menyoroti kehidupan dan ajaran Yesus.

Kematian karena Swafoto

Kita tidak akan pernah melihat kemuliaan Tuhan jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri.

Mengapa Ada Begitu Banyak Teolog yang Marah?

Teologi seharusnya menghasilkan buah Roh, bukan perbuatan daging.

Silsilah Alkitab Memberitakan Kabar Baik

Pohon keluarga Yesus menyampaikan lebih dari sekadar pelajaran sejarah.

Kesengsaraan Perlu menjadi Bagian dalam Khotbah Kita

Matthew D. Kim percaya bahwa membahas tentang penderitaan adalah bagian dari panggilan seorang pengkhotbah.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube