Harapan yang Sejati

Renungan Adven, 15 Desember 2021.

Christianity Today December 15, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 3: Pengorbanan & Keselamatan


Tuhan berbicara melalui para nabi di Perjanjian Lama, menggunakan kata-kata puitis dan penggambaran, untuk mengutarakan pengharapan akan keselamatan. Minggu ini, kita merenungkan nubuatan-nubuatan yang menunjuk kepada Mesias—sang Hamba, Terang, Pribadi yang dijanjikan Allah dan yang dirindukan oleh umat-Nya.

Baca Yesaya 42:1–7

Terkadang kita lupa bahwa kita adalah pembuat berhala. Kita mencondongkan diri pada berhala kekuasaan, kekayaan, kebanggaan, orang-orang, institusi, informasi yang salah, dan tradisi. Dan terkadang kita juga lupa bahwa Tuhan tidak diam dalam menghadapi penyembahan berhala dan kejahatan. Ia menyingkapkan janji-janji kosong mereka dan menyatakan Kristus sebagai penyembuh bagi tendensi kita yang senang membuat berhala.

Dalam Yesaya 42, Tuhan menanggapi penyembahan berhala yang kosong dan dewa-dewa palsu yang tidak berarti. Berhala dan dewa-dewa itu telah Ia bicarakan di pasal sebelumnya ketika mengumumkan tentang kedatangan hamba yang diperkenan dan dipilih-Nya, di mana Roh-Nya bersemayam. Tuhan berjanji, tidak seperti berhala yang lemah dan tak berdaya, hamba yang setia itu akan membawa keadilan bagi seluruh dunia. Ia tidak akan menginjak yang rentan, juga tidak akan menyombongkan diri dalam keangkuhan. Sebaliknya, belas kasihan-Nya yang lembut akan ditunjukkan kepada mereka yang lemah, terluka, atau yang imannya goyah.

Saat ini ada begitu banyak hal yang terjadi di dunia, yang membuat kita mempertanyakan di mana Allah ketika daya tarik berhala memperdaya bahkan kepada orang yang paling setia sekalipun. Kita bertanya di mana Allah ketika ketidakadilan menyelimuti dunia seperti awan gelap, dan ketika orang yang lemah hampir tidak bisa bernapas karena seruan tangisan mereka untuk beroleh kelegaan telah membuat mereka menjadi lelah. Perikop ini mengingatkan kita bahwa hamba yang dijanjikan itu kelak akan mengambil semua yang salah di dunia dan memperbaikinya. Ia dipilih Allah untuk membawa keadilan dengan kerendahan hati dan kasih. Ia dipanggil oleh Allah untuk menjadi kovenan bagi umat-Nya. Dialah perantara yang tak bercacat untuk melaksanakan firman dan kehendak Allah.

Dalam Matius 12:15–21, setelah Yesus menyembuhkan banyak orang yang adalah bagian dari kumpulan besar orang yang mengikuti-Nya, firman Tuhan mengatakan bahwa ini terjadi “…supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya” dalam Yesaya 42:1–4.

Semua janji Allah bersemayam di dalam Yesus dan digenapi di dalam Dia (Mat. 5:17; 2Kor. 1:20). Yesus mewujudkan kebenaran, keadilan, kebajikan, kesetiaan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan buah Roh. Bagi semua orang yang memanggil Dia “Tuhan,” melalui kesatuan dengan-Nya, maka hidup kita harus mencerminkan hal yang sama—walaupun tidak sempurna. Hanya Yesus yang berkuasa untuk membawa bangsa-bangsa keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib. Hanya Yesus yang dapat membebaskan orang-orang yang tertawan dari dosa dan kegelapan.

Pada masa Adven ini, saat kita merenungkan tentang kesetiaan Allah dalam mengutus hamba-Nya, kiranya kita mengingat bahwa sementara keadilan ditegakkan di kayu salib, itu juga merupakan realitas masa depan yang kita rindukan saat kita menantikan Kedatangan Kristus yang Kedua.

Kristie Anyabwile adalah editor dari His Testimonies, My Heritage dan penulis buku Literarily: How Understanding Bible Genres Transforms Bible Study (Maret 2022).

Renungkan Yesaya 42:1–7. (Opsi: Baca juga Yesaya 41)


Apa yang menarik perhatian Anda dalam gambaran tentang sang hamba ini?
Bagaimana Yesus menggenapi semua janji ini?
Dalam doa, akuilah tentang bagaimana cara Anda menaruh harapan pada berhala-berhala zaman sekarang. Mintalah Allah membantu Anda agar menaruh harapanmu hanya kepada-Nya.

Diterjemahkan oleh: Budi Martono Winata

Membawa Kita Pulang ke Rumah

Renungan Adven, 14 Desember 2021.

Christianity Today December 14, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 3: Pengorbanan & Ketelamatan


Tuhan berbicara melalui para nabi di Perjanjian Lama, menggunakan kata-kata puitis dan penggambaran, untuk mengutarakan pengharapan akan keselamatan. Minggu ini, kita merenungkan nubuatan-nubuatan yang menunjuk kepada Mesias—sang Hamba, Terang, Pribadi yang dijanjikan Allah dan yang dirindukan oleh umat-Nya.

Baca Yesaya 12:2–6; 52:7–10 & Zefanya 3:14–20

Ketika mendengar kata “rumah,” apa yang terlintas di benak Anda? Bagi sebagian orang, kata itu memicu trauma. Bagi yang lain, kata itu membuat mereka merasakan perasaan campur aduk terhadap angan dan ingatan mereka tentang rumah. Sebagian orang merasa gelisah kalau pergi dari rumah, sedangkan yang lain, tidak pernah betah di rumah. Dan, tentu saja, ada banyak orang yang sangat menyukai rumah, yang tidak sabar untuk segera pulang. Bahkan banyak yang menganggap diri mereka “orang rumahan.”

Merindukan rumah-tempat di mana kita seharusnya berada-adalah bagian dari kondisi manusia. Ini adalah tempat di mana kita bisa menjadi diri sendiri, dikenal dan dicintai, dan di mana kita merasa betah. Rumah seharusnya adalah tempat yang damai, di mana kita merasa nyaman, bukan merasa was was. Rumah adalah tempat yang aman. Pada akhirnya, dalam hal tertentu, kita semua rindu untuk menjadi orang rumahan.

Dalam Zefanya 3:20, Tuhan berfirman, “Pada waktu itu Aku akan membawa kamu pulang, yakni pada waktu Aku mengumpulkan kamu.” Tuhan berjanji suatu hari nanti akan membawa pulang umat-Nya di seluruh dunia. Ini adalah rumah kegembiraan dan pujian karena segala yang Allah telah genapkan melalui keselamatan-Nya (Yes. 52:9, 10). Ini adalah rumah tempat perayaan, terbuka bagi semua orang. Ini adalah suatu pesta selama berabad-abad karena apa yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan benar-benar terjadi (Zef. 3:14-15).

Tempat ini dipenuhi dengan kegembiraan dan pujian. Ini merupakan tempat perlindungan, di mana Allah adalah “kekuatan dan keselamatan” kita (Yes. 12:2). Dalam rumah ini, orang yang rendah, tertindas, dan terpencar, dapat kembali pulang ke tempat di mana keadaan mereka dipulihkan seperti sedia kala (Zef. 3:19-20). Dalam setiap perikop ini, Tuhan berbicara kepada orang-orang tertentu, di waktu dan tempat tertentu. Tetapi nubuat-nubuat ini juga berkembang melampaui konteks dekatnya, karena “pulang ke rumah” adalah bagian tak terpisahkan dari keselamatan itu sendiri.

Yesus menggemakan pandangan tentang rumah ini ketika Ia berkata, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia” (Yoh. 14:23). Dan sebelumnya, di Yohanes 14:3, Yesus memberi tahu kita bahwa Ia sedang menyiapkan sebuah tempat, rumah, hanya untuk kita.

Kita adalah rumah bagi Tuhan. Kita merasa betah di dalam Tuhan, dan Tuhan sedang mempersiapkan rumah bagi kita. Tetapi tidak hanya di waktu yang tak tentu di masa depan; melainkan di sini dan sekarang ini, kita dapat menemukan kemiripan dari rumah dan menjadi rumah Tuhan bagi orang lain. Kita dapat “memberitakan kabar baik” dan mengundang orang lain untuk bergabung dengan kita (Yes. 52:7). Siapakah yang tidak ingin berada di rumah seperti itu?

Marlena Graves adalah seorang mahasiswa doktoral dan asisten profesor seminari. Ia merupakan penulis beberapa buku, di antaranya The Way Up Is Down: Becoming Yourself by Forgetting Yourself.

Renungkan Yesaya 12:2–6; 52:7–10; Zefanya 3:14–20.


Bagaimana nubuatan ini memperluas visi Anda tentang keselamatan dan maknanya, serta apa yang Yesus tawarkan?
Bagaimana Anda memberitakan kabar baik tentang rumah ini kepada orang lain?
Berdoa dan ungkapkanlah rasa syukur dan penyembahan Anda kepada Tuhan.

Diterjemahkan oleh: Budi Martono Winata

Seperti apa Harapan itu?

Renungan Adven, 13 Desember 2021.

Christianity Today December 13, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 3: Pengorbanan & Keselamatan


Tuhan berbicara melalui para nabi di Perjanjian Lama, menggunakan kata-kata puitis dan penggambaran, untuk mengutarakan pengharapan akan keselamatan. Minggu ini, kita merenungkan nubuatan-nubuatan yang menunjuk kepada Mesias—sang Hamba, Terang, Pribadi yang dijanjikan Allah dan yang dirindukan oleh umat-Nya.

Baca Yesaya 11:1-5 & Yeremia 33:14-16

Saya memiliki tiga anak perempuan, dan saya sering terheran-heran memikirkan mereka. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana seluruh dunia saya itu—kehidupan, identitas, dan masa depan ketiga putri saya—dihasilkan dari telur mikroskopis yang telah dibuahi. Bagaimana mungkin keajaiban dan misteri kehidupan manusia dapat terjadi? Hanya Tuhan yang tahu.

Sejak zaman nabi Yesaya hingga Yeremia, generasi bangsa Israel di kerajaan Utara maupun Selatan mengalami kehancuran, baik tanah, penghidupan, keluarga, dan mata pencaharian mereka. Semua ini merupakan hukuman Tuhan atas dosa-dosa mereka. Segala harapan untuk hasil yang baik telah hilang. Terlalu banyak generasi yang telah mengalami kematian dengan berbagai cara yang berbeda. Hal ini membuat mereka sulit memercayai bahwa keadaan mereka akan berbeda pada akhirnya. Namun mereka masih merindukan seorang Juru Selamat untuk menyelamatkan mereka, seorang Mesias untuk membebaskan mereka dari cengkeraman musuh.

Ketika harapan lenyap, saat mereka hidup sebagai orang asing yang tertindas di kerajaan yang penuh kehancuran, nabi Yesaya dan kemudian nabi Yeremia sama-sama berbicara tentang pengharapan. Melalui kedua nabi tersebut, Tuhan menyampaikan janji pengharapan ini, yang digambarkan sebagai suatu tunas yang muncul “dari tunggul Isai,” seperti “Tunas keadilan” yang tumbuh dari keturunan “Daud” (Yes. 11:1; Yer. 33:15).

Generasi demi generasi berlalu sebelum harapan yang dijanjikan Tuhan itu muncul.

Namun Ia memenuhi janji-Nya, melalui kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus. Ketika generasi umat Tuhan bertanya-tanya, apakah Tuhan akan muncul? Tepat pada waktunya, Yesus datang. Yesus, yang adalah “TUHAN keadilan kita” (Yer. 33:16), pada diri-Nya berdiam Roh Allah, Pribadi yang penuh dengan kebenaran dan keadilan.

Dalam kemanusiaan-Nya, Yesus lahir dari benih ilahi yang dipercayakan kepada Yusuf dan Maria. Yesus adalah tunas kecil yang keluar dari tunggul Isai. Ia menguasai dunia dan segala isinya—karena di dalam Dia dan oleh Dia “segala sesuatu dijadikan” dan “segala sesuatu ada di dalam Dia” (Yoh. 1:3; Kol. 1:17). Sekali lagi, saya berhenti sejenak dalam keheranan dan kekaguman.

Sama seperti saya tidak dapat memahami keajaiban eksistensi ketiga putri saya, saya pun tidak dapat memahami misteri keselamatan dari Tuhan, atau waktu Tuhan (kepada siapa, apa, di mana, dan mengapa). Tetapi saya sungguh tahu bahwa Allah menepati janji-Nya, baik dalam sejarah, kepada umat-Nya maupun kepada perorangan. Tuhan selalu hadir.

Selalu. Dia hadir ketika kita kurang mengharapkan-Nya dan dengan cara yang tidak kita duga—ketika semua harapan tampak hilang. Memang, Tuhan kita muncul seperti tunas kecil di hutan yang telah terbakar habis. Perhatikanlah itu.

Marlena Graves adalah seorang mahasiswa doktoral dan asisten profesor seminari. Ia merupakan penulis beberapa buku, di antaranya The Way Up Is Down: Becoming Yourself by Forgetting Yourself.

Renungkan Yesaya 11:1–5 dan Yeremia 33:14–16.


Harapan apa yang ditawarkan bagian firman ini?
Apa yang mungkin dipikirkan atau direnungkan oleh para pembaca asli dari nubuatan-nubuatan ini?
Berdoa dan renungkanlah tentang tumbuhnya tunas harapan dan keselamatan yang dijanjikan Tuhan bagi umat-Nya.

Diterjemahkan oleh: David Alexander Aden

Tuhan yang Menderita

Renungan Adven, 12 Desember 2021.

Christianity Today December 12, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 3: Pengorbanan & Keselamatan


Tuhan berbicara melalui para nabi di Perjanjian Lama, menggunakan kata-kata puitis dan penggambaran, untuk mengutarakan pengharapan akan keselamatan. Minggu ini, kita merenungkan nubuatan-nubuatan yang menunjuk kepada Mesias—sang Hamba, Terang, Pribadi yang dijanjikan Allah dan yang dirindukan oleh umat-Nya.

Baca Yesaya 52:13–53:12

Selama masa Adven, mudah untuk membuat sentimental tentang Inkarnasi. Kita membayangkan Tuhan yang menjelma menjadi manusia dalam rupa bayi bersama ibu-Nya; kita menantikan pelayanan-Nya sebagai “Penasihat Ajaib” dan “Raja Damai” (Yes. 9:5). Benar ini adalah aspek-aspek sejati dari identitas dan kemanusiaan Yesus, dan tentu saja merupakan tema-tema alkitabiah yang sesuai untuk suasana akhir tahun ini. Tetapi kata-kata nubuatan nabi Yesaya di bagian akhir syair tentang sang Hamba—yang menggambarkan kedatangan seorang hamba Tuhan yang setia memimpin banyak bangsa—memperluas pemahaman kita tentang kehidupan inkarnasi Kristus: Yesus lahir untuk menderita dan mati.

Jalan Yesus menuju kemuliaan tidaklah mudah. Alih-alih diterima oleh dunia, Ia malah dihina dan dihindari (53:3). Alih-alih ditinggikan sebagai raja, Ia malah disiksa dan dibunuh (53:5, 9). Ini bukan sekedar tragedi kemanusiaan—ini adalah bagian misterius dari rencana ilahi (53:10). Penderitaan sukarela yang Kristus jalani mengungkapkan kesediaan-Nya, bukan hanya untuk menjadi Imam Besar kita, melainkan juga sebagai anak domba korban sembelihan.

Realitas yang mendalam ini lebih dari sekadar konsep teologis. Yesus menderita sebagai manusia dalam tubuh jasmani, yang turut merasakan aspek dari pengalaman manusia yang paling menyakitkan dan kelam. Ia tahu apa artinya disiksa dan dihina (52:14), ditindas dan ditinggalkan (53:7). Dalam inkarnasi, Yesus mengidentifikasikan diri dengan kita, bahkan dalam bentuk penderitaan kita yang terburuk. Bagi mereka yang mengalami masa liburan sebagai suatu hal yang menyakitkan atau kesepian, aspek kehidupan Yesus ini bisa sangat menghibur. Tidak ada tragedi kemanusiaan yang melampaui pemahaman-Nya atau solidaritas-Nya.

Tetapi Yesaya juga menjelaskan bahwa kisah Yesus tidak berakhir dengan penderitaan dan kematian. Sebaliknya, penderitaan-Nya adalah sarana yang harus Ia lalui agar mencapai kemenangan-Nya: “Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas.” (Yes. 53:11). Ini lebih dari sekedar pembenaran personal. Sebagai hamba Tuhan yang adil, Yesus menegakkan keadilan dan penebusan bagi bangsa-bangsa di bumi. Dengan kata lain, Yesus turut serta dalam penderitaan kita sehingga kita dapat turut serta dalam kebangkitan-Nya. Segala luka-Nya menebus luka kita dan menjadi sumber kesembuhan kita (53:5).

Saat kita merenungkan Inkarnasi dalam segala keindahannya, kita juga bisa bersyukur atas ketabahan Yesus yang telah berinkarnasi. Yesus turun dari surga dan kemudian melangkah lebih jauh lagi: sampai pada rasa malu dan penderitaan manusia yang terdalam. Ia melakukan ini demi kita. Dan ketika kita berjumpa dengan-Nya dalam penderitaan, dosa, dan rasa malu kita sendiri, kita dapat meyakini bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita di sana—karena oleh bilur-bilur-Nya kita disembuhkan.

Hannah King adalah seorang imam dan penulis di Anglican Church, Amerika Utara. Ia melayani sebagai pendeta di Village Church di Greenville, Carolina Selatan.

Renungkan Yesaya 52:13–53:12.


Apa yang paling menarik perhatian Anda?
Bagaimana nubuatan puitis ini memperdalam pemahaman Anda dengan Injil?
Berdoalah, renungkan bagaimana deskripsi mengerikan tentang apa yang akan diderita sang Hamba ini sangat penting dalam perayaan Adven kita.

Diterjemahkan oleh: David Alexander Aden

Lihatlah Anak Domba Allah

Renungan Adven, 11 Desember 2021.

Christianity Today December 11, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Yohanes 1:29–34

Perjanjian Lama penuh dengan para gembala. Abraham adalah seorang gembala, seperti halnya Yakub dan Rahel, serta Musa, raja Daud, dan nabi Amos. Penggembalaan adalah pekerjaan penting karena komunitas umat Allah dalam Perjanjian Lama membutuhkan domba. Mereka membutuhkan anak domba, anak domba yang banyak, untuk memenuhi kebutuhan kurban kepada Tuhan.

Pikiran tentang pembantaian anak domba yang tampaknya tak berujung itu bisa meresahkan bagi kita. Bayangkan betapa meresahkannya bagi mereka yang berpartisipasi dalam persembahan berdarah ini! Namun karena dosa, Tuhan menuntut pengorbanan.

Ia menuntut persembahan seekor anak domba. Tetapi bukan sembarang anak domba.

Anak domba itu harus bersih, tanpa cacat atau cela (Im. 22:21-22). Dengan kata lain, anak domba itu haruslah sempurna.

Meskipun umat Tuhan ditugaskan untuk memilih anak domba yang paling sempurna, anak-anak domba itu tidak pernah cukup sempurna. Pengorbanan anak-anak domba itu menutupi dosa, tetapi mereka tidak pernah benar-benar bisa menghapusnya (Ibr. 10:4).

Setiap tangisan anak domba yang dikorbankan di Perjanjian Lama, dalam beberapa hal merupakan tangisan kerinduan akan Anak Domba Allah yang benar-benar sempurna.

Seruan ini berlanjut dari generasi ke generasi sampai suatu hari, Yohanes Pembaptis melihat Yesus berjalan ke arahnya dan mendeklarasikan, “Lihat, Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia!” (Yoh. 1:29). Pada saat itulah, Yohanes Pembaptis menjawab pertanyaan tajam yang diajukan Ishak kepada ayahnya, Abraham, yang bergema selama berabad-abad: “Di mana anak domba itu?” Abraham telah menjawab Ishak, “Allah sendiri yang akan menyediakan anak domba itu” (Kej. 22:7-8).

Pada tepi sungai itu, Yohanes Pembaptis menyatakan Yesus sebagai Anak Domba yang disediakan Allah, sesuai janji-Nya. Lihatlah, Anak Domba Allah yang sempurna, yang tak bernoda dan tak bercacat (lih. 1Ptr. 1:18–19).

Kita tidak mencari anak domba lagi. Ia telah datang. Yesus Kristus adalah Anak Domba yang dikorbankan—disalibkan—menggantikan kita (1Kor. 5:7). Ia adalah Anak Domba yang “tertikam oleh karena pemberontakan kita” dan “diremukkan oleh karena kejahatan kita” (Yes. 53:5). Yesus adalah Anak Domba, satu-satunya Anak Domba, yang sekali dan untuk selamanya berkorban karena dosa-dosa kita (Ibr. 10:12).

Yohanes memberi kesaksian tentang fakta bahwa Yesus adalah “Anak Allah” (Yoh. 1:34).

Bayi yang telah lahir, yang dinyatakan oleh Yohanes, juga adalah “Anak Domba, yang telah disembelih” (Why. 13:8). Hari ini, ketika kita menyembah Tuhan, kiranya kita menggemakan kata-kata kenabian dari Yohanes: Lihatlah Anak domba Allah!

Anthony J. Carter adalah gembala jemaat dari East Point Church di East Point, Georgia. Ia merupakan penulis dari beberapa buku, di antaranya Dying to Speak dan Running from Mercy.

Baca Yohanes 1:29–34. (Opsi: Renungkan juga Yoh. 1:6–8; 1Kor. 5:7;
1Ptr. 1:18–19.)


Bagaimana ajaran Yohanes tentang dosa dan pertobatan berhubungan dengan kesaksiannya tentang Yesus?
Bagaimana respons Anda terhadap Yesus ketika Anda merenungkan identitas-Nya sebagai Anak Domba Allah?

Diterjemahkan oleh: Joseph Lebani

Anugerah yang Menakjubkan dan Menyucikan

Renungan Adven, 10 Desember 2021.

Christianity Today December 10, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Matius 3:1–12

Penulis Injil Matius menyajikan konteks sejarah pelayanan Yohanes Pembaptis dengan penunjuk waktu sederhana: “Pada waktu itu” (ay. 1). Dengan membaca pasal sebelumnya (sama seperti di Lukas 3), maka kita akan memahami bahwa waktu-waktu itu merupakan masa para pemimpin megalomaniak–seperti raja Herodes Agung yang, dengan haus darah, membunuh banyak anak laki-laki di Betlehem. Setelah Herodes wafat dan putranya naik tahta, Yusuf tetap merasa cemas akan nasib keluarganya dan memindahkan mereka ke Nazaret “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret” (2:23).

Injil Matius sangat menekankan pemenuhan nubuatan janji Allah. Berulangkali Matius menekankan tentang “Allah berfirman–dan hal itu digenapi.” Namun tentu saja pengertian ini sulit dipercaya ketika kenyataan tampaknya menunjukkan bahwa kejahatan sedang menang. Contohnya ketika banyak anak laki-laki mati di tangan seorang raja yang lalim, maka bisakah kita percaya bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat seperti yang dikhotbahkan Yohanes Pembaptis (3:2)?

Yohanes Pembaptis menyerupai figur Elia di Perjanjian Lama, dengan berjubahkan bulu unta, makanannya belalang dan madu hutan. Elia juga adalah seorang nabi yang melayani pada masa rezim yang kejam. Raja Ahab, sama seperti Herodes, tega membunuh demi ambisinya.Setelah kemenangan dramatis Elia atas para nabi Baal, ratu Izebel menawarkan hadiah untuk kepala Elia.

Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat. Kalimat ini pada dasarnya merupakan khotbah yang dibawakan oleh semua nabi Allah, dan dengan anugerah Allah, ini perkataan yang muncul di masa kegelapan. Ini adalah sebuah kabar baik: Akan ada pergantian pemerintahan. Pernyataan yang dikhotbahkan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus ini, menjelaskan bahwa Raja yang lain akan segera naik tahta. Seperti yang disampaikan nabi Yesaya ratusan tahun sebelumnya, berbeda dengan pemerintahan raja Ahab atau Herodes, pemerintahan sang Raja baru ini akan menjadi pemerintahan damai sejahtera (Yes. 9:6-7).

Untuk mengikut Yesus yang adalah Raja, bukan sekedar untuk diselamatkan oleh Dia, melainkan juga harus diubahkan oleh-Nya. Menurut rasul Paulus, firman Tuhan memberitahu kita bahwa Yesus “telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” (Tit. 2:14).

Kita tahu cara kerja anugerah Allah yang luar biasa, yang menyelamatkan dan menyucikan ketika umat Allah berbalik dari dosa dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.

Jika Adven merupakan terang yang terbit, maka pertobatan merupakan kebiasaan berjalan di dalam terang itu sehari-hari.

Jen Pollock Michel adalah seorang penulis, pembaca acara siniar, dan pembicara yang berbasis di Toronto. Ia penulis dari empat buku, di antaranya A Habit Called Faith dan Surprised by Paradox.

Renungkan Matius 3:1–12.


Bagaimana gagasan tentang Kerajaan Sorga “sudah dekat” (ay. 2) ini menambahkan konteks pada panggilan pertobatan dari Yohanes Pembaptis?
Apa yang disingkapkan dari pernyataan tersebut tentang Yesus?
Bagaimana pernyataan itu memperkaya pemahaman Anda mengenai Injil?
Dan tentang anugerah yang menyucikan?

Diterjemahkan oleh: Joseph Lebani

Kabar Baik yang Serius

Renungan Adven, 9 Desember 2021.

Christianity Today December 9, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Lukas 3:7–18

Khotbah Yohanes Pembaptis yang berkobar-kobar tentang pertobatan bukanlah “Injil ABC.”

Yohanes tidak ingin orang hanya mengaku (A: Admit) dosa mereka, percaya (B: Believe) pada Yesus, dan mengikrarkan (C: Confess) iman mereka kepada-Nya. Menurut Yohanes, pertobatan menghasilkan perubahan hidup. Kasihilah orang miskin! Jujurlah! Jalankan bisnismu dengan integritas! Tidak ada toleransi bagi keagamaan yang main-main. Ikut serta dalam baptisan Yohanes berarti menyerahkan diri pada pembersihan rohani dan moral, dan menurut Lukas, ini adalah “Kabar Baik” (ay. 18, BIS)!

Ketaatan pada Allah selalu menjadi inti panggilan Israel. Status mereka sebagai keluarga Allah tidak bergantung pada performa keagamaan mereka. Sebaliknya, identitas mereka sebagai kepunyaan Allah yang berharga menjadi dasar panggilan mereka untuk taat. Melalui keluarga Abraham, umat Allah mewakili Tuhan di dunia ini: kekudusan-Nya, belas kasihan-Nya, kasih-Nya yang tak berkesudahan, dan kesetiaan-Nya. “Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus,” kata Allah kepada Musa sebelum memberi Sepuluh Perintah-Nya (Kel. 19:6). Namun Israel gagal dalam panggilan itu, jatuh ke dalam pemberhalaan dan diusir dari Tanah Perjanjian.

Meski mereka akhirnya kembali ke Tanah Perjanjian, pendudukan Romawi masih merupakan bentuk pengasingan. Jadi ketika Yohanes menyerukan pertobatan, tentang berbalik, hal itu mengingatkan mereka akan berkat Tuhan dan panggilan mereka—dan orang banyak berbondong-bondong untuk mendengarkan.

Respons antusias terhadap bahasa Yohanes yang pedas tampak mengejutkan. Ia bukan televangelis yang menawan. Teks khotbahnya tidak dipenuhi basa-basi yang menenangkan; tidak pula menjajakan cara menghindari isu moral atau agar santai terhadap “murka [Allah] yang akan datang” (Luk. 3:7). Khotbahnya jelas berkata: Setiap kalian bersalah atas dosa, dan dosa akan dihakimi. Mengingat budaya kita yang menghargai diri, kita mungkin bertanya, siapa yang mau ikut pembicaraan rohani yang tanpa basa-basi ini. Tetapi, seperti yang kita tahu, jika kanker menggerogoti paru-parumu, Anda ingin kanker itu disingkirkan.

Atau, seperti yang Yohanes katakan, kesehatan rohani tidak mungkin tanpa kapak (ay. 9).

Ada kasih dalam peringatan ini, dan belas kasihan dalam keseriusan ini, serta pengharapan yang melampaui usaha diri sendiri. Allah juga mengutus Pembaptis lain (ay. 16), yang akan memungkinkan pertobatan sejati. “Jika saya diberitahu, berulang-ulang, untuk bertobat, berubah, dan mengarahkan hidup saya kepada Tuhan, tidak akan terjadi apa-apa,” tulis Fleming Rutledge dalam buku Advent. “Saya tidak perlu mendengar nasihat untuk bertobat. Saya butuh kekuatan dari luar diri untuk mengubah saya.” Ketika Mesias datang, Ia akan membaptis para pengikut-Nya dengan Roh-Nya, dan tak satu pun dari mereka yang akan tetap sama.

Jen Pollock Michel adalah seorang penulis, pembaca acara siniar, dan pembicara yang berbasis di Toronto. Ia penulis dari empat buku, di antaranya A Habit Called Faith dan Surprised by Paradox.

Renungkan Lukas 3:7–18.


Mengapa pesan konfrontatif Yohanes disebut “kabar baik”?
Apa yang perlu Anda perhatikan dari perkataan Yohanes?
Berdoalah, minta Roh Kudus bekerja dalam dirimu, agar menghasilkan buah di hidupmu yang mencerminkan pertobatan.

Diterjemahkan oleh: Ivan K. Santoso

Pertobatan Menjadi Mungkin

Renungan Adven, 8 Desember 2021.

Christianity Today December 8, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Lukas 3:1–6

Dalam imajinasi orang Yahudi, pertobatan adalah sarana memulihkan berkat Tuhan.

Meski pertobatan mengingatkan orang akan dosanya, namun itu tetap merupakan kabar baik. Kita melihat ini dengan jelas di kitab Ulangan. Saat Musa menyampaikan ulang ketentuan kovenan yang dibuat Allah dengan Israel, ia mengingatkan umat Allah bahwa dosa akan selalu menghancurkan mereka. Dengan kesadaran akan bahaya bagi mereka sendiri, ia berkata bahwa mereka “menyangka dirinya tetap diberkati, dengan berkata: Aku akan selamat, walaupun aku berlaku degil” (29:19). Namun terlepas dari yang orang pikir tentang kesenangan dari dosa, dosa selalu menjadi penyebab malapetaka—seperti yang dipelajari Israel dengan cara yang keras.

Pertobatan adalah panggilan untuk berbalik dari dosa kita dan beralih kepada Tuhan. Dengan kata lain, pertobatan adalah panggilan untuk berbalik dari sikap menyakiti diri sendiri dan beralih pada penyelamatan diri. Pertobatan adalah tindakan yang menyelamatkan nyawa.

Tetapi sebagaimana pesan Yohanes mengingatkan kita, perubahan ini hanya dimungkinkan karena Allah mengirim “firman” kepada “Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun” (Luk. 3:2). Kabar baik yang diberitakan adalah bahwa Tuhan sendiri telah mempersiapkan jalan bagi umat Allah untuk kembali kepada-Nya. Selama masa Adven, kita mengingat bahwa pertobatan menjadi mungkin karena Allah membuat firman itu menjadi manusia—dan mengutus Dia untuk menyatakan, melayani, dan menyelamatkan.

Kita sering tergoda untuk membayangkan dunia kuno di Alkitab sebagai dunia yang lebih asing dari dunia kita. Dalam frasa seperti, “Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius” (Luk. 3:1), mengingatkan kita akan kata-kata membosankan dari guru sejarah di sekolah. Tetapi Injil Lukas memperkenalkan kita pada dunia yang bisa dikenali.

Sebuah dunia di mana hasrat untuk kekuasaan, selebritas, dan kekayaan menjadi yang utama. Pada dunia kuno ini, kekuasaan politik dibenarkan. Misalnya, pada 19 Masehi Kaisar Tiberius mengasingkan komunitas Yahudi dari Roma—hanya karena ia menginginkannya.

Selain itu, di dunia ini, kesetiaan beragama dikorupsi oleh kompromi politik. Para arkeolog percaya bahwa mereka telah menemukan rumah Kayafas—rumahnya yang bertingkat, dengan instalasi air, dan lantai mosaik, semuanya itu menyatakan kedekatan sang imam besar dengan pihak yang berkuasa. Sangat mirip dengan dunia kita, dunia ini menunggu untuk diselamatkan.

Yohanes Pembaptis mungkin adalah anggota salah satu komunitas suci yang kecil, yang meninggalkan Yerusalem karena korupsi tersebut. Dari padang gurun, Yohanes memberitakan tentang “baptisan pertobatan untuk pengampunan dosa” (ay. 3, AYT) dan menyerukan dengan keras tentang keselamatan (ay. 6). Sebagai pendahulu Yesus, Yohanes membuka jalan bagi orang-orang untuk melihat apa yang tidak pernah bisa diberikan oleh Roma, terlepas dari segala janjinya.

Jen Pollock Michel adalah seorang penulis, pembaca acara siniar, dan pembicara yang berbasis di Toronto. Ia penulis dari empat buku, di antaranya A Habit Called Faith dan Surprised by Paradox.

Renungkan Lukas 3:1–6.


Bagaimana pentingnya penekanan Yohanes pada pertobatan dalam mempersiapkan jalan bagi Yesus?
Kapan Anda mengalami pertobatan sebagai “tindakan yang menyelamatkan nyawa”?
Berdoalah, undanglah Allah untuk memperdalam pengertian dan praktik pertobatan Anda.

Diterjemahkan oleh: Ivan K. Santoso

Sang Putra yang Bangkit

Renungan Adven, 7 Desember 2021.

Christianity Today December 7, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Lukas 1:67–79

Dalam kebaktian doa pagi setiap hari di gereja saya, kami berdoa memakai kata-kata dari nyanyian Zakharia. Seiring dimulainya hari baru, kami mengucapkan atau menyanyikan: “Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera” (ay. 78-79).

Siapapun yang pernah bersusah payah bangun pagi dan mendaki ke bukit atau naik ke menara untuk melihat matahari terbit, akan tahu betapa mudahnya memakai gambaran matahari terbit sebagai metafora untuk pengharapan. Terbitnya mentari seakan berkata, “Apapun yang terjadi kemarin, hari ini adalah hari dengan segala kemungkinan baru. Ada kehidupan di balik kegelapan dan kedamaian di balik perselisihan.”

Mungkin penggunaan yang paling terkenal dari metafora itu berasal dari nabi Maleakhi di Perjanjian Lama, yang menggambarkan matahari sebagai burung pembawa damai, yang terbang menaburkan rahmat atas orang-orang yang memandangnya. Dalam parafrase yang mengesankan dari Eugene Peterson, Maleakhi 4:2 tertulis, “Bagimu, matahari terbit! Surya kebenaran akan terbit atas mereka yang memuliakan nama-Ku, kesembuhan memancar dari sayapnya” (MSG).

Ketika kami mengucapkan kata-kata ini setiap pagi, kami berharap agar hangatnya sinar mentari mengingatkan kita akan terang Tuhan yang bercahaya di dalam hati kita dengan anugerah baru untuk hari esok (2Kor. 4:6).

Namun, ada satu hal yang membuat saya agak tidak nyaman ketika berdoa dengan nyanyian Zakharia. Hal itu terkait simbol matahari terbit yang agak abstrak dan dapat dikenali secara universal. Simbol itu dipakai berdampingan dengan referensi yang sangat konkret tentang seorang anak dalam sejarah: sepupu Yesus, yang kita kenal sebagai Yohanes Pembaptis.

“Dan engkau, hai anakku,” nyanyi Zakharia, beralih dari sebuah gambaran yang begitu megahnya lalu berfokus pada satu orang secara spesifik, “akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya” (Luk. 1:76).

Saya jadi memikirkan makna hal ini bagi kehidupan doa saya. Artinya semua pembicaraan yang indah tetapi agak kurang konkret tentang cahaya ilahi, kesembuhan, kedamaian, dan sebagainya benar-benar difokuskan pada peristiwa-peristiwa seputar satu orang nabi Israel dari abad pertama. Nabi tersebut suatu hari kelak akan mengalihkan fokus dari dirinya sendiri dan menyatakan tentang Yesus: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yoh. 1:29). Matahari dimaksudkan untuk mengingatkan kita akan pengharapan, ya benar—tetapi khususnya, pengharapan dari Sang Putra itu sendiri.

Wesley Hill adalah seorang imam di Trinity Episcopal Cathedral, Pittsburgh, Pennsylvania, dan seorang lektor kepala Perjanjian Baru di Western Theological Seminary di Holland, Michigan.

Renungkan Lukas 1:67–79.


Apa yang menarik perhatian Anda dalam nubuat Zakharia?
Apa yang ditekankan nyanyian ini tentang Allah?
Tentang umat manusia?
Tentang tujuan Yohanes dan rencana Allah?

Diterjemahkan oleh: Ivan K. Santoso

Hiburkanlah Umat-Ku

Renungan Adven, 6 Desember 2021.

Christianity Today December 6, 2021

Untuk mengunduh kumpulan renungan “Berita Injil di Masa Adven,” klik di sini.

Minggu Adven 2: Dosa & Penebusan


Yohanes Pembaptis memiliki peran yang krusial dalam mempersiapkan orang-orang menyambut sang Mesias. Minggu ini, kita memikirkan apa yang Kitab Suci katakan tentang tujuan Yohanes. Kita merenungkan bagaimana pengajaran-pengajarannya tentang dosa dan pertobatan dapat menyentuh kehidupan pemuridan kristiani kita.

Baca Yesaya 40:1-5

Ketika kita berusaha memahami perikop yang indah ini, pemahaman tentang komunitas Yahudi bisa membantu kita lebih mengerti konteks dan maknanya. Orang-orang Yahudi di seluruh dunia memakai siklus pembacaan kitab suci mingguan, mirip dengan leksionari Kristen. Minggu-minggu tergelap dari siklus tersebut jatuh pada pertengahan musim panas, menjelang Tisha B’Av, hari yang paling menyedihkan dalam kalender Yahudi. Ini momen memperingati kehancuran bait suci di Yerusalem, baik yang pertama maupun kedua.

Tisha B’Av juga menandai banyak tragedi lain di sepanjang sejarah Yahudi. Ini adalah hari berpuasa dan berkabung. Kitab Ratapan pun dibacakan di depan umum dan dosa Israel di hadapan Allah disingkapkan.

Tetapi itu bukan akhir dari kisah ini. Segera setelah Tisha B’Av, siklus pembacaan memasuki tujuh minggu penghiburan, menjelang Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi. Yesaya 40:1–26 adalah bacaan mingguan yang dipilih setelah hari Tisha B’Av, sebagai pengingat bahwa penghakiman bukanlah kata terakhir. Setiap tahun, orang-orang Yahudi berjalan melewati suramnya teguran ilahi dan diingatkan bahwa anugerah dan pengampunan Tuhan pasti terjadi. Mereka bangkit dari masa kelam dan keputusasaan menuju janji baru akan kasih Tuhan yang tak berkesudahan.

Yesaya menulis selama ekspansi kerajaan Asyur dan runtuhnya kerajaan Israel (dan Yehuda juga). Itu adalah masa yang penuh gejolak dan tragis, yang dilukiskan olehnya dengan gambaran yang menghantui. Namun Yesaya tahu bahwa ini bukanlah akhir dari Israel.

Deskripsi dari Yesaya tentang pemulihan sama-sama visionernya, membangkitkan harapan dan ketekunan bagi orang-orang yang terkepung dalam pergumulan karena meragukan kehadiran Tuhan di tengah mereka.

Kata-kata Yesaya juga menunjukkan puncak pewahyuan ilahi di Perjanjian Baru dan peran Yohanes Pembaptis, yang diidentifikasi sebagai “orang yang berseru-seru di padang gurun” (Mat. 3:3). Pelayanan Yerusalem yang berat telah diselesaikan dan dosanya telah dibayar (Yes. 40:2). Dan suatu hari kelak, referensi tersebut akan menjadi kenyataan bagi semua bangsa, sebagaimana yang Yesus nyatakan bahwa semua orang di bumi sekarang diundang masuk ke dalam relasi kovenan dengan Allah.

Karakter kovenan baru yang dimateraikan melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus ini mencerminkan kovenan yang telah lama dikenal oleh umat Israel. Meskipun ada akibat dosa, namun pengampunan dan komitmen Allah kepada umat-Nya diperbarui lagi dan lagi, layaknya ombak yang menerjang pinggir pantai. Semoga kita masuk ke dalam indahnya hadirat dan janji-janji Allah, seraya kita menantikan penyataan kemuliaan Allah sepenuhnya, seperti yang dinubuatkan Yesaya.

Jen Rosner adalah asisten profesor tamu bidang teologi sistematika di Fuller Theological Seminary dan penulis buku Finding Messiah: A Journey Into the Jewishness of the Gospel.

Renungkan Yesaya 40:1-5. (Opsi: Baca juga ay.6–26.)


Bagaimana konteks tragedi dan kesedihan—dalam siklus pembacaan kitab suci Yahudi dan di zaman Yesaya—memperkaya perenungan Anda tentang perikop ini dan penghiburan yang terkandung di dalamnya?
Bagaimana bagian ini memperdalam pemahaman Anda tentang tujuan Yohanes Pembaptis?

Diterjemahkan oleh: Mikhael Kristiani

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube