Para pencerita tahu bahwa serangkaian peristiwa dramatis bisa sulit untuk diikuti. Jadi untuk membantu audiens memahami apa yang terjadi, mereka sering menyisipkan petunjuk simbolis. Dalam kartun, tokoh penjahat mengerutkan kening dan berbicara dengan suara serak, sementara tokoh pahlawan tersenyum dan bersuara seperti orang Amerika sejati. Dalam film, nada bas yang mencekam mengumumkan kedatangan tokoh yang berbahaya, sementara tokoh jenaka muncul dengan melodi yang lebih ceria.
Dalam kisah Samuel, Saul, Yonatan, dan Daud, Anda dapat menebak apa yang akan terjadi dengan melihat pakaian mereka.
Sebagian di antaranya bisa dipahami secara sederhana. Saat pertama kali kita bertemu Goliat, dari kepala sampai kaki ia ditutupi dengan baju zirah bersisik, yang membuatnya tampak seperti ular atau bahkan naga. Jadi ketika kita mendapati si penuduh yang seperti ular itu tergeletak mati, kepalanya dihancurkan oleh raja yang diurapi, kita tidak terlalu terkejut. Kita pertama kali bertemu Samuel sebagai “masih muda dan mengenakan baju efod dari kain linen” (1Sam. 2:18). Langsung saja, kita tahu dia akan berfungsi sedikit seperti seorang imam.
Segera setelah itu, kita mendengar bahwa “tahun demi tahun ibunya membuatkan dia jubah kecil” (1Sam. 2:19). Pakaian ini akan menjadi lambang otoritas kenabian Samuel di sepanjang kitab tersebut. Ketika Saul mengoyak jubah Samuel, ia tanpa sengaja memberikan pertanda bahwa kerajaannya akan “dikoyakkan” darinya dan diberikan kepada Daud (1Sam. 15:27–28).
Saul juga memiliki jubah yang melambangkan otoritas kerajaan (atau ketiadaan otoritas). Dalam salah satu momen dramatis dalam kisah ini, Daud menolak membunuh Saul saat ia sedang pergi ke dalam gua untuk membuang hajat, dan Daud malah memotong ujung jubah Saul (1Sam. 24:4–5). Jika dilihat sekilas, ini adalah tindakan kebaikan, karena David menyelamatkan orang yang mencoba membunuhnya. Namun sebagai pembaca, kita tahu ada lebih banyak hal yang terjadi. Kerajaan Saul memang akan “dipotong” dan diberikan kepada Daud, dan itu tidak berhenti di situ. Akhirnya seluruh bangsa akan terpecah, seperti kain yang dikoyakkan, menjadi 12 bagian (1Raj. 11:30–32).
Beberapa simbol bersifat lebih ambigu. Ketika Yonatan menanggalkan pakaian luar dan baju zirahnya lalu memberikannya kepada Daud (1Sam. 18:4), kita tahu bahwa ia tidak hanya menyerahkan pakaiannya; ia sedang melepaskan statusnya sebagai pewaris takhta. Namun bagaimana dengan adegan terkenal saat Saul menyuruh Daud mencoba baju zirahnya? Alkitab anak-anak menggambarkan kisah ini sebagai cerita tentang anak kecil yang mencoba mengenakan pakaian yang terlalu besar, tetapi kisah ini sebenarnya menyiratkan kontras lain. Saul memakai senjata yang sama seperti jagoan Filistin, sedangkan Daud memakai senjata yang sama sekali berbeda. Saul tampak seperti para raja bangsa-bangsa; Daud tampak seperti seorang gembala. Saul telah menanggalkan otoritas kerajaannya sendiri tanpa ia sadari. Sementara itu, Daud menolak cara Saul dalam bertindak dan memilih berperang atas nama Tuhan semesta alam.
Lalu ada momen-momen aneh ketika para raja menanggalkan pakaian mereka. Saul menanggalkan pakaiannya saat bernubuat dan tetap telanjang sepanjang hari dan sepanjang malam (19:24), seolah-olah menunjukkan bahwa ia telah kehilangan akal dan ditinggalkan oleh Allah. Kemudian dia menanggalkan pakaian kerajaannya dan, seperti Raja Lear (tokoh dalam karya William Shakespeare), menyamar sebagai orang lain (28:8). Dengan lenyapnya urapan kenabian dan kuasa kerajaannya, kita tahu tinggal menunggu waktu sampai ia kehilangan nyawanya. Ketika ia meninggal, dan berita itu sampai kepada Daud, kita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi; utusan itu tiba “dengan pakaian yang terkoyak dan tanah di atas kepalanya” (2Sam. 1:2).
Semua tokoh utama dalam kisah-kisah ini adalah semacam gladi resik bagi seorang Raja Israel lain yang akan menggabungkan jubah seorang nabi, efod seorang imam, dan perlengkapan perang seorang raja. Yesus, seperti Samuel, akan memiliki pakaian yang melambangkan otoritas ilahi, dengan kuasa untuk menyembuhkan penyakit yang tak tersembuhkan (Mat. 14:36). Seperti Yonatan, Ia akan menanggalkan jubah luar-Nya untuk memperlengkapi, melayani, dan bahkan membasuh kaki para sahabat-Nya (Yoh. 13:4). Seperti Daud, Ia akan dikenakan pakaian ejekan seperti para raja bangsa-bangsa sebelum maju berperang seorang diri, tanpa pakaian dan senjata, sebagai seorang gembala. Seperti Saul, Ia akan ditelanjangi, seolah-olah untuk menunjukkan bahwa Ia telah ditinggalkan oleh Allah, dan mati dalam pertempuran melawan musuh.
Namun pada hari ketiga Ia akan bangkit, meninggalkan setumpuk pakaian yang terlipat rapi. Dan ketika kita selanjutnya mendengar tentang pakaian-Nya, Dia “berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas” (Why. 1:13).
Andrew Wilson adalah pendeta pengajar di King’s Church London dan penulis Spirit and Sacrament (Zondervan). Ikuti dia di Twitter @AJWTheology.
Diterjemahkan oleh Mellie Cynthia.