Lukas 24:36–49
Bagaimana Anda membayangkan sikap dan perilaku Yesus terhadap Anda saat ini? Apakah Dia merasa gusar, terganggu karena Anda ada di sini lagi, tidak dapat mengatasi semuanya, dan penuh pertanyaan? Apakah Dia tidak hadir, bahkan tidak ada untuk menanggapi keputusasaan atau keinginan Anda? Mungkin Anda menganggap Yesus bersikap apatis terhadap Anda. Anda benar-benar tidak berada pada posisi yang penting (jika memang ada) dalam daftar orang atau situasi yang paling menarik untuk diperhatikan. Saya penasaran apakah Anda mengira Yesus sedang marah kepada Anda saat ini. Anda tahu bahwa Dia tahu apa yang telah Anda lakukan. Anda dan Dia sangat menyadari hati Anda yang penuh dosa, dan Yesus sangat marah terhadap Anda. Dia sama sekali tidak menyukai hal itu.
Jadi, di sinilah Anda berada di hari Senin Paskah, dan meskipun mungkin ada sedikit sukacita dari perayaan kemarin, Anda masih khawatir tentang maksud dan perhatian Yesus terhadap Anda. Anda dapat saja merayakan, ya, “Dia telah bangkit!” namun keraguan yang mengganggu di lubuk hati Anda masih saja muncul, membuat Anda bertanya-tanya apakah itu benar-benar hal yang baik, apakah itu benar-benar penting, apakah Yesus benar-benar berpihak kepada Anda.
Keraguan dan pikiran cemas semacam ini bukanlah hal baru bagi kita. Juga bukan hal yang baru dalam pengalaman Paskah. Murid-murid Yesus sendiri memiliki hati yang gelisah, pikiran yang dipenuhi keraguan, emosi yang heran dan kewalahan, serta pertanyaan-pertanyaan besar. Kebangkitan Yesus dari kematian menimbulkan kekhawatiran yang paling dalam: Sekarang bagaimana?! Semuanya sudah siap. Dari penyangkalan Yudas, pengkhianatan Petrus, pengunduran diri kesembilan murid lainnya, dan hanya Yohanes yang setia, bagaimana sikap Yesus terhadap mereka sekarang?
Perkataan dan tindakan Yesus dalam Lukas 24:36-49 seharusnya memberi informasi dan mengesampingkan sudut pandang kita yang mungkin menyimpang. Alih-alih tidak hadir, Yesus justru hadir. Dia memperlihatkan diri-Nya dan mendekat kepada para murid-Nya. Alih-alih marah dan geram terhadap kelompok murid yang memberontak ini, Yesus justru menyatakan perdamaian dan rekonsiliasi. Dia tidak menggebu-gebu sedikit pun untuk menjatuhkan palu keadilan. Alih-alih bersikap apatis terhadap kekhawatiran dan kegelisahan mereka, Yesus justru ingin tahu. Ia bertanya mengapa mereka gelisah, dan kemudian menjawab pertanyaan mereka dengan memberikan bukti nyata tentang kebangkitan-Nya secara jasmani.
Ketika muncul momen di mana Yesus bisa saja merasa sangat jengkel dengan kurangnya iman mereka, Ia kembali mencondongkan diri-Nya untuk menjawab ketidakpemahaman mereka. Dalam setiap pergantian momen dari kisah ini, yang dapat alasan yang paling kuat bagi Yesus untuk menjauh dari para pengikutnya, Ia justru malah mendekat.
Jika kita tidak berhati-hati, kita dapat dengan cepat menafsirkan narasi ini seolah-olah ini adalah teks apologetika yang rasional atau logis, yang membuktikan historisitas dari kebangkitan Yesus. Kita dapat melewatkan bahwa ini adalah sebuah kisah relasional yang menunjukkan hati Yesus terhadap orang-orang yang cemas dan ragu seperti Anda dan saya. Kita diberi sketsa tentang hubungan Yesus dengan para murid-Nya supaya kita bisa dikuatkan tentang hubungan Dia dengan kita saat ini.
Senin Paskah mungkin tidak membawa sukacita atau kebahagiaan seperti Minggu Paskah. Kita bergembira karena Prapaskah telah berakhir, bersyukur karena Yesus telah dinyatakan hidup, tetapi kita juga harus melanjutkan hidup. Dan kita pun bertanya-tanya, Bagaimana pandangan Yesus tentang kita saat ini?
Peristiwa Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Kebangkitan membuat kita cenderung menerima kemenangan Yesus atas alam mautnya Iblis, dosa, dan kematian. Peristiwa-peristiwa itu memberi tahu kita tentang seorang Raja yang naik takhta, menegakkan, dan memerintah kerajaan-Nya. Peristiwa-peristiwa itu memberi tahu kita tentang Juru Selamat yang rela berkorban, yang mati untuk menebus dosa dunia, dan dibangkitkan kembali “bagi kita dan untuk keselamatan kita” (Pengakuan Iman Nicea). Senin Paskah memberi kita kepastian bahwa Yesus tidak mengabaikan atau bersikap acuh tak acuh terhadap kita. Dia membawa kasih sayang dan cinta-Nya tepat pada kebutuhan kita yang sangat individual dan personal.
Senin Paskah adalah saat bagi kita untuk berhenti dan merenung: Bagaimana sikap Yesus terhadap saya? Hari ini adalah titik awal dalam perjalanan kita untuk mengenal kembali Sang Juru Selamat yang secara personal mengenal, melihat, dan mengasihi kita. Dia tidak menunjukkan permusuhan, ketidakpedulian, atau ketidaktahuan terhadap keraguan dan kebutuhan kita. Dia memiliki kasih terhadap kelemahan dan kekurangan kita. Lebih jauh lagi, Dia senang menjadi Gembala Baik yang mengenal dan memedulikan domba-dombanya. Anda dapat mendekat pada-Nya hari ini karena Dia telah mendekat kepada Anda!
Jeremy Writebol menjabat sebagai pendeta kampus utama di Woodside Bible Church di Plymouth, Michigan, dan merupakan direktur eksekutif Gospel-Centered Discipleship. Ia telah menulis beberapa buku termasuk Pastor, Jesus Is Enough. Dia menikah dengan Stephanie dan memiliki dua anak.
Diterjemahkan oleh Mellie Cynthia.