Theology

Saya Menemukan Penghiburan dalam Pahlawan Ilahi

Sebuah mazmur yang mencengangkan mengubah pandangan saya tentang kehadiran Allah selama masa-masa pencobaan.

Christianity Today September 25, 2024
Illustration by Scott Aasman

Dalam seri CLOSE READING ini, para pakar Alkitab merenungkan suatu bagian Alkitab dalam bidang keahlian mereka yang telah membentuk pemuridan pribadi mereka dan terus berbicara kepada mereka hingga saat ini.

Saya telah menyanyikan Mazmur sejak lama, pertama-tama di gereja saat masih kanak-kanak, kemudian sebagai pemimpin pujian sejak masa kuliah hingga sekarang. Ketika di usia muda, saya ingat bernyanyi dengan begitu keras untuk lagu-lagu penyembahan seperti “As the Deer” (Mzm. 42) karya Martin Nystrom dan “Let Everything that Has Breath” (Mzm. 150) karya Matt Redman.

Ketika saya menjadi pakar Alkitab, saya memahami Mazmur dengan cara baru, membacanya secara historis dan budaya. Sementara itu, sebagai pemimpin pujian, saya membantu menuntun orang-orang ke dalam hadirat Tuhan melalui nyanyian Mazmur. Kadang-kadang, membaca Mazmur terasa seperti percakapan dengan seorang teman dekat yang mengenal saya dengan baik.

Pada Maret 2020, saat dunia di sekeliling kita berubah karena pandemi, Mazmur 68 mendefinisikan ulang gagasan kehadiran bagi saya, sama seperti saya mengalami ketidakhadiran dengan cara-cara yang baru.

Banyak di antara kita yang bergumul berat dengan ketidakhadiran yang baru saat itu. Saya menyadari betapa saya menyepelekan pentingnya kehadiran yang berwujud, baik dalam bentuk percakapan dengan kolega dan mahasiswa di koridor-koridor universitas saya, pelukan dari seorang teman, atau nyanyian jemaat.

Pada akhir Maret 2020, saya merasakan nyeri yang aneh di dada, yang menyebabkan kejang di seluruh tulang rusuk dan punggung. Rasa sakit ini berlanjut selama hampir dua bulan. Awalnya kami pikir ini mungkin ada hubungannya dengan COVID-19, jadi saya dikarantina selama dua minggu. Setelah hasil tes saya dinyatakan negatif, saya dapat berkumpul kembali bersama keluarga. Namun meskipun saya berada di ruangan yang sama dengan mereka, selama berminggu-minggu saya bahkan tidak sanggup untuk memeluk sedikit pun; rasa sakitnya terlalu kuat. Sampai rasa sakit saya mereda dua bulan kemudian, saya merasakan kurangnya kedekatan, ketidakmampuan untuk berada dekat dengan orang lain.

Dalam pergumulan ini, Roh Kudus mengingatkan saya bahwa saat saya tidak dapat hadir secara fisik bersama orang lain, saya masih dapat merasakan kehadiran Tuhan bersama saya. Sekalipun saya tak dapat bernyanyi dengan sekuat tenaga kepada Tuhan, Dia masih dapat dekat dengan saya dalam penyembahan. Roh Kudus menyatakan hal ini kepada saya melalui Mazmur 68.

Mazmur 68 memiliki banyak hal untuk disampaikan tentang kehadiran Tuhan, terutama saat kita merasa sendirian dan terisolasi atau saat kita sangat sadar akan kebutuhan kita sendiri. Mazmur ini terletak di bagian kedua dari lima bagian yang membentuk kitab Mazmur. Bagian kedua memuat banyak mazmur Daud—baik oleh maupun tentang Daud—termasuk Mazmur 68. Mazmur ini melanjutkan tema pujian yang terdapat di Mazmur 67 dan diikuti dengan gambaran lain tentang kehadiran Tuhan dalam Mazmur 69, di mana Allah menyelamatkan Daud dari “rawa yang dalam” (ay. 3).

Para ahli memperdebatkan bagaimana Mazmur 68 ini digunakan di masa lalu: Mungkin sebagai ratapan komunal yang dinyanyikan bersama umat, himne yang dinyanyikan saat umat memasuki Bait Suci, atau mazmur kemenangan yang merayakan keberhasilan Israel mengalahkan musuh-musuhnya. Apa pun itu, Mazmur 68 berbagi dengan kita aspek-aspek dari kehidupan Daud, dengan berfokus pada bagaimana umat Tuhan bernyanyi tentang kehadiran ilahi-Nya.

Mazmur 68 adalah mazmur teofani. Gagasan tentang teofani berasal dari dua kata Yunani: Theo, yang berarti “Tuhan,” dan phainein, yang berarti “menampakkan.” Teofani adalah pengalaman kehadiran Tuhan—momen ketika Tuhan menampakkan diri! Para ahli menunjukkan bagaimana teofani dalam Mazmur 68 berhubungan dengan teofani lain di Perjanjian Lama. Tuhan menampakkan diri di saat yang dibutuhkan kepada Yakub (Kej. 28:10–22), kepada Musa (Kel. 3), dan kepada para nabi seperti Yesaya dan Yehezkiel (Yes. 6; Yeh. 1). Ketika Tuhan menampakkan diri, Ia mengungkapkan siapa Dia dan mengubah situasi yang sulit. Hal ini membantu saya melihat kehadiran Tuhan di Mazmur 68 secara berbeda.

Pertama, Allah menampakkan diri di Mazmur 68 sebagai pahlawan ilahi. Meskipun mungkin di masa kini terasa aneh jika menganggap Tuhan sedang berperang, mungkin akan bermanfaat jika kita mengingat betapa kita menghargai kuasa Tuhan di saat kita merasa tidak berdaya. Kuasa Allah sanggup membuat para musuh-Nya melarikan diri (ay. 2) dan membuat kejahatan luluh lantak (ay. 3).

Ketika saya memikirkan musuh-musuh ini sebagai kekuatan kegelapan di sekitar kita, saya mendapati Mazmur ini sangat menguatkan hati. Tuhan lebih berkuasa daripada hal yang paling saya takuti. Dia lebih berkuasa daripada kematian, penyakit, kesepian dan penderitaan.

Para ahli menunjuk pada gambaran para pahlawan ilahi di Timur Dekat kuno dan bagaimana kaitannya dengan gambaran Tuhan dalam Mazmur 68. Sebagai pahlawan ilahi, Tuhan berkendara melintasi awan-awan (ay. 5), yang mencerminkan gambaran umum dewa badai sebagai pahlawan ilahi dalam konteks dunia kuno.

Namun dalam Mazmur 68, Tuhan adalah pahlawan ilahi yang juga merupakan Pencipta dunia dan memiliki kuasa atas segala sesuatu yang diciptakan-Nya (ay. 9, 15). Tidak ada ilah lain di zaman kuno yang dapat mengklaim hal ini. Selain itu, pada zaman kuno, kereta perang (ay. 18) merupakan kemajuan teknologi terbaik untuk perang. Jadi, dalam pengertian ini, Allah adalah pahlawan ilahi yang berteknologi tinggi, yang menggunakan dunia ciptaan-Nya untuk menunjukkan kuasa-Nya.

Dalam Perjanjian Lama, kita juga melihat Allah sebagai pahlawan ilahi yang membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir, membelah lautan, dan menghancurkan musuh-musuh umat-Nya. Yoel 2 menggambarkan Hari Tuhan dengan Tuhan sebagai pahlawan ilahi yang berkuasa atas ciptaan (dalam hal ini kawanan belalang; lihat ayat 25).

Kuasa nama Tuhan berpindah dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru ketika “dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” (Flp. 2:10). Yohanes 12 mengutip Zakharia 9 dan menggambarkan Yesus sebagai pahlawan ilahi saat Ia memasuki Yerusalem. Dalam setiap kasus, pesannya jelas: “Janganlah takut kepada mereka [musuh-musuhmu], sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berperang untukmu” (Ul. 3:22).

Meskipun berkuasa, Tuhan tidak seperti para pemimpin di zaman Israel kuno atau para pemimpin masa kini yang mungkin hanya menghargai atau peduli kepada orang-orang yang berkuasa dan elit.

Sebaliknya, pemazmur menunjukkan bahwa Allah melihat orang-orang yang mungkin diabaikan oleh orang lain. Ia bertindak sebagai Bapa bagi anak yatim (Mzm. 68:6). Dia Pelindung bagi para janda. Bagi mereka yang telah mengalami kehilangan, Ia rindu untuk peduli di tengah kehilangan itu.

Ketika suami saya, Jon, dan saya menempuh pendidikan doktoral secara bersamaan, saya ingat betapa berharganya kata-kata ini. Pada awal studi saya, salah seorang teman dekat saya meninggal secara tak terduga karena leukemia. Sementara itu, Jon dan saya bergumul untuk membayar tagihan-tagihan kami. Saya ingat saat itu saya merasa seperti berada di titik terendah dalam hidup dan bertanya-tanya apa yang harus saya lakukan.

Suatu malam, saya tidak tahu apa yang akan kami makan besok. Kami belum menerima gaji dan tidak memiliki cukup uang untuk membeli bahan makanan untuk beberapa hari ke depan. Saya ingat berdoa sampai larut malam agar kami mempunyai makanan yang cukup untuk memberi makan putri kecil kami, Elena. Saya berteriak, “Tuhan, kami hanya butuh beberapa buah dan sayuran, mungkin juga susu. Itu sudah cukup.”

Keesokan harinya pukul 7 pagi, saya mendengar ketukan di pintu. Itu adalah seorang wanita dari gereja kami. Dia berkata bahwa Tuhan membangunkannya dan menyuruh dia membawakan kami beberapa buah dan sayuran segar dari kiriman mingguan dia. Jasa pengiriman itu secara tidak sengaja memberinya tambahan buah-buahan dan sayuran; dia bertanya kepada Tuhan siapa yang membutuhkannya. Dia juga menambahkan sedikit susu karena dia merasa Tuhan ingin agar dia menambah jumlahnya.

Saat dia berbicara, air mata saya menetes. Tuhan peduli dengan doa saya yang sangat sederhana dan praktis. Tuhan menunjukkan pada saya bahwa bahkan saat saya merasa penderitaan saya tidak terlihat atau terdengar, Allah melihat saya. Itu adalah pelajaran yang penting untuk dipelajari: Saat Anda merasa tidak berdaya, Allah melihat Anda. Allah melihat anak yatim dan menjadi Bapa bagi mereka. Tuhan membela janda yang mungkin menjadi mangsa dari mereka yang mencari orang yang rentan untuk diserang.

Allah juga melihat kesendirian kita; Dia “memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara” (ay. 7). Pada awal usia 20-an, saya pindah dari AS ke Kanada untuk masuk ke seminari. Meskipun saya tidak mengenal siapa pun, Tuhan menunjukkan kepada saya bahwa Dia melihat kesepian saya dengan menciptakan sebuah keluarga baru bagi saya di Kanada, yang terdiri dari teman-teman, orang tua dan kakek-nenek pengganti. Dia bahkan mengenalkan saya kepada suami saya di seminari. Bertahun-tahun kemudian, selama pandemi, Tuhan mengingatkan saya tentang setiap momen kehadiran-Nya. Ia mengingatkan saya bahwa Dialah Allah yang senantiasa memberi tempat tinggal dalam keluarga bagi orang-orang yang sebatang kara.

Namun Mazmur 68 tidak berhenti sampai di situ. Tuhan yang personal ini, yang mengetahui tempat yang paling rapuh di dalam diri kita, adalah Allah yang juga mampu membebaskan umat-Nya dari perbudakan dan menopang mereka di padang gurun melalui pemeliharaan-Nya yang ajaib.

Dia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dengan nyanyian (Kel. 15). Dia menurunkan hujan bagi mereka saat mereka membutuhkan air (Mzm. 68:9). Ia mengirimkan manna kepada mereka ketika mereka membutuhkan makanan; Ia “memenuhi kebutuhan orang yang tertindas” (ay. 11). Melalui tanda-tanda ini, Allah menyegarkan umat-Nya, “tanah milik-Nya yang gersang,” ketika mereka mengembara di padang gurun (ay. 10).

Inilah Tuhan Yang Mahakuasa, yang kekuasaan-Nya jauh melebihi kekuasaan raja mana pun atau bangsa mana pun (ay. 12–19). Inilah Tuhan yang menyelamatkan umat-Nya, yang “hari demi hari Ia menanggung bagi kita. Allah adalah keselamatan kita” (ay. 20).

Saat saya mengamati kehidupan saya dan beban-beban di sekeliling saya, Tuhan mengingatkan saya bahwa Dia cukup berkuasa untuk menanggungnya. Setiap kali saya melihat penyakit, kematian, dan kehancuran di sekeliling saya, Tuhan mengingatkan saya bahwa Dia memiliki kuasa untuk menghancurkan semua musuh ini, menghancurkannya hingga berkeping-keping, dan membuat kita luput dari maut (ay. 21–24).

Kemudian Mazmur 68:24-26 melakukan apa yang telah saya lakukan sepanjang hidup saya sebagai pemimpin pujian: Menuntun umat ke dalam prosesi penyembahan. Ketika Tuhan sebagai pahlawan ilahi menghancurkan para musuh yang berkomplotan melawan kedamaian dan keutuhan-Nya, kita merespons dengan pujian.

Dulu di tahun 2020, saat saya hampir tak bisa bernapas karena rasa sakit, saya ingat pernah merindukan untuk menjadi bagian dari jemaat saya lagi, menyanyikan puji-pujian bagi Tuhan dengan segenap kekuatan saya. Merespons dengan pujian merupakan naluri kita yang baik dan alamiah.

Mazmur 68:34–36 melanjutkan pujian ini dengan merujuk pada apa yang kita saksikan tentang Tuhan dalam 10 ayat pertama: Ayat-ayat ini mendorong seluruh dunia untuk menyanyikan pujian bagi Tuhan, yang berkuasa dan agung. Kuasa Allah bukan hanya atas umat Israel, melainkan atas seluruh ciptaan. Allah yang penuh kuasa dan keagungan ini—yang dahsyat dalam arti kata aslinya—juga adalah Allah yang memberikan kekuatan kepada umat-Nya dan yang mengetahui kebutuhan terdalam kita.

Membaca Mazmur 68 tidak hanya mendorong kita untuk memuji Allah yang hadir di saat kita mengalami kehilangan dan ketidakhadiran; melainkan juga mengingatkan kita akan orang-orang yang sering kali terabaikan dalam masyarakat kita: Mereka yang terpinggirkan, anak yatim, janda, orang-orang yang sebatang kara, dan orang miskin.

Kita mungkin tidak langsung menyadari siapa saja orang-orang tersebut di sekitar kita. Namun, apakah kita mengenal seorang ibu tunggal yang mungkin sedang berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan dan anak-anaknya? Apakah kita punya teman yang kehilangan pekerjaan dan khawatir tentang apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Apakah kita mengenal seseorang yang hidup sendiri dan merasa kesepian?

Gereja-gereja saat ini sedang mencari cara untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan pasca pandemi COVID-19. Bagian dari pekerjaan saya sejak 2020 adalah bersama Canadian Poverty Institute seiring kami mempelajari bagaimana gereja menanggapi pandemi, menggemakan kehadiran Tuhan seiring umat Allah hadir bagi orang-orang yang sedang bergumul. Terus peduli terhadap mereka yang menderita akibat pandemi hanyalah salah satu dari banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membagikan kehadiran Kristus kepada mereka yang menderita di sekitar kita.

Mazmur 68 mengingatkan saya bahwa Allah melihat penderitaan saya dan penderitaan orang-orang di sekitar saya, serta dapat menyembuhkan mereka. Inilah Allah yang hadir bersama kita saat ini—yang melihat kita dalam penderitaan fisik, kesepian, kebingungan, dan kesedihan kita. Inilah Allah yang akan hadir bersama kita saat kita tidak bisa hadir secara fisik bersama orang lain, dan Tuhan yang akan hadir bersama kita saat kita dapat hadir. Inilah Tuhan yang berkuasa atas segala ciptaan, yang dapat memakai awan sebagai kereta perangnya melintasi langit dan dapat memberi kita perbekalan yang kita butuhkan.

Beth M. Stovell adalah profesor Perjanjian Lama di Ambrose University dan penulis beberapa buku termasuk The Book of the Twelve, yang ditulis bersama David J. Fuller.

Diterjemahkan oleh Maria Fennita S.

Our Latest

Ketika Pelayanan Melukai Keluarga Anda

Nasihat yang berasal dari pengalaman sulit untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan Tuhan.

Gereja Adalah Keluarga, Bukan Acara

Alkitab menyebut sesama orang Kristen sebagai “saudara laki-laki dan perempuan,” tetapi seberapa sering kita memperlakukan mereka sebagai keluarga?

News

Wafat: Andar Ismail, Penulis Produktif yang Membuat Teologi Menjadi Sederhana

Dengan seri Selamat karyanya, pendeta Indonesia ini menulis lebih dari 1.000 cerita pendek yang menyoroti kehidupan dan ajaran Yesus.

Kematian karena Swafoto

Kita tidak akan pernah melihat kemuliaan Tuhan jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri.

Mengapa Ada Begitu Banyak Teolog yang Marah?

Teologi seharusnya menghasilkan buah Roh, bukan perbuatan daging.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube