Mata Tertuju pada Hadiah dari Pelayanan yang Setia

Disiplin yang keras mempersiapkan kita untuk menerima pahala.

Christianity Today March 17, 2024
Intersection oleh Curtis Newkirk. Lukisan cat akrilik pada panel kayu. 24x24”. 2021

Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. — 1 Korintus 9:25

Kota Korintus adalah tempat diadakannya Pertandingan Isthmian. Diselenggarakan setiap dua tahun (bukan setiap empat tahun, seperti Olimpiade), mereka merayakan Poseidon, sang dewa laut. Para atlet berlatih selama berbulan-bulan untuk mempersiapkan diri mengikuti kompetisi, untuk membuktikan kehebatan mereka di hadapan penonton yang antusias.

Ketika rasul Paulus menantang jemaat di Korintus untuk “larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya” (1Kor. 9:24), ia menggunakan gambaran yang mudah dikenali: atlet. “Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana,” tulis Paulus. “Tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi” (ay. 25). Paulus menantang para pembacanya untuk memperlakukan kehidupan Kristen mereka seperti seorang atlet: berlatih, berlari, bertarung, dan menyelesaikan dengan baik.

Umat Kristen sering merenungkan tentang karunia keselamatan. Namun ada perbedaan antara karunia dan hadiah. Sebuah karunia diberikan secara cuma-cuma; namun hadiah diusahakan dan dimenangkan. Hadiah yang dimaksud Paulus dalam 1 Korintus 9 bukanlah keselamatan, melainkan upah atas pekerjaan yang kita lakukan sebagai umat Allah yang telah diselamatkan. Cara kita menghidupi keselamatan di bumi mempunyai dampak yang nyata, baik saat ini maupun selamanya. Sebelumnya dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus mengungkapkan hal ini melalui metafora pembangunan rumah:

“Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu” (1Kor. 3:11-13).

Setiap pengikut Kristus menerima karunia keselamatan secara cuma-cuma karena anugerah Allah (Ef. 2:8). Cara kita membangun di atas karunia itu adalah dengan mengerjakan keselamatan kita (Flp. 2:12). Jika kita membangun dengan rumput kering dan jerami—usaha yang sia-sia dan bersifat sementara—maka hanya sedikit yang dapat ditunjukkan dari iman kita di bumi. Namun ketika kita membangun dengan emas, perak, dan permata yang berharga dari kehidupan Kristen yang dewasa, dari pekerjaan baik yang dilakukan untuk dunia, maka kualitas bangunan kita pada akhirnya akan terlihat.

Untuk membangun dengan cara seperti itu, maka kita harus kuat. Seperti seorang atlet yang sedang berlatih untuk bertanding, kita harus mendisiplinkan tubuh kita dan mengendalikannya (1Kor. 9:27): bukan karena legalisme, rasa malu, atau takut, melainkan karena kasih kepada Allah yang telah menyelamatkan kita. Disiplin—menjalani kehidupan yang dibatasi—menghasilkan kebebasan. Dengan mengatakan tidak pada dorongan hati yang tidak sehat dan mendengarkan pimpinan Roh Kudus, kita dibebaskan untuk memiliki hubungan yang lebih dalam, kesehatan yang lebih baik, iman yang lebih kuat, dan kesaksian yang lebih besar. Kehidupan yang berdisiplin bukan tanpa tujuan, melainkan terfokus. Kita mengarahkan pandangan kita pada hadiah, yaitu "baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Mat. 25:21) dan dapat berlari dengan pikiran yang tertuju pada perkenanan-Nya.

Kita tidak memilih disiplin untuk memperoleh keselamatan; kita memilihnya karena kita telah diselamatkan. Oleh karena kita berada di dalam Kristus, suatu ciptaan baru, kita harus memilih untuk mengatakan “tidak” pada beberapa hal dan mengatakan “ya” pada hal yang lebih baik—demi waktu kita, demi istirahat, demi keterhubungan, demi pemuridan, demi kesehatan, dan demi pertumbuhan. Masa Prapaskah mengajarkan kita untuk mengatakan “tidak” sementara waktu agar kita bisa merasakan jawaban “ya” yang lebih dalam dan lebih memuaskan bagi Tuhan. Setiap area hidup di mana kita belajar untuk menunda kepuasan karena kasih kepada Allah (bukan karena legalisme) akan membawa kita pada pengalaman yang lebih dalam akan kasih sayang-Nya dan dampak yang besar dari kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus.

Mahkota dari Pertandingan Isthmian terbuat dari kayu pinus. Dalam budaya Yunani dan Romawi, pinus melambangkan kehidupan yang kekal. Akan tetapi, mahkota yang diterima oleh atlet yang menang akan rusak dalam beberapa minggu. Mahkota-mahkota itu tidak bertahan lama, tetapi hadiah kita akan bertahan selamanya (1Kor. 9:24-25). Hadiah yang kita terima atas kehidupan Kristen yang setia dan berdisiplin adalah kekal dan tidak berubah. Cara-cara berbuah yang kita bangun di atas keselamatan kita akan dilihat dan dihormati oleh Allah kita, dan ketika kita berdiri berhadapan dengan-Nya, kita dapat mengetahui bahwa setiap upaya yang tak terlihat, setiap pencobaan yang berat, setiap penyerahan diri yang menyakitkan, semua itu tidaklah sia-sia. Kiranya kita dapat berkata bersama Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim. 4:7).

Renungkan



1. Bagaimana masa Prapaskah dipresentasikan sebagai waktu untuk menunjukkan disiplin dan berkata “tidak” sementara waktu demi “ya” yang lebih mendalam kepada Tuhan?

2. Bagaimana Paulus menggunakan metafora seorang atlet untuk menyampaikan kebenaran rohani yang lebih mendalam? Apa saja contoh dari kehidupan Anda sendiri?

Phylicia Masonheimer adalah pendiri Every Woman a Theologian, penulis dua buku, dan pembawa acara siniar Verity.

Diterjemahkan oleh Fanni Leets.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Our Latest

Inkarnasi Lebih dari Sekadar Palungan

Bagaimana seorang uskup Afrika kuno memperjuangkan kisah penebusan dalam inkarnasi.

Yusuf Adalah ‘Ayah Kandung’ Yesus

Saya tidak memerlukan ikatan biologis untuk menjadi ayah dari embrio yang saya dan istri adopsi.

Cover Story

Sisi Lain dari Natal

Dibutuhkan keberanian bagi Allah untuk menanggalkan kekuasaan dan kemuliaan-Nya serta mengambil tempat bagi-Nya di antara manusia.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube