Culture

Cinta Tiada Akhir

Saat kita takut, Tuhan mengejar hati kita.

Christianity Today December 5, 2023
Phil Schorr

TUHAN melanjutkan firman-Nya kepada Ahas, kata-Nya:
"Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu
dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas."

Tetapi Ahas menjawab: "Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai TUHAN."
Lalu berkatalah nabi Yesaya: "Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?

Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.

Yesaya 7:10-14

Setiap hari saya mengingatkan putra saya yang masih kecil, betapa saya mencintainya. Selama beberapa bulan terakhir, saya perhatikan dia merasa khawatir dan sedih. Seperti kebanyakan anak seusianya, dia dihantui oleh berita penembakan di sekolah, kerusuhan, pandemi, dan ketegangan politik. Jika boleh jujur, saya juga sangat takut. Namun saya sering mengingatkan putra saya, “Kingston, kamu sangat dicintai. Kita aman. Tuhan menyertai kita dalam hal ini—meskipun kamu tidak dapat merasakannya.” Anak saya, seperti kebanyakan dari kita, sulit memercayai hal ini. Dunia ini keras—di manakah pengharapan?

Dalam Yesaya 7:10–14, kita menemukan Raja Ahas yang ketakutan di tengah bahaya dan perselisihan politik yang akan datang. Musuh-musuh semakin mendekat ke bangsa Yehuda, dan kebutuhan untuk mencari pertolongan demi memperoleh keselamatan dan penangguhan hukuman telah membuncah di hati Ahas yang keras kepala. Sang raja tahu hukum Tuhan, tetapi ia tidak memercayainya. Ketika Tuhan berusaha menawarkan keselamatan, Ahas justru dikuasai oleh penyembahan berhala, bahkan sampai mengorbankan putranya sendiri (2Raj. 16). Tuhan menjelaskan apa artinya ini bagi Yehuda—jika Ahas tidak mendengarkan instruksi-Nya dan tidak mengindahkan-Nya, maka kehancuran tidak bisa dihindari (Yes. 10–11).

Pengejaran Tuhan yang tiada henti terhadap raja Yehuda bukan hanya demi pertobatan Ahas, melainkan demi keselamatan seluruh rakyatnya, sama seperti kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus bagi kita. Mata Ahas teralihkan oleh hal-hal sementara, sementara perspektif kekekalan mengetuk pintu hatinya. Namun sama seperti kasih karunia Allah yang terus berlanjut di tengah ketidaksetiaan kita, bahkan di tengah bantahan dan penolakan Ahas terhadap kuasa dan kehadiran Allah, Yesaya memberi dia sebuah tanda: “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (Yes. 7:14).

Sebuah keselamatan yang besar akan tiba melalui kelahiran Yesus. Pengharapan itu kini ada di sini (Mat. 1:20–22). Tuhan menyertai kita, di tengah kekacauan dan kondisi yang sering kali berbahaya. Dia telah datang untuk menawarkan pengharapan yang kekal di tengah penderitaan kita yang sesaat. Dia meminta kita untuk mendengarkan dan percaya, dan Ia menolong kita untuk melakukan hal ini di tengah kelemahan dan ketidakpercayaan kita.

Saat anak saya merasa takut, saya tak hentinya mengejar hatinya, sama seperti Tuhan mengejar hati kita. Saya ingin putra saya tahu bahwa rasa takut tidak seharusnya menguasai kita, melainkan pengharapan akan Kristuslah yang seharusnya menguasai kita. Di masa di mana banyak di antara kita bersikap lunak terhadap realitas keraguan dan ketakutan, kasih Yesus melimpah tanpa henti bagi umat-Nya. Dialah Penebus sekaligus tebusan bagi kehidupan banyak orang, dengan menjanjikan bahwa “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Yes. 66:13). Dialah penunjuk arah yang luar biasa bagi kita—seorang Raja yang memberi kehidupan bagi kita sebagai ganti kematian-Nya. Hari ini, janganlah mengeraskan hatimu seperti Ahas, tetapi ketahuilah bahwa kuasa Tuhan ada padamu, hadirat-Nya ada bersamamu, dan janji-Nya ada atasmu.

Renungkan



Bagaimana kisah Raja Ahas menunjukkan pengejaran Allah yang tiada henti terhadap hati umat-Nya dan kerinduan-Nya akan keselamatan mereka?

Dengan cara apa kita dapat menemukan pengharapan dan penghiburan dalam jaminan bahwa Allah menyertai kita, bahkan di tengah ketakutan dan kekacauan sekalipun?

Alexandra Hoover adalah istri, ibu dari 3 anak, pembicara, pemimpin pelayanan, dan penulis buku terlaris Eyes Up: How to Trust God's Heart by Tracing His Hand.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube