Culture

Apa Untungnya Orang Kristen Melindungi Institusi tetapi Kehilangan Jiwanya?

Ambisi kita harus ditempatkan di belakang hati nurani kita.

Christianity Today July 30, 2023
Ilustrasi oleh Ūla Šveikauskaitė

Almarhum pendeta Eugene Peterson, dalam sepucuk surat kepada putranya, yang juga seorang pendeta, menulis bahwa masalah utama pemimpin Kristen adalah bertanggung jawab bukan hanya pada tujuan akhir tetapi juga pada “cara dan sarana” yang kita gunakan dalam membimbing orang lain dalam mencapai tujuan itu. “Tiga pencobaan Iblis terhadap Yesus semuanya berkaitan dengan cara dan sarana,” tulisnya. “Setiap hal yang menjadi sasaran iblis sangat tepat. Iblis memiliki pernyataan visi yang tak tertandingi. Akan tetapi cara dan sarana yang digunakan tidak sesuai dengan tujuannya.”

Seperti yang dikatakan Peterson, panggilan pemuridan yang Yesus inginkan dari kita adalah pemuridan yang "dilakukan baik secara pribadi dan korporat, dari dalam maupun luar, dengan berkesinambungan. Suatu kehidupan pemuridan di mana kita berhati-hati dan penuh perhatian terhadap cara maupun sarananya.”

Hal ini karena, menurut nasihat Peterson, “jika kita akan menjalani kehidupan sebagaimana Yesus hidup, kita harus melakukannya dengan cara Yesus—bagaimanapun juga, Dia adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup.” Tidak ada klausul darurat untuk melarikan diri dari jalan Salib.

Apa yang tampaknya populer pada saat ini bukan hanya injil kemakmuran melainkan injil kebobrokan. Dalam injil kebobrokan ini, seruan pada karakter atau norma moral tidak disambut dengan seruan “Tidak bersalah!” tetapi dengan penolakan “Sadarlah!”

Meski demikian, injil kebobrokan ini mencoba memikat kita. Tidak masalah jika Anda menerimanya dengan mengadopsi injil itu secara langsung, yang menyukai kekejaman dan kekejian, atau jika hal itu mendorong Anda pada jenis sinisme yang tidak pernah mengharapkan sesuatu yang lebih baik.

Di situlah letak nihilisme. Anda akan menemukan diri Anda dalam situasi-situasi, dan Anda mungkin sudah berada dalam salah satu situasi tersebut, di mana Anda punya tanggung jawab untuk menuntut pertanggungjawaban sebuah institusi. Mungkin hanya sebagai pemilih. Anda bisa saja mengangkat bahu dan memberikan persetujuan kepada siapa pun sesuai arahan yang diinginkan partai Anda. Hal itu akan mengubah Anda, seiring berjalannya waktu. Mungkin sebagai anggota gereja atau bagian dari denominasi atau pelayanan Kristen.

Jangan mencampuradukkan bakat dengan karakter, baik dalam diri Anda maupun orang lain. Jangan Anda berpikir bahwa para pemimpin Anda tidak berdosa. Mereka akan berbuat dosa, tetapi ada perbedaan antara manusia yang berdosa dan bertobat dengan pola keberdosaan. Jika yang terakhir, Anda harus bertanya pada diri sendiri bagaimana cara mengatasinya. Apakah dengan tetap tinggal di tempat Anda sekarang dan berusaha melakukan perubahan? Ataukah dengan pergi dan mencari tempat baru untuk menetap dan mengabdi? Saya tidak tahu. Banyak hal tersebut bergantung pada faktor-faktor yang seringkali tidak dapat Anda ketahui. Saya sarankan agar Anda bertanya pada diri sendiri di mana letak kerentanan Anda.

Apakah Anda tipe orang yang biasanya mudah meninggalkan situasi tertentu? Jika iya, maka temukan segala alasan Anda harus tetap tinggal dan melakukan perubahan sebelum Anda pergi. Apakah Anda tipe orang yang cenderung menyesuaikan diri dengan situasi yang ada karena kewajiban atau kesetiaan atau nostalgia? Jika demikian, pertimbangkanlah untuk pergi.

Akuntabilitas institusi kita sangatlah penting. Itulah yang membentuk kita menjadi apa yang kita anggap “normal.” Ketika perilaku buruk mulai terasa normal bagi Anda, bukan hanya Anda yang berada dalam bahaya.

Hati nurani lebih dari sekadar dorongan internal yang mengatakan, “Lakukanlah hal yang benar.” Hati nurani adalah cara untuk mengetahui—seperti akal sehat, imajinasi, dan intuisi—yang tertanam jauh di dalam jiwa manusia.

Hati nurani mengingatkan kita pada fakta bahwa kita hidup dalam kosmos yang terstruktur secara moral, dan bahwa hidup kita berada dalam garis waktu yang menggerakkan kita menuju hari pertanggungjawaban (Rm. 2:15-16), sebuah kursi pengadilan di hadapan Dia yang telah menanggung penderitaan kita, kursi penghakiman-Nya sendiri (Yoh. 19:13).

Hal ini memperlengkapi seseorang untuk memiliki pandangan jangka panjang tentang alam semesta, dan kehidupannya sendiri. Dengan pandangan jangka pendek (misalnya, seratus tahun atau lebih), seseorang dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa ambisi adalah penggerak kehidupan. Kita dapat menyimpulkan, seperti halnya pemazmur dan Ayub, bahwa orang yang kejam akan makmur dan oleh karena itu jalan menuju kemakmuran adalah melalui kekejaman. Hati nurani, ketika berfungsi dengan baik, mengarahkan seseorang pada ruang lingkup yang lebih luas—menuju hari ketika segala sesuatu dipertanggungjawabkan dan kehidupan seseorang benar-benar dimulai.

Hal itu dimulai dengan menjadi, dan bukan melakukan. Itulah yang ditekankan oleh berbagai macam gerakan Injili. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Ef. 2:8–9). Lalu ayat ini segera diikuti dengan kalimat: “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya” (ay. 10).

Moralitas itu penting, tetapi moralitas berakar dalam kehidupan, bukan sebaliknya. Jika Anda berada di dalam Kristus, dosa-dosa Anda telah diampuni. Anda disalibkan dengan Kristus, dan dibangkitkan bersama-Nya. Tidak ada usaha yang Anda lakukan untuk memperolehnya. Itu sebabnya, bagian terbaiknya, kekristenan Injili menunjuk pada moralitas—atau, dalam bahasa alkitabiah yang lebih baik, pengudusan—sebagai hasil dari siapa kita di dalam Kristus, bukan sebagai cara untuk mendapatkan perkenanan Allah.

Dengan demikian, maka moralitas bertentangan dengan moralisme atau legalisme. Seperti yang dikatakan Martin Luther, “Kita tidak dibenarkan dengan melakukan perbuatan benar, melainkan, setelah dibenarkan, kita melakukan perbuatan benar.”

Moralitas haruslah menjadi sesuatu yang didefinisikan di luar diri seseorang dan situasinya. Salib adalah penghakiman yang pasti terhadap dosa yang didefinisikan secara objektif. Begitu juga dengan neraka. Dosa tidak hanya berkaitan dengan apa yang Anda lakukan (meskipun tentu saja itu termasuk di dalamnya), tetapi juga berkaitan dengan menjadi orang yang seperti apa Anda nantinya. Kita memiliki titik kerentanan yang berbeda, itulah sebabnya kita harus menanggung beban satu sama lain. Perhatikanlah dalam kehidupan Anda sendiri di mana titik-titik kelemahan itu berada. Apa ambisi yang mendorong Anda? Siapa orang-orang yang Anda inginkan untuk menyukai Anda?

Hati nurani yang tidak berfungsi diinformasikan oleh prioritas ambisi, rasa aman, dan rasa memiliki. Karena itulah Pontius Pilatus akhirnya menyalibkan Yesus. Ini bukan karena dia berkomplot agar Mesias dibunuh, tetapi karena ia “ingin memuaskan orang banyak” (Mrk. 15:15). Ketika Pilatus, tulis Matius, “melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan,” maka ia cuci tangan dari masalah itu (Mat. 27:24). Begitulah yang terjadi. Pilatus melihat taruhannya adalah tentang apa yang dia peroleh atau apa yang terhilang dari dirinya—pada saat itu, atau dalam perjalanan hidupnya. Dia mendefinisikan misinya dalam hal ambisi dan rasa aman, bukan dalam hal hati nurani. Maka hati nuraninya menyesuaikan dengan ambisinya, bukan sebaliknya.

Hal yang sama dapat terjadi pada Anda—tidak peduli apakah Anda bekerja di departemen produksi toko kelontong atau di sebuah firma akuntan atau di serikat penulis skenario atau sebagai misionaris. Tarikannya akan selalu berusaha untuk mendiamkan hati nurani karena Anda tidak mampu menghadapi apa yang Anda takutkan akan terjadi. Di situlah terletak bencana.

Masalahnya bukan karena Anda akan menemukan diri Anda bergerak dengan cara yang tidak pernah Anda inginkan—melainkan Anda tidak akan menyadari sama sekali bagaimana Anda bergerak. Anda bahkan tidak akan melihat bahwa Anda mengejar imprimatur dari kerumunan mana pun yang ingin Anda masuki, demi tujuan apa pun yang ingin Anda capai. Hanya setelah semuanya terlambat, barulah Anda menyadari bahwa Anda tidak lagi mengenali diri Anda sendiri.

Teriakan akan ambisi dan rasa memiliki itu tidak akan membawa pada ketiadaan hati nurani, tetapi pada hati nurani yang salah arah, hati nurani yang merasa malu dengan apa yang tidak memalukan dan yang tidak merasa apa-apa terhadap hal yang memalukan. Pembentukan karakter juga bekerja dari dalam ke luar. Yesus berkata, “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya” (Luk. 6:45).

Hati nurani yang bersih tidak menuntun, seperti yang kita bayangkan, pada ketenangan batin, setidaknya tidak dengan segera. Hati nurani yang bersih adalah hati nurani yang hidup—dan dengan demikian bergetar dengan dorongan untuk bertobat dan berbalik serta memohon belas kasihan. Namun, dalam jangka panjang, hati nurani yang bersih menuntun pada kedamaian—karena hati nurani yang bersih menyingkirkan rasa takut.

Jika ambisi Anda adalah standar Anda, maka Anda akan diperbudak oleh apa pun yang dapat merenggut ambisi Anda. Jika rasa memiliki Anda dalam suku Anda adalah standar Anda, maka Anda akan takut dengan ancaman pengasingan. Akan tetapi jika misi Anda sejalan dengan hati nurani Anda, dan hati nurani Anda sejalan dengan Injil, maka Anda tidak perlu hidup dalam ketakutan yang melumpuhkan, dan Anda juga tidak perlu hidup untuk membela diri sendiri.

Itulah sebabnya Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah” (Mat. 10:26–27).

Jika Anda menyadari bahwa akan ada Hari Penghakiman yang akan datang, Anda tidak perlu menyebut hari penghakiman Anda sekarang. Jika ada yang meminta sesuatu dengan mengorbankan integritas Anda, ketahuilah bahwa harganya terlalu mahal.

Russell Moore adalah pemimpin redaksi CT. Diadaptasi dari Losing Our Religion: An Altar Call for Evangelical America oleh Russell Moore. Hak Cipta © 2023, dalam perjanjian dengan Sentinel, cetakan dari Penguin Random House LLC.

Diterjemahkan oleh Vika Rahelia.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube