“Mari kita luangkan beberapa menit untuk berdoa bersama.” [Teriakan. Tangisan. Jeritan.]
“Setelah dipikir-pikir lagi, kami harus pulang. Sudah waktunya Mia tidur siang.”
Gagasan tentang kelompok kecil di gereja terdengar luar biasa secara teori. Akan tetapi dari minggu ke minggu, pelaksanaannya bisa membuat frustrasi. Mungkin di kelompok kecil Anda, jumlah anak lebih banyak daripada orang dewasa. Atau Anda tidak pernah tahu siapa saja yang akan datang. Atau Anda merasa tidak nyaman setiap kali John mulai berkhotbah panjang lebar.
Saya telah melayani sebagai pendeta selama 14 tahun, dan 6 tahun di antaranya saya terlibat langsung dalam pelayanan kelompok kecil. Saya sering mendengar keluhan yang sama berulang kali. Berikut ini adalah tiga pertanyaan yang paling sering diajukan, beserta beberapa cara untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut di gereja Anda.
Penitipan Anak
Ini adalah hambatan terbesar yang dihadapi oleh para pemimpin dan anggota kelompok kecil: Apa yang harus kita lakukan dengan anak-anak kecil kita? Tidak ada jawaban yang benar-benar mudah, tetapi ada beberapa ide yang bisa diterapkan.
Patungan untuk membayar pengasuh. Jika setiap keluarga patungan untuk membayar pengasuh di tiap pertemuan dan saling berbagi daftar kontak pengasuh anak, biasanya kelompok tersebut bisa menemukan seseorang yang bersedia datang untuk menjaga semua anak selama satu jam.
Bergantian antara pertemuan pria dan wanita. Beberapa kelompok memilih untuk bertemu tiga kali sebulan: satu kali untuk para pria, satu kali untuk para wanita, dan satu kali untuk seluruh kelompok. Saat para wanita bertemu, para pria tinggal di rumah menjaga anak-anak—dan sebaliknya. Pertemuan ketiga lebih bersifat kebersamaan, dan anak-anak bisa ikut serta dalam kegiatan kelompok.
Bergantian menjaga anak. Jika kelompok terdiri dari beberapa keluarga (lima atau lebih), alternatif yang baik adalah bergiliran menjaga anak-anak. Setiap minggu, satu pasangan bertugas menjaga semua anak, sementara orang dewasa lainnya bertemu dan berdiskusi. Pola ini bisa dilakukan di rumah yang berbeda atau di rumah yang sama, tetapi di ruangan terpisah. Dengan cara ini, kelompok tidak perlu membayar atau bergantung pada pengasuh anak.
Libatkan anak-anak. Jika anak-anak dalam kelompok sudah berusia sekolah dasar atau lebih besar, saya sarankan untuk sesekali melibatkan mereka dalam pertemuan. Penting bagi anak-anak untuk bertumbuh dengan memandang gereja sebagai keluarga—bahwa mereka adalah bagian dari gereja masa kini, bukan hanya “gereja masa depan.” Para remaja bisa belajar berdialog dengan orang dewasa, dan anak-anak yang lebih muda bisa diajak berbagi tentang ketakutan, keberhasilan, atau hal-hal menyenangkan yang mereka alami di sekolah atau di gereja.
Komitmen dan Kehadiran
Selain masalah penitipan anak, ini adalah isu paling umum yang sering saya dengar dari para pemimpin kelompok: “Bagaimana caranya supaya orang-orang mau hadir secara konsisten?” Saya punya empat saran untuk hal ini.
Tentukan nilai yang terutama dari kelompok Anda. Jika kelompok Anda ingin berfokus ke luar—artinya ingin mengundang orang-orang baru untuk bergabung, menjangkau komunitas, dan melipat-gandakan kelompok—maka Anda perlu memiliki para anggota yang konsisten dan matang secara rohani. Jika prioritas Anda adalah membangun hubungan yang lebih dalam—artinya Anda ingin kelompok ini menjadi sahabat-sahabat yang lebih dekat dan bersama-sama bergumul menghadapi tantangan nyata dalam mengikut Yesus setiap harinya—maka Anda perlu menyampaikan dengan jelas sejak awal tentang harapan Anda akan kedalaman relasi.
Buat perjanjian kelompok. Saya mendorong setiap kelompok baru untuk menyepakati nilai-nilai dan komitmen bersama segera setelah kelompok terbentuk. Di antara berbagai hal yang bisa dicantumkan dalam perjanjian kelompok, kehadiran sebaiknya menjadi salah satunya.
Tinjau ulang kehadiran dan komitmen satu atau dua kali setahun. Saya menyarankan setiap kelompok memberikan kesempatan “jalan keluar yang baik” setahun sekali, sebaiknya di Oktober. Cukup katakan, “Bulan depan, saya pikir kita perlu meninjau kembali perjanjian kelompok kita. Pikirkan baik-baik apakah Anda ingin berkomitmen lagi untuk setahun ke depan bersama kelompok ini, atau mungkin Anda ingin mencoba hal yang berbeda.”
Jadwalkan pertemuan jauh-jauh hari. Dua cara terbaik untuk melakukannya adalah: (1) Menyepakati pola pertemuan tetap sehingga tidak ada kebingungan kapan kelompok akan bertemu, atau (2) di akhir setiap pertemuan, konfirmasikan tanggal dua pertemuan berikutnya.
Pendominasi Percakapan
Banyak kelompok memiliki setidaknya satu orang yang “terlalu banyak bicara.” Mungkin itu adalah orang yang bermaksud memberi nasihat baik tetapi berbicara terlalu cepat dan terlalu sederhana. Atau seseorang yang berperan seperti terapis setiap kali ada anggota yang berbagi pergumulan. Mungkin juga ada anggota dalam kelompok Anda yang suka menyela atau berbicara lebih banyak daripada mendengarkan. Berikut beberapa tips praktis untuk menghadapi situasi seperti ini:
Memilih. Alih-alih melemparkan pertanyaan ke seluruh kelompok, tunjuk seseorang secara langsung: “Suzanne, menurutmu bagaimana?” Anda juga dapat memulainya seperti ini: “Mari kita bergiliran menjawab dan masing-masing punya waktu 60 detik untuk menjawab pertanyaan ini.”
Menyela. “Saya tahu saya sedang menyela, tetapi saya ingin mendengar pendapat Suzanne.” Meskipun terkesan tidak lazim, namun menyampaikan bahwa Anda sedang menyela justru lebih sopan daripada memotong pembicaraan secara diam-diam.
Berterima kasih. Jika Anda merasa sungkan untuk menyela, tunggu ada jeda sedikit dan katakan, “Saya suka apa yang kamu katakan tentang ___. Siapa lagi yang ingin berkomentar?” Orang-orang yang terlalu banyak bicara sebenarnya adalah “pemroses verbal” — mereka berpikir sambil berbicara dan sering kali tidak tahu kapan harus berhenti. Ketika mereka sampai di akhir suatu pemikiran, mereka akan memberi isyarat bahwa mereka belum selesai — mungkin dengan menaikkan nada suara di akhir kalimat atau menambahkan kata pengisi seperti “jadi…” agar orang lain tidak ikut menyela. Manfaatkan jeda-jeda yang sedikit itu untuk mengarahkan percakapan kembali.
Isyarat non-verbal. Membungkuk sedikit ke depan dan mengangkat tangan, atau menatap dengan ekspresi siap berbicara bisa menjadi tanda bahwa Anda ingin mengatakan sesuatu. Saya sering memperhatikan sekeliling ruangan untuk mencari siapa yang tampak menunggu kesempatan untuk berbicara, lalu saya akan menunjuk ke arah orang tersebut. Biasanya semua orang akan menoleh, dan percakapan pun beralih secara alami.
Bicara secara pribadi. Ini memang tidak menyenangkan dan harus dilakukan dengan lembut. Meski demikian, jika dinamika kelompok benar-benar terganggu, Anda mungkin perlu berbicara secara pribadi dengan orang yang mendominasi percakapan itu.
Jika saran-saran ini tidak juga menyelesaikan ketegangan di kelompok Anda, konsultasikan dengan pendeta Anda atau siapa pun yang mengawasi pelayanan kelompok kecil di gereja. Kemungkinan besar mereka mengenal orang-orang di kelompok Anda secara pribadi dan dapat memberikan saran yang lebih spesifik sesuai situasi Anda.
Nik Schatz melayani sebagai pendeta eksekutif di Hershey Free Church, Hershey, Pennsylvania. Ia meraih gelar ThM dari Dallas Theological Seminary dan DMin dari Gordon-Conwell Theological Seminary.