Pastors

Pemuridan yang Aktif dalam Dunia yang Berubah

Mentransformasi anggota gereja yang pasif menjadi murid yang memiliki tujuan dan diperlengkapi untuk menghadapi kompleksitas zaman ini.

Tree with many wide, deep roots.
CT Pastors July 23, 2025
ilbusca / Getty

Kesenjangan yang makin lebar antara kekristenan yang kasual dan pemuridan yang berkomitmen menghadirkan tantangan terbesar sekaligus peluang terpenting bagi kita. Meskipun jemaat kita berhasil menarik banyak orang untuk hadir, kita sering kali kesulitan untuk membina pengikut Kristus yang dewasa, yang mampu menavigasi dunia kita yang kompleks dengan hikmat alkitabiah. Kesenjangan antara sekadar kehadiran dan pemuridan yang aktif ini tidak hanya mengancam kesaksian kita saat ini, tetapi juga kemampuan kita untuk menawarkan harapan kepada dunia yang putus asa mencari kebenaran.

Tantangan Pemuridan yang Mendesak

Pilar-pilar tradisional dari formasi spiritualitas Kristen—yaitu kehadiran di gereja secara rutin, keteraturan dalam doa, mendalami Alkitab, dan hidup untuk kemuliaan Allah serta berbuat baik kepada sesama—telah kehilangan tempat utamanya dalam kehidupan banyak orang percaya. Fondasi rohani yang melemah ini membuat orang Kristen tidak siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pelik masa kini tentang gender, identitas, keadilan sosial, dan kebenaran dengan hikmat Alkitab.

Dapatkan pembaruan harian dalam Bahasa Indonesia langsung di ponsel Anda! Bergabunglah dengan kanal WhatsApp kami.

Teolog Kroasia, Miroslav Volf, merangkum hal ini dengan indah:

Seiring perjalanannya melintasi ruang dan waktu, iman Kristen memerlukan penyelarasan ulang secara berkala dengan kebenaran terdalamnya sendiri; penyelarasan ulang semacam ini disebut reformasi. Orang-orang Kristen juga, dan bukan hanya keyakinan mereka, perlu terus menyelaraskan diri dengan versi autentik dari iman mereka; penyelarasan ini disebut pembaruan. Saya mendorong kita sebagai orang Kristen untuk mereformasi dan memperbarui iman kita, agar dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan panggilan yang telah kita terima. Jika tidak, iman Kristen mungkin dapat berubah menjadi kutukan bagi dunia, alih-alih sumber berkat. (Flourishing, 2016)

Seiring dengan percepatan perubahan dalam masyarakat, pilar-pilar formasi spiritualitas Kristen, seperti pendidikan Kristen yang didukung gereja dan masyarakat, telah berkurang pengaruhnya. Penelitian menunjukkan bahwa banyak orang percaya tidak tertarik atau merasa terlalu sibuk untuk terlibat dalam praktik-praktik rohani yang pernah membentuk iman mereka. Kenyataan ini dapat mengecewakan bagi para pemimpin Kristen yang mencurahkan hati mereka untuk menciptakan ruang-ruang bagi pertumbuhan, hanya untuk melihat semua itu kurang dimanfaatkan, atau bahkan diabaikan.

Banyak gereja telah meninggalkan program seperti Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab Liburan, ibadah tengah minggu, atau pelajaran Alkitab khusus. Berdoa sering kali menjadi kegiatan musiman, alih-alih percakapan yang konsisten dengan Bapa kita. Sebuah penelitian Barna baru-baru ini mengungkapkan bahwa 62 persen orang Kristen yang tidak tertarik dalam pemuridan mengatakan bahwa hal itu membutuhkan komitmen waktu yang terlalu banyak. Jika kita, sebagai orang percaya, tidak punya komitmen untuk berinvestasi dalam iman kita, masa depan seperti apa yang menanti kita? Terhadap dunia yang sedang mengamati, kita akan menjadi saksi yang seperti apa?

Seperti pohon membutuhkan akar yang dalam dan buah yang nyata, iman Kristen membutuhkan keyakinan yang teguh dan ekspresi perilaku yang autentik dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa salah satunya, kita menjadi tidak utuh dan tidak efektif, hanya menjadi penampil kekristenan daripada praktisinya.

Memahami Pemuridan yang Pasif: Kebiasaan yang Nyaman

Pemuridan yang pasif terjadi ketika pertumbuhan rohani dialami secara tidak langsung melalui paparan sederhana terhadap ajaran, praktik, dan komunitas Kristen. Bayangkan ini seperti pertumbuhan rohani melalui osmosis—menghadiri kebaktian hari Minggu, melayani dalam tim gereja, atau berpartisipasi dalam kelompok-kelompok kecil, dengan harapan bahwa kedewasaan rohani akan terwujud pada akhirnya. Meskipun kegiatan-kegiatan ini menciptakan kesempatan berharga untuk menumbuhkan iman seseorang, semua itu hanyalah awal dari pemuridan sejati.

Pertumbuhan yang nyata membutuhkan langkah-langkah yang intensional seperti terlibat aktif dengan kebenaran Alkitab, mempraktikkan disiplin-disiplin rohani, dan mencari keterhubungan yang autentik dalam komunitas-komunitas di mana kita mengharapkan adanya tantangan dan pertumbuhan. Dengan memahami perkembangan ini, kita dapat menggembalakan orang-orang percaya dengan lebih baik lagi melampaui tembok-tembok gereja, mengubah kehadiran di hari Minggu menjadi pemuridan setiap hari.

Banyak pemimpin Kristen tanpa sadar telah puas dengan pendekatan pemuridan yang pasif, mengira kehadiran sebagai partisipasi dan persekutuan sebagai formasi dari spiritualitas. Meskipun kelompok kecil, kelompok PA, atau kelompok minat memiliki tujuan penting, tetapi kelompok-kelompok tersebut tidak serta merta menghasilkan murid yang dewasa. Sementara penginjilan mengundang orang untuk percaya kepada Tuhan, pemuridan mentransformasi keyakinan dan karakter, membina orang percaya yang menjalankan ajaran Kristus dalam setiap aspek kehidupan.

Kekuatan Pemuridan yang Aktif: Menjalankan Amanat Agung

Seperti apakah pemuridan yang aktif? Kita menemukan gambaran utamanya dalam Amanat Agung Yesus:

Yesus mendekati mereka dan berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat. 28:18–20)

Amanat Agung menyingkapkan pemuridan sebagai suatu proses yang menyeluruh: Dimulai dengan penginjilan, tetapi meluas hingga pembinaan yang berkelanjutan dan penerapan praktis kebenaran Injil dalam kehidupan sehari-hari.

Pada inti dari pemuridan yang aktif terdapat tiga praktik yang esensial:

  • Akuntabilitas Pribadi: Orang percaya harus dengan penuh kasih meminta pertanggungjawaban satu sama lain untuk hidup sesuai dengan ajaran Alkitab. Akuntabilitas ini tidak dimaksudkan sebagai hukuman, melainkan lebih sebagai dukungan dan pembimbingan. Ibrani 10:25 menekankan bahwa menjadi bagian dari jemaat yang percaya Alkitab sangat penting bagi pertumbuhan kita. Hal ini menyediakan wadah bagi para individu untuk berkumpul, beribadah, dan belajar bersama sambil menumbuhkan rasa kebersamaan dalam komunitas serta rasa memiliki.
  • Studi Alkitab yang Rutin: Praktik ini berkembang di tempat-tempat di mana komunitas lintas generasi berkumpul. Seperti ekosistem yang sehat, interaksi antara akar yang dalam dari orang percaya yang sudah matang dan pertumbuhan yang baru muncul dari orang Kristen yang baru percaya menciptakan tanah yang subur bagi perkembangan rohani—sebuah pola sakral yang harus dipelihara gereja secara intensional.
  • Akuntabilitas Bersama: Seperti jaring pengaman rohani, akuntabilitas menangkap orang percaya saat mereka tergelincir. Ini adalah jawaban atas perintah Alkitab untuk saling menanggung beban satu sama lain (Gal. 6:1–2) dan mengakui dosa kita dengan rendah hati (Yak. 5:16). Ketika kita menciptakan budaya keterbukaan ini, orang-orang merasa lebih aman untuk mengungkapkan pergumulan mereka dan menerima bimbingan penuh anugerah menuju pemulihan serta pertumbuhan.

Membangun Budaya Pemuridan yang Aktif

Melampaui dampak awal dari penginjilan, pemuridan yang intensional dan aktif menciptakan orang-orang percaya dewasa yang menghidupi Injil setiap hari. Melalui formasi spiritualitas yang intensional, kita mengembangkan murid-murid yang autentik, yang menunjukkan—bukan sekadar menceritakan—kuasa transformatif Injil.

Dr. Scot McKnight menangkap esensi misi kita dalam bukunya A Fellowship of Differents: “Tujuan gereja adalah menjadi kerajaan Allah di dunia masa kini, dan kehidupan Kristen adalah tentang belajar untuk hidup dalam realitas kerajaan tersebut, di sini dan saat ini.” Kata-katanya mengajak kita untuk melihat gereja bukan hanya sebagai tempat yang kita kunjungi, melainkan sebagai bagian dari komunitas milik bersama—sebuah refleksi kerajaan Allah yang hidup dan bernapas di bumi ini.

Dampak Kerajaan Allah

Pernyataan Yesus dalam Matius 5 bahwa kita adalah “terang dunia” menemukan maknanya yang paling penuh melalui pemuridan yang aktif. Saat Roh Kudus menguduskan gereja kita, terang-Nya memancar keluar, mentransformasi keluarga, tempat kerja, dan komunitas.

Inilah keindahan gereja: Kita tidak melakukannya sendirian. Bersama-sama, kita bertumbuh menjadi manusia yang dikehendaki Allah, berjalan berdampingan satu sama lain seiring kita belajar untuk mengasihi, melayani, dan mencerminkan Yesus kepada dunia. Ini bukan sekadar karya dari gereja—ini adalah karya dari kerajaan Allah yang membentuk kesaksian Kristen di masa kini dan masa depan.

Corey L. Gaston adalah ahli strategi perubahan organisasi yang telah melayani gereja dan pemimpin pelayanan selama lebih dari dua dekade. Ia juga menjabat sebagai kepala sekolah Concord Academy dan dosen di Southeastern University.

Diterjemahkan oleh Mellie Cynthia.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, X, Instagram, atau Whatsapp.

Our Latest

Perdukunan di Indonesia

Bolehkah orang Kristen mempraktikkan ‘ilmu putih’ untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan?

News

Wafat: James Dobson, yang Mengajarkan Kaum Injili untuk Berfokus pada Keluarga

Psikolog anak ini menjawab ratusan ribu pertanyaan tentang pengasuhan anak dan mendesak umat Kristen untuk berjuang dalam “perang nilai-nilai” Amerika.

Tuhan Cemburu, tetapi Tidak Pernah Iri Hati

Kita sering memperlakukan dua kata ini sebagai sinonim. Dalam Kitab Suci, keduanya hampir bertolak belakang.

Public Theology Project

Gereja Itu Rapuh—Namun Tak Tergoyahkan

Kita mungkin sedih melihat keadaan gereja, tetapi kita tetap bisa mengasihi dan memperjuangkannya.

Mengapa Kita Sangat Ingin Mengukur Kecerdasan?

Kemampuan manusia untuk bernalar tidak sama dengan AI dalam mengumpulkan informasi.

Tetap Termotivasi dalam Pelayanan (Saat Anda Tidak Merasa Termotivasi)

Ketika pelayanan menjadi rutinitas yang membosankan, motivasi pun mengering. Namun kasih karunia Allah menghidupkan kembali apa yang tidak pernah dapat dihidupkan oleh rasa bersalah dan kerja keras.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube