News

Wafat: Paus Fransiskus, Sahabat Kaum Injili

Pemimpin Katolik Roma ini “membangun jembatan di atas fondasi hubungan” dengan para pendeta Protestan di Argentina.

Pope Francis
Christianity Today April 21, 2025
Edits by CT / Source Images: Vatican Pool, Getty

Dari ranjang rumah sakitnya di Roma, Paus Fransiskus menantang umat Kristen untuk “mengubah kejahatan menjadi kebaikan dan membangun dunia yang penuh persaudaraan.” Paus, yang sedang berjuang melawan infeksi paru-paru, mengatakan, “Jangan takut mengambil risiko demi kasih!”

Salah satu risiko yang selalu bersedia diambil oleh Jorge Mario Bergoglio, seorang Yesuit kelahiran Argentina itu, adalah risiko persahabatan dengan kaum Injili.

Dapatkan pembaruan harian dalam Bahasa Indonesia langsung di ponsel Anda! Bergabunglah dengan kanal WhatsApp kami.

“Beliau adalah orang yang punya banyak relasi,” kata Alejandro Rodríguez, presiden Youth With A Mission (YWAM) Argentina, kepada Christianity Today. “Beliau menghormati institusi-institusi, tetapi membangun jembatan di atas fondasi hubungan.”

Paus Fransiskus wafat pada hari Senin di usia 88 tahun setelah 12 tahun menjabat sebagai kepala Gereja Katolik Roma. Beliau berada di rumah, di Rumah Santa Martha, setelah menghabiskan lima minggu di Rumah Sakit Universitas Agostino Gemelli di Roma.

Umat Katolik di seluruh dunia berduka atas kepergian beliau. Dan di Argentina, para pemimpin Kristen yang tidak menjadi pengikut Paus Fransiskus dan tidak mengakui otoritas kepausan, juga turut berduka.

“Saya bukan dari kalangan ekumenis; kami umat Kristen tidak semuanya merupakan bagian dari kelompok yang sama,” kata Rodríguez. Namun, ia mencatat, “Saat kami bersama, kami bukanlah Paus dan pendeta. Kami adalah Jorge dan Alejandro.”

Direktur YWAM itu pertama kali bertemu Fransiskus lebih dari 20 tahun yang lalu, ketika Fransiskus dipanggil sebagai Kardinal Bergoglio dan melayani gereja sebagai uskup agung Buenos Aires. Pada saat itu, Rodríguez bekerja di Centro Nacional de Oración (Pusat Doa Nasional), yang terletak di depan Casa Rosada, istana kepresidenan, di Buenos Aires.

Lalu sang Kardinal itu memintanya bertemu untuk minum kopi, dan Rodríguez menggunakan kesempatan itu untuk mengkritik gereja Katolik.

“Anda selalu menuding bahwa para penguasa bekerja dengan buruk,” katanya kepada Bergoglio. “Akan tetapi setiap pemimpin di negara ini selalu dididik dan dipengaruhi oleh gereja Katolik.”

Mengapa Bergoglio berpikir bahwa para penguasa bekerja dengan buruk?

Rodríguez melanjutkan dan memberikan penjelasannya: “Gereja Katolik telah menjadi institusi paling korup dalam sejarah Amerika Latin.”

Namun jawaban sang Kardinal mengejutkan Rodríguez. Bergoglio berkata, “Anda benar,” dan beberapa menit kemudian beliau meminta orang Injili yang mengkritik gereja Katolik itu untuk mendoakannya.

Itulah awal dari persahabatan panjang mereka, yang berlanjut bahkan setelah Bergoglio pergi ke Roma pada tahun 2013 dan menjadi Paus Fransiskus. Selama 12 tahun menjabat sebagai kepala gereja Katolik, beliau tidak pernah kembali ke Argentina. Namun pada waktu tertentu, Paus akan menghubungi direktur YWAM itu dan meminta nasihatnya mengenai isu-isu yang terkait Amerika Latin, atau perang di Ukraina, atau umat Protestan secara umum. Paus Fransiskus juga sering bertukar pikiran dengannya, kata Rodríguez, dan membahas pergumulan beliau menghadapi politik internal Vatikan.

Paus Fransiskus tampaknya senang berteman dengan orang-orang Injili Argentina. Marcelo Figueroa, seorang Presbiterian yang mengepalai Lembaga Alkitab Argentina, mengatakan kepada CT bahwa kadang-kadang Paus akan menanyakan pandangannya tentang sesuatu, tetapi sebagian besar relasi mereka lebih bersifat pribadi.

“Kami banyak tertawa,” kata Figueroa. “Dia adalah seorang porteño (seseorang yang berasal dari Buenos Aires) yang baik.”

Kedua pria ini awalnya terhubung sebagai pembawa acara bersama dengan rabi Abraham Skorka, dalam acara TV mingguan yang disebut Biblia: Diálogo Vigente. Siaran itu ditayangkan dari tahun 2010 hingga 2013, dan berhenti tayang ketika Bergoglio diangkat menjadi Paus. Awalnya hubungan mereka adalah relasi profesional, tetapi kemudian mereka menjadi teman minum kopi dan mengobrol di transportasi umum. Mereka tetap berelasi, dan dalam beberapa hal hubungan mereka bahkan tumbuh lebih dalam.

Pada Maret 2015, Francis menelepon Figueroa untuk mengucapkan selamat ulang tahun, dan bertanya tentang kesehatannya. “Saya berkata, ‘Saya akan menjalani biopsi,’” kenang Figueroa, “‘tetapi itu tidak akan menjadi masalah besar.’”

Ternyata dia salah. Dia didiagnosis menderita kanker kulit yang langka dan agresif. Figueroa lalu menulis surat kepada Paus untuk memberitahukan hal itu dan meminta doa dari beliau.

“Beliau menelepon saya saat membuka surat itu,” kata Figueroa. “Beliau juga menelepon istri saya ketika saya sedang menjalani operasi. Suatu hari ketika beliau hendak pergi ke suatu acara pada Pekan Suci, beliau berkata, ‘Saya tidak ingin pergi tanpa mengetahui keadaanmu.’”

Figueroa pun pulih, yang mengejutkan para dokternya, dan Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi editor surat kabar resmi Vatikan, L’Osservatore Romano, di Argentina. Dia adalah orang Protestan pertama yang menduduki jabatan tersebut.

Mungkin teologi ekumenis Paus Fransiskus yang membawanya pada relasi-relasi ini. Meskipun beliau tentu saja menganut ajaran Katolik tradisional bahwa hanya ada satu gereja—yaitu Katolik, atau gereja universal—beliau juga memandang orang-orang Kristen yang tidak berada dalam persekutuan di Roma dan, dengan cara yang misterius, melihat Tuhan bekerja.

“Roh Kudus menciptakan keberagaman di dalam Gereja,” kata Paus Fransiskus dalam pidatonya di tahun 2014. “Namun kemudian, Roh Kudus yang sama menciptakan kesatuan, dan dengan cara ini Gereja menjadi satu dalam keberagaman. Lalu, memakai kata-kata indah seseorang dari kalangan Injili yang sangat saya kasihi, keberagaman yang diperdamaikan oleh Roh Kudus.”

Atau mungkin, lebih sederhananya, kerendahan hati Paus Fransiskuslah yang memungkinkan beliau, sebagai kepala gereja Katolik, dapat berteman baik dengan kaum Injili yang tidak mengakui otoritasnya.

Kerendahan hati merupakan salah satu ciri khas kepausannya. Dalam pernyataan publik pertamanya setelah menjadi Paus, Fransiskus melontarkan lelucon tentang betapa kecil kemungkinannya untuk memiliki seorang Paus dari Argentina. “Anda tahu bahwa tugas konklaf adalah memberikan seorang uskup kepada Roma,” katanya. “Sepertinya saudara-saudara saya, para kardinal, rela pergi hingga ke ujung dunia untuk mendapatkannya.”

Kemudian beliau meminta orang-orang untuk mendoakannya. Biasanya, Paus-lah yang berdoa untuk orang banyak, bukan yang meminta doa dari orang-orang biasa. Pengamat Vatikan mengatakan perubahan ini “belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat mengejutkan.”

Paus Fransiskus juga sangat menghargai persahabatan. Dalam nasihat apostoliknya Christus Vivit, beliau menyatakan bahwa persahabatan merupakan anugerah dari Allah dan berfungsi untuk menguduskan kita.

“Melalui teman-teman kita,” tulisnya, “Tuhan memurnikan kita dan menuntun kita menuju kedewasaan.”

Dalam nasihat lainnya, Querida Amazonia (Amazon yang Tercinta), beliau meminta umat Katolik untuk “terbuka terhadap keragaman karunia yang dianugerahkan Roh Kudus kepada setiap orang.”

Interaksi yang ramah dari Paus Fransiskus dengan kaum Injili kadang-kadang menimbulkan kekhawatiran di kalangan sesama umat Katolik. Pada tahun 2014, misalnya, hanya setahun setelah penahbisannya, Paus Fransiskus mengatakan bahwa beliau ingin pergi ke Chiesa Evangelica Della Riconciliazione (Gereja Injili Rekonsiliasi), di Caserta, Italia. Beliau mengenal pendeta dari gereja itu, Giovanni Traettino, dari sebuah acara dialog keagamaan belasan tahun sebelumnya di Argentina. Mereka berteman—dan selain itu, ini akan menjadi pertama kalinya seorang Paus mengunjungi gereja Pentakosta.

Uskup setempat merasa keberatan. Menurut dia, hari kunjungan yang direncanakan itu adalah hari raya santo dan santa pelindung Caserta, Joachim dan Anne. Akan menimbulkan skandal jika Paus berkunjung pada hari istimewa itu hanya untuk menemui kaum Protestan.

Fransiskus memaklumi pertimbangan tersebut, dan memilih mengunjungi umat Katolik di Caserta dan menemui umat Pentakosta beberapa hari kemudian. Namun, ketika beliau bertemu dengan Traettino dan 350 orang Injili, beliau juga meminta maaf atas umat Katolik yang telah mengutuki mereka selama bertahun-tahun.

Kerendahan hati beliau mendapat pujian dari pemberita Injil internasional, Luis Palau, yang menyebutnya sebagai seorang teman dan “seorang pria yang sangat berpusat pada Yesus Kristus.”

Sejak wafatnya Paus, jutaan orang di seluruh dunia menggemakan pandangan tersebut, mengenang Paus Fransiskus sebagai seorang Kristen teladan dan gembala bagi umatnya. Hal ini mengingatkan Rodríguez, direktur YWAM, tentang percakapan mereka beberapa tahun lalu. Ia mengatakan kepada calon Paus itu bahwa gembala-gembala yang sejati hidup bersama domba-domba mereka dan bahwa mereka sering berada di sekitar domba-domba itu sehingga mereka memiliki bau yang sama dengan kawanan domba mereka.

“Seorang gembala,” kenang Rodríguez, “harus memiliki bau domba.”

Fransiskus sangat tersentuh dengan metafora tersebut sehingga beliau mengulanginya bertahun-tahun kemudian dalam homilinya pada Misa Krisma pertamanya.

“Ini menunjukkan banyak hal tentang kerendahan hatinya,” kata Rodríguez.

Paus Fransiskus menganggap dirinya sebagai seorang gembala yang ada bersama kawanan dombanya, bukan berada di atas mereka. Beliau percaya akan pentingnya mengambil risiko untuk menjangkau banyak orang—bahkan termasuk kaum Injili.

Diterjemahkan oleh Maria Fennita S.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, Instagram, atau Whatsapp.

Our Latest

Perdukunan di Indonesia

Bolehkah orang Kristen mempraktikkan ‘ilmu putih’ untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan?

News

Wafat: James Dobson, yang Mengajarkan Kaum Injili untuk Berfokus pada Keluarga

Psikolog anak ini menjawab ratusan ribu pertanyaan tentang pengasuhan anak dan mendesak umat Kristen untuk berjuang dalam “perang nilai-nilai” Amerika.

Tuhan Cemburu, tetapi Tidak Pernah Iri Hati

Kita sering memperlakukan dua kata ini sebagai sinonim. Dalam Kitab Suci, keduanya hampir bertolak belakang.

Public Theology Project

Gereja Itu Rapuh—Namun Tak Tergoyahkan

Kita mungkin sedih melihat keadaan gereja, tetapi kita tetap bisa mengasihi dan memperjuangkannya.

Mengapa Kita Sangat Ingin Mengukur Kecerdasan?

Kemampuan manusia untuk bernalar tidak sama dengan AI dalam mengumpulkan informasi.

Tetap Termotivasi dalam Pelayanan (Saat Anda Tidak Merasa Termotivasi)

Ketika pelayanan menjadi rutinitas yang membosankan, motivasi pun mengering. Namun kasih karunia Allah menghidupkan kembali apa yang tidak pernah dapat dihidupkan oleh rasa bersalah dan kerja keras.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube