Baca Yesaya 9:1-6
SETELAH TERIKNYA SIANG selama berjam-jam, sore hari menyapa dengan cahayanya yang lembut dan kesejukannya yang menyenangkan. Senja bagaikan telur yang dipecahkan, yang memperlihatkan warna kuning keemasan dari matahari yang terbenam. Akan menjadi usaha yang melelahkan untuk mencoba menjelaskan kegelapan tanpa menggambarkan terang—kemungkinan besar hal ini mustahil untuk dilakukan. Terang tetap mengintip di balik cakrawala, bahkan di saat tergelap sekalipun.
Meski demikian, nabi Yesaya telah terbangun bersama fajar. Ia adalah seorang nabi dari Yehuda yang melayani selama masa pemerintahan empat raja; ia juga keturunan dari keluarga yang memiliki kedudukan dan status tinggi; seorang kepala keluarga; seseorang yang bersemangat untuk melakukan apa pun panggilan Tuhan baginya. Ditugaskan untuk menjadi juru bicara Tuhan, ia dengan lantang menyampaikan pesan kenabian meski kata-katanya tidak didengarkan oleh orang-orang yang tuli dan tenggorokannya pun terasa serak.
Karya dan tulisannya mengandung beberapa kata yang paling mendalam di seluruh Alkitab; menggemakan tema kekudusan, keadilan, kesetiaan, kepercayaan, kebenaran, dan pengharapan. Kata-kata dari Yesaya 9:2–7 ini menyingkapkan percikan-percikan kebenaran ini, yang mencerminkan kontras antara terang dan gelap, pengharapan dan kesesakan, kehormatan dan kesuraman.
Kontras ini bahkan sudah tersirat dalam nama-nama yang diberikan Yesaya kepada kedua putranya: Putra pertama bernama Syear-Yashub, atau, “suatu sisa akan kembali” dan putra kedua bernama Maher-Syalal-Hash-Bas yang merupakan suatu peringatan, “cepat untuk merampas, cepat untuk menjarah.” Kedua nama ini menggambarkan suatu upaya menyeimbangkan, yang tidak bertentangan atau membatalkan satu sama lain, melainkan menyempurnakan tema yang menjadi tujuan kisah terpadu ini sepanjang masa Adven (7:3, 8:1).
Kita tidak dapat menjelaskan kegelapan tanpa menggambarkan terang. “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (ay. 1).
Ketika kita berpaling dari Allah, ada kegelapan rohani yang akan menghantui dan menggelisahkan kita. Namun setelah hati kita diubah oleh karya Tuhan yang luar biasa, kita mulai mengarahkan diri, mengalihkan rute, mengubah orientasi diri kita menuju terang, dan kita pun mendapati bahwa terang itu sangat nyata, begitu menguatkan, sehingga para kru kapal Dawn Treader dalam kisah Narnia karya C.S. Lewis menyebutnya “dapat diminum.” Kita pun mulai mengalami kebaikan dari hal-hal yang akan datang bagai “terang yang dapat diminum” dan terang yang menerobos celah di antara awan serta sinar matahari di punggung kita yang memicu genderang kebebasan—sebuah kebebasan yang datang dari menyelaraskan nilai-nilai, kesetiaan, ketaatan, kegembiraan, dan pengharapan kita pada Tuhan yang kasih-Nya yang tak pernah gagal.
Yesaya tahu bahwa Betlehem akan menjadi tempat di mana Allah akan mengenakan jubah kekekalan. Sang Raja Damai ini suatu hari nanti akan berhadapan dengan bentuk kegelapan terkelam yang tak terbayangkan—kegelapan yang tidak dapat ditanggung oleh siapa pun. Ia menanggungnya agar kita dapat berjalan dalam terang.
Yesaya melihat cahaya masa depan dan menyambut fajar yang suatu hari akan menyingsing setelah malam yang panjang dan gelap, memancarkan sinar pengharapan untuk 700 tahun ke depan. Dia melihat seorang pewaris cemerlang yang akan datang sebagai rakyat jelata, walaupun sebenarnya Ia adalah Sang Mesias. Yesus memancarkan terang melampaui kegelapan malam, membangunkan fajar, dan menentukan arah sejarah penebusan—seorang bayi yang tumbuh menjadi pria yang akan mengalami kegelapan yang sesungguhnya, sehingga kita, meski dengan mata yang mengantuk, dapat menatap terang yang kekal.
Morgan Mitchell melayani sebagai pendeta di San Diego, dengan spesialisasi pada pemuridan, khotbah, dan kelompok-kelompok kecil di gereja.