News

Kaum Injili Lebanon Melayani Kaum Syiah yang Mengungsi Akibat Perang Israel-Hizbullah

Meskipun ada risiko bahaya dan keterbatasan sumber daya, gereja berusaha keras membantu umat muslim yang tidak terbiasa mengalami kasih kristiani.

Shiite women and their children who fled south Lebanon for shelter in Beirut.

Wanita Syiah dan anak-anak mereka yang melarikan diri dari Lebanon selatan untuk berlindung di Beirut.

Christianity Today October 31, 2024
Marwan Naamani / AP Images

Pada 23 September, Mustafa mengajak seluruh keluarganya yang berjumlah lima orang menaiki sepeda motor kecil dan berkendara selama tujuh jam ke utara, dari Tirus menuju sebuah desa di pegunungan Lebanon, perlahan-lahan melewati deretan kendaraan yang terjebak kemacetan. Sejumlah orang di dalam mobil-mobil itu—seperti keluarga saudaranya Hussein yang berjumlah enam orang—baru akan tiba dua hari berikutnya.

Jalur tersebut biasanya dapat ditempuh dalam waktu dua jam.

Mustafa, dan ribuan orang lain sepertinya, dengan panik melarikan diri dari bom Israel yang ditujukan ke Hizbullah, milisi Syiah yang ditetapkan oleh pemerintah AS sebagai organisasi teroris. Sebelum saat itu, dia dan saudaranya bekerja di sebuah lahan pertanian di luar kota, tinggal di apartemen sederhana dengan dua kamar tidur yang disediakan oleh majikannya.

CT setuju untuk merahasiakan nama keluarganya demi alasan keamanan. Mustafa adalah seorang Kristen yang berasal dari Afrin, wilayah Kurdi di barat laut Suriah. Ketika ditanya apakah dia memiliki keyakinan yang sama dengan saudaranya, Hussein berkata, “Belum.”

Negara asal mereka tidak mengakui orang yang pindah agama dari Islam. Walaupun Lebanon adalah satu-satunya negara Arab yang memberikan kebebasan pindah agama, Tirus adalah kota Syiah yang secara sosial konservatif di bawah pengaruh politik Hizbullah.

Ini adalah kedua kalinya Mustafa pindah. Pada tahun 2013, dia dan saudaranya melarikan diri dari perang saudara Suriah. Namun selama lima tahun terakhir, ketika angka kemiskinan di Lebanon meningkat tiga kali lipat, kaum Islam Sunni nominal mendapat dukungan dari pelayanan Kristen setempat yang menawarkan bantuan.

Delapan belas bulan yang lalu, Mustafa menjadi orang percaya.

“Saya mengikut Yesus,” katanya. “Dia menyelamatkan saya.”

Ketika Israel memulai invasi ke Lebanon, negara itu mengeluarkan perintah evakuasi ke desa-desa Islam dan Kristen di selatan. Namun, sebagian besar pengungsi berasal dari wilayah Syiah yang diduga sebagai gudang senjata dan terowongan bawah tanah—di mana kaum Syiah mungkin (atau mungkin tidak) menganut ideologi Islamis Hizbullah.

Menurut survei yang dilakukan pada awal tahun 2024, walaupun 78 persen kaum Syiah memandang positif peran milisi dalam urusan regional, hanya 39 persen yang mengatakan mereka merasa paling dekat dengan Hizbullah di antara partai-partai politik Lebanon, dibandingkan dengan 37 persen kaum Syiah yang merasa tidak dekat dengan siapa pun.

Hanya 6 persen orang Kristen yang “sangat percaya” pada milisi Syiah.

Dalam realitas ini, orang Kristen bersemangat—dan berhati-hati—untuk menolong. Komitmen Injil dan solidaritas nasional memang membutuhkan kebaikan. Namun terlalu mewaspadai sektarian malah mendorong lahirnya kecurigaan. Kemudian pemberitaan tentang pengeboman Israel menimbulkan ketakutan bahwa jika menyambut para pengungsi mungkin akan membuat mereka jadi sasaran.

Namun, banyak orang yang tetap membantu.

Mustafa dan Hussein berlindung di tempat tinggal yang disediakan oleh gereja Injili di desa yang berisi warga campuran Islam-Kristen, tempat mereka mencari perlindungan. Karpet plastik menutupi separuh lantai semen di bagian tempat mereka tinggal, dengan kasur tipis yang dirapatkan di dinding. Selimut dan bantal yang berserakan adalah bukti tidur anak-anak mereka yang gelisah sepanjang malam.

“Inilah pesan kami: Untuk menunjukkan kasih dalam tindakan saat kami membimbing orang kepada Kristus,” kata pendeta gereja tersebut. (CT merahasiakan identitasnya karena situasi politik yang tidak menentu di Lebanon.) “Saat mereka menerima, kami mengajari mereka untuk memberi.”

Jemaatnya saat ini menampung sekitar 100 orang, yang mengungsi dari rumah mereka di selatan dan di Lembah Bekaa, Lebanon. Lebih dari separuhnya berasal dari negara tetangga Suriah; sisanya sebagian besar adalah kaum Syiah Lebanon. Pendeta itu mengatakan 60 persen dari total orang yang ditolongnya adalah orang percaya. Yang lainnya, seperti Hussein, adalah kerabat mereka atau umat Islam yang sudah memiliki hubungan dekat dengan gereja-gereja di daerah asal mereka.

Mereka semua ikut membantu menyiapkan 500 roti lapis tuna untuk didistribusikan secara lokal.

Bukan Hanya Bicara

Konflik Hizbullah dengan Israel saat ini dimulai tahun lalu pada 8 Oktober, sehari setelah Hamas menginvasi Gaza dan menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, menyandera 250 orang. Milisi Lebanon memulai apa yang disebutnya sebagai “front dukungan” untuk Hamas, meluncurkan rudal yang menyebabkan 80.000 warga Israel melarikan diri dari desa-desa dekat perbatasan.

Kurang lebih 80.000 warga Lebanon juga melarikan diri dari serangan balasan Israel, dan selama 11 bulan kedua belah pihak menjaga pertukaran rudal mereka relatif terkendali, dengan tujuan menghindari konflik yang lebih besar dan mungkin juga konflik regional dengan Iran, yang mendukung Hamas dan Hizbullah sebagai pasukan proksi.

Status quo itu tetap bertahan meskipun 12 anak Druze tewas, terkena rudal Hizbullah di Dataran Tinggi Golan, dan meningkatnya penargetan Israel terhadap para pemimpin milisi di Lebanon, Suriah, dan Iran. Negosiasi yang dipimpin AS untuk meredakan atau menghentikan pertempuran ternyata gagal mengatasi desakan Hizbullah untuk melakukan gencatan senjata serentak di Gaza. Lalu pada 17 September, Israel memasukkan kembalinya warga utara ke rumah mereka sebagai tujuan perang resmi.

Beberapa jam kemudian, serangan bom di berbagai penyeranta (pager) meledak, dan, keesokan harinya, serangan bom di berbagai walkie-talkie juga meledak—yang secara luasdiduga dilakukan oleh Israel meskipun secara resmi mereka menyangkalnya. Serangan-serangan bom ini menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan anggota milisi dan personel medis yang berafiliasi di Lebanon dan Suriah. Enam hari kemudian, kampanye pengeboman dimulai. Pejabat Israel dilaporkan menyatakan kebijakan mereka adalah “de-eskalasi melalui eskalasi.”

Lebanon memperkirakan pertempuran tersebut telah menyebabkan 1,2 juta dari 6 juta penduduknya mengungsi. Lebih dari 950 sekolah umum, gudang, dan fasilitas lainnya sekarang berfungsi sebagai tempat penampungan. Sembilan puluh persen pengungsi, hampir setengahnya adalah anak-anak, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Pendeta di desa pegunungan yang disebutkan di atas memperoleh izin dari pemerintah kota yang dipimpin orang Islam, untuk memberikan bantuan bersama beberapa kelompok lainnya yang berkoordinasi dengan pelayanan lokal yang dijalankan oleh seorang penatua gereja.

Seorang koordinator bantuan lokal, seorang anggota komunitas muslim Druze heterodoks, mengatakan “gereja nomor satu” dalam memberikan bantuan, sementara beberapa kelompok lain “mengatakan mereka membantu tetapi sebagian besar hanya omong kosong.”

Namun, karena ruang kelas di seluruh negeri dipenuhi keluarga yang mencari perlindungan, dia mengeluh karena ketiga anaknya tidak punya tempat untuk bersekolah.

Konflik Israel-Hizbullah terakhir, pada tahun 2006, menyebabkan 900.000 orang meninggalkan rumah mereka. Kemudian, gereja-gereja dan warga dari semua sekte bersatu untuk membantu, tetapi saat ini, sumber dayanya jauh lebih sedikit.

Banyak yang enggan menyewakan apartemen mereka kepada kaum Syiah yang mengungsi, karena takut para pencari perlindungan tidak dapat—atau tidak mau—terus membayar. Hiperinflasi dan devaluasi mata uang sebesar 98 persen membuat banyak warga Lebanon harus berusaha untuk sekadar memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebuntuan politik telah membuat negara itu tidak memiliki presiden selama dua tahun, sementara perdana menteri bekerja sebagai pejabat sementara.

Siapa yang Harus Disalahkan?

Banyak orang menyalahkan Hizbullah.

“Saya menentang kaum Syiah dalam politik, tetapi atas dasar kemanusiaan, kita tidak bisa menolak untuk membantu mereka,” kata koordinator bantuan Druze. “Kita menderita akibat Suriah, kita menderita akibat Iran. Mungkin kita menunggu bantuan Amerika.”

Diplomat Amerika dan Prancis berusaha menengahi gencatan senjata selama tiga minggu di Lebanon, dan menteri luar negeri Lebanon menyatakan bahwa pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah telah setuju. Beberapa hari kemudian, serangan udara Israel yang menggunakan bom penghancur bunker menghancurkan empat bangunan apartemen perumahan dan menewaskan Nasrallah di tempat tinggalnya di bawah tanah. Para pejabat AS membantah mengetahui persetujuan Nasrallah.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkanmenyetujui perundingan gencatan senjata, lalu menariknya kembali. Israel menyatakan perangnya adalah melawan Hizbullah, bukan Lebanon. Netanyahu, berbicara kepada warga Lebanon, merujuk pada kampanye melawan Hamas.

“Anda memiliki kesempatan untuk menyelamatkan Lebanon sebelum terjerumus ke jurang perang panjang yang akan mengakibatkan kehancuran dan penderitaan seperti yang kita lihat di Gaza,” ungkapnya . “Bebaskan negara Anda dari Hizbullah sehingga perang ini dapat berakhir.”

Lebanon telah lama secara resmi mendukung penerapan resolusi PBB 1701, yang diadopsi untuk mengakhiri perang tahun 2006. Seruan ini menyerukan pelucutan senjata semua milisi dan penarikan Hizbullah di luar Sungai Litani, sekitar 18 mil di utara perbatasan Israel. Namun upaya Lebanon tahun 2008 untuk membongkar jaringan komunikasi pribadi milisi tersebut gagal setelah unjuk kekuatan bersenjata Hizbullah di Beirut.

Amerika Serikat dilaporkan kini tengah mendesak politisi Lebanon untuk memilih seorang presiden, yang, berdasarkan perjanjian tidak tertulis yang sudah berusia 80 tahun, haruslah seorang Kristen Maronit. Anggota parlemen Lebanon, yang terbagi rata antara Islam dan Kristen, memilih kepala negara.

Namun umat Kristen terbagi menjadi dua partai politik utama dan beberapa partai kecil lainnya, beberapa di antaranya bersekutu dengan Hizbullah sebagai entitas politik untuk meraih dukungan dari pemilih Syiah. Sebelum eskalasi Israel, politisi Syiah terkemuka berulang kali memblokir penyelesaian proses pemungutan suara untuk presiden Kristen, bersikeras kandidatnya harus bersimpati pada tujuan Hizbullah.

Namun, kedua ketua partai Kristen utama tersebut diketahui memiliki ambisi menjadi presiden dan gagal bekerja sama secara konsisten untuk mewakili komunitas mereka.

“Saya menyalahkan para pemimpin Kristen—mereka bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan negara kita,” kata pendeta desa pegunungan itu. “Jika Anda memberi ruang kepada orang lain, Anda tidak bisa menyalahkan mereka saat mereka mengambilnya.”

Pada tahun 2000, Hizbullah memperoleh dukungan sosial yang luas, bahkan dari banyak umat Kristen, dengan memaksa Israel mengakhiri pendudukannya selama 18 tahun di Lebanon selatan, yang awalnya dimaksudkan untuk memaksakan zona penyangga terhadap serangan militan Palestina. Sejak itu, milisi tersebut menyia-nyiakan dukungan muslim Sunni dengan terlibat dalam perang saudara di Suriah atas nama Bashar al-Assad, yang dikonfirmasi secara publik pada tahun 2013. Orang Kristen biasa bergabung dengan banyak orang dalam kekecewaan ketika Hizbullah berpihak pada para pemimpin sektarian dalam melawan revolusi rakyat tahun 2019, yang menandai dimulainya lima tahun kemerosotan ekonomi.

Dukungan milisi terhadap Hamas mendorong munculnya poster “Kami Tidak Ingin Perang” di seluruh Beirut.

Menawarkan Kasih Kristiani

“Kami marah. Tanpa konsultasi dengan pemerintah, Hizbullah menyeret Lebanon ke dalam perang,” kata Joseph Kassab, presiden Dewan Tertinggi Komunitas Injili di Suriah dan Lebanon, yang mengatakan bahwa perdamaian abadi tidak dapat dicapai melalui kekerasan. “Banyak orang Kristen merasa bahwa Israel tidak memiliki batasan dalam perang, dan milisi tersebut salah karena memprovokasi musuhnya.”

Namun, angin perubahan sedang bertiup, kata Jihad Haddad, pendeta Gereja True Vine di Zahle, sebuah kota Kristen di Lembah Bekaa, sambil mengutip pepatah Tiongkok yang dimodifikasi: Ada yang membangun tembok untuk menahan angin; kincir angin akan lebih baik dalam pelayanan. Oleh karena umat Kristen tidak memiliki suara politik dalam konflik saat ini, dia mengarahkan upayanya untuk mendukung para pengungsi.

Pusat bantuan di gereja tersebut telah mendistribusikan 2.000 paket makanan sebulan sebelum eskalasi saat ini, sebagian besar berasal dari lahan pertaniannya sendiri. Untuk merawat banyak orang yang sekarang berlindung di sekolah, gereja telah menyesuaikan paket-paket tersebut sehingga dapat menyediakan nutrisi tanpa perlu memasak. Para pengungsi juga kekurangan selimut, tetapi gereja telah mengosongkan gudangnya.

Haddad melihat kebangkitan di cakrawala, tetapi itu tidak mudah. Lebanon, katanya, terjebak di antara “palu” Israel dan “landasan” Hizbullah. Rudal telah mengenai daerah yang jaraknya satu mil dari rumahnya dan, di arah lain, satu mil dari gereja.

Persepsi tentang Gaza menimbulkan ketakutan yang menyedihkan.

“Kami sangat berhati-hati dalam menyambut keluarga yang tidak kami kenal,” kata Haddad. “Di mana pun Israel menemukan militan, mereka akan mengebom para militan itu.”

Masyarakat Zahle, katanya, dengan cermat memeriksa apakah kaum Syiah berafiliasi dengan Hizbullah. Gereja True Vine telah menyediakan tempat berlindung di apartemen gereja bagi 17 keluarga yang terhubung dengan jemaat, ketika orang-orang percaya dan lainnya mencari apa yang mereka harapkan sebagai tempat aman di lokasi orang Kristen. Namun Haddad juga khawatir gereja akan menjadi kewalahan karena menampung semua pencari perlindungan, sehingga gereja tidak dapat menyediakan layanan bagi semua orang.

Bantuan berbasis gereja lintas denominasi telah memberikan kesan yang kuat.

“Jika tidak ada orang Kristen di Lebanon, kami akan dimangsa,” ungkap Mohamed al-Hajj Hassan, seorang syekh Syiah yang dikenal karena penentangannya terhadap Hizbullah, dalam video klip wawancara televisinya yang tersebar luas. “Mereka adalah orang-orang yang melindungi kami dan membantu mereka yang berkeliaran di jalanan. Mereka adalah orang-orang yang menampung wanita dan anak-anak kita.”

Orang Kristen bisa saja berpihak pada Israel, katanya. Kaum Syiah kini harus “memeriksa ulang hati nurani mereka dan berpikir apakah mereka mungkin telah berbuat salah kepada mitra mereka di negara ini.”

Volunteers supported by Thimar prepare meals for the displaced
Thimar / Diedit oleh CT. Para sukarelawan yang didukung oleh Thimar menyiapkan makanan untuk para pengungsi

Namun, apresiasi seperti itu tidak membuat kaum Injili lebih mudah membuka pintu lembaga mereka, kata Nabil Costa, kepala Asosiasi Sekolah Injili di Lebanon. Tiga puluh lima sekolahnya melayani 20.000 siswa, campuran Kristen dan Islam. Pemerintah Lebanon telah memaksa sekolah Advent Hari Ketujuh di lingkungan Syiah di pusat kota Beirut untuk menyediakan tempat berlindung bagi para pengungsi.

Costa mengatakan kaum Injili akan bersedia membuka sekolah mereka setelah pemerintah memutuskan bahwa semua fasilitas sekolah swasta dibutuhkan untuk membantu. Ini dapat mencakup pembahasan tentang cara bekerja sama dengan kementerian pendidikan untuk menyediakan pengajaran tambahan bagi anak-anak sekolah umum yang dipaksa meninggalkan kelas mereka.

Perang telah menyebabkan 40 persen dari 1,25 juta pelajar Lebanon mengungsi.

Costa juga mengepalai Thimar, organisasi pelayanan sosial Baptis setempat yang menaungi Sekolah Baptis Beirut (BBS), yang bernegosiasi dengan pemerintah untuk mengubah kampusnya menjadi pusat distribusi bagi para pengungsi. Terletak tiga mil di utara daerah Dahiyeh yang padat penduduk di Beirut, tempat Nasrallah terbunuh, lingkungan sekolah tersebut saat ini tidak terancam oleh serangan udara Israel. Namun di tengah gema dahsyat pengeboman rutin, BBS membantu tujuh lembaga publik dan swasta terdekat yang menampung para pengungsi, menyediakan 700 makanan setiap hari. Bantuan tambahan diberikan kepada gereja-gereja di pegunungan.

“Kami tidak punya hak untuk menolak pengungsi,” kata Costa. Namun dia memperingatkan pemerintah, “Jangan mengambil keuntungan dari kasih kristiani kami.”

Buka Hati Kita

Beberapa orang, bahkan di antara para pengungsi sendiri, menawarkannya secara cuma-cuma.

Pada hari Senin, 23 September, Laya Yamout terbangun pukul 6:30 pagi karena suara serangan udara Israel. Selain seorang perawat terdaftar yang bertugas di Horizons International, dia juga menjadi relawan di Gereja Tirus, yang didirikan oleh ayahnya yang sudah meninggal 14 tahun lalu sebagai perintis gereja di kota Syiah tersebut. Dia telah membatasi pergerakan lokalnya karena serangan pesawat tak berawak secara presisi menargetkan militan Hizbullah yang mengendarai sepeda motor. Sebaiknya jangan sampai terjebak di belakang salah satunya, ujarnya, kalau-kalau mereka meleset.

Namun serangan ini terasa berbeda. Empat jam kemudian, Yamout sedang mengunjungi seorang pasien lanjut usia yang menderita demensia ketika ledakan lain terjadi di dekatnya. Dia bergegas pulang, mengemasi tasnya, dan berkendara sejauh 55 mil ke utara menuju Beirut dengan anjingnya di sisinya. Kelima puluh orang dalam jemaatnya—hampir semuanya merupakan orang percaya Yesus yang berlatar belakang Islam—akhirnya menemukan jalan ke berbagai lokasi perlindungan, sekolah, gereja, atau bersama anggota keluarga. Satu kembali ke Irak.

Yamout tinggal bersama seorang teman di lingkungan Kristen di ibu kota.

“Sejujurnya, ini lebih aman,” katanya. “Saya tidak ingin melarikan diri lagi.”

Keesokan paginya, Yamout bangkit untuk menjadi sukarelawan di sebuah klinik yang terhubung dengan gereja Kurdi yang besar di Beirut. Pada hari Rabu, dia kembali ke Tirus bersama dua orang lainnya, berharap dapat menjadi relawan di Palang Merah.

Setelah menempuh perjalanan tujuh jam untuk mencapai Beirut dua hari sebelumnya, hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk kembali ke rumah di tengah pemandangan “apokaliptik”: mobil-mobil yang ditinggalkan di pinggir jalan dan setengah lusin bangunan yang membara di sisi kanan dan kiri.

Seketika, dia berbalik. Tirus menyerupai kota hantu, tanpa air, listrik, atau sinyal telepon seluler. Jalanan hampir kosong dari semua orang kecuali militan Hizbullah, tetapi dia tidak takut dengan lingkungan sekitar.

Ayahnya dipenjara dua kali karena penginjilan, dan properti gereja berulang kali dirusak. Namun selama bertahun-tahun, kata Yamout, Gereja Tirus berhasil memperoleh rasa hormat dari komunitasnya, dan jalan di mana gerejanya berada dikenal sebagai “Jalan Gereja.”

Namun tidak aman untuk tetap tinggal. Dua orang percaya tidur di pantai karena takut apartemen mereka akan diserang. Yamout mengisi mobil van berpenumpang 15 orang untuk kembali ke ibu kota bersama keluarga-keluarga jemaat gereja yang sebelumnya tidak dapat menemukan transportasi menuju tempat aman.

Pada hari Kamis, dia kembali melayani sebuah klinik di sebuah kota Kristen 50 mil di utara Beirut yang telah menerima banyak orang mengungsi dari Lembah Bekaa. Setiap hari rata-rata dia merawat 150 orang.

“Sekaranglah saatnya untuk membuka hati kita,” kata Yamout. “Kita mungkin tidak akan pernah mendapatkan kesempatan ini lagi.”

Lebanon memiliki konten Kristen di siaran udara dan gereja-gereja di seluruh negeri, tetapi banyak desa Lebanon dari semua sekte mengisolasi diri dari komunitas lain. Kaum Syiah selatan biasa yang hanya mengenal sedikit umat Kristen, kini mendapati diri mereka berlindung di wilayah Kristen. Mereka sangat trauma, kata Yamout, tetapi mereka tersenyum lebar ketika dia memberi tahu mereka bahwa dia juga dari Tirus dan meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita mereka.

Pada setiap sekolah, Yamout bekerja sama dengan gereja lokal untuk menindaklanjuti siapa pun yang menunjukkan keterbukaan terhadap Injil. Dia menganjurkan agar berhati-hati saat memberikan keramahan karena beberapa anggota milisi mungkin akan menyelinap masuk. Namun, walaupun sebagian besar dari mereka kini tengah memerangi invasi darat Israel di perbatasan, orang-orang percaya mungkin menunjukkan kasih sayang kepada istri dan anak-anak militan. Selain mereka, ada ribuan warga Syiah Lebanon yang tidak terkait dengan Hizbullah yang bertemu dengan umat Kristen untuk pertama kalinya.

Sementara itu, di gereja desa pegunungan di mana Mustafa, Hussein, dan orang-orang “belum” Kristen lainnya berlindung, mereka dan keluarga mereka makan di sekitar meja plastik panjang yang didirikan di tempat parkir gereja. Mustafa berharap untuk kembali ke Tirus tetapi tidak ke kampung halamannya di Suriah—di sana terlalu berbahaya. Meski berada di tengah ketidakpastian mengenai tempat tinggal sementara yang tidak terbatas, dia merasa damai di Lebanon.

“Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya,” katanya. “Hanya Tuhan yang tahu, dan kami percaya pada-Nya.”

Diterjemahkan oleh Denny Pranolo.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, TwitterInstagram, atau Whatsapp.

Our Latest

Apakah Fungsi Orang Tua?

Alkitab memiliki visi yang jelas bagi orang tua sebagai penatalayan anak-anak kita. Ini bukan buku petunjuk bagi perdebatan pola asuh orang tua masa kini.

Laporan Lausanne: Sebagian Besar Misionaris Menjangkau yang Sudah Terjangkau

Laporan Keadaan Amanat Agung (The State of the Great Commission) menelaah tantangan dan peluang di tengah lanskap misi yang terus berubah.

Ketika Pelayanan Melukai Keluarga Anda

Nasihat yang berasal dari pengalaman sulit untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan Tuhan.

Saya Menemukan Penghiburan dalam Pahlawan Ilahi

Sebuah mazmur yang mencengangkan mengubah pandangan saya tentang kehadiran Allah selama masa-masa pencobaan.

Gereja Adalah Keluarga, Bukan Acara

Alkitab menyebut sesama orang Kristen sebagai “saudara laki-laki dan perempuan,” tetapi seberapa sering kita memperlakukan mereka sebagai keluarga?

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube