Tenang di Tengah Pertempuran

Dengan begitu banyak hal yang dipertaruhkan, bagaimana kita dapat mengikuti perkataan sang pemazmur?

Christianity Today February 25, 2024
Hometown Hills oleh Caroline Greb. Lukisan cat minyak pada panel. 5x7”. 2021

“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” — Mazmur 46:11

Pada suatu malam yang lembab dan gerah di musim panas tahun lalu, saya duduk di teras belakang dalam kegelapan dan memandangi sebuah kaktus dalam pot. Kaktus Epiphyllum oxypetalum, yang umumnya dikenal sebagai “Ratu Malam” adalah hadiah dari seorang teman tukang kebun yang sudah tua. Dia menjanjikan saya bahwa akan ada bunga-bunga malam yang spektakuler, meskipun hanya berumur pendek. “Dan perawatannya sangat mudah,” katanya meyakinkan. “Saya mendapatkan tujuh atau delapan bunga sekaligus dari tanaman saya yang lain.” Namun, lima tahun kemudian, saya hanya melihat satu kuntum bunga yang sudah mekar, menggantung di antara batang yang berduri seperti balon kempes. Bukan karena kurang dirawat. Saya menyiraminya secara teratur, tetapi tidak terlalu sering. Saya mengatur posisinya supaya mendapatkan sinar matahari tidak langsung. Saya memberinya pupuk, dan memangkasnya. Saya membawanya ke dalam rumah secara rutin sebelum suhu di luar turun. Batangnya tumbuh pesat ke segala arah. Namun, tunas yang diharapkan akan muncul di akhir musim panas tidak pernah ada.

Kemudian, pada musim semi lalu, saat keluarga saya terombang-ambing dalam gelombang kehilangan yang traumatis, saya menaruh tanaman itu di sudut teras depan dan beralih mengurus kebutuhan lain yang lebih mendesak. Jadi di malam akhir musim panas itu, saya sangat terkejut ketika menemukan dua kuncup bunga berwarna merah jambu, siap untuk mekar.

Perintah yang terkenal dari Mazmur 46:11, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” merupakan ungkapan yang populer. Kalimat ini muncul di stiker, pajangan papan dengan tulisan tangan, dan konten media sosial yang dibagikan. Kita menjadikannya sebagai penyemangat untuk memperlambat langkah kita dan memercayai pemeliharaan Tuhan atas kita. Namun, terjemahan Alkitab CSB memberikan pandangan yang sedikit berbeda: “Hentikan pertempuranmu, dan ketahuilah bahwa Akulah Tuhan.”

Mazmur 46 dimulai dengan menggambarkan konteks pergolakan yang dahsyat. Dengan menyatakan bahwa Allah adalah tempat perlindungan, kekuatan, dan penolong kita, pemazmur berpegang pada kebenaran ini bahkan ketika “bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut” (ay. 3). Ayat tersebut memberikan gambaran tentang kehancuran dunia dan konflik yang hebat, baik bencana alam maupun kekacauan politik.

Pada bagian ketiga dan terakhir dari mazmur ini, pemazmur menggambarkan campur tangan Allah dengan menggunakan gambaran masa perang: “TUHAN… yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!” (ay. 10). Jika dilihat dari keseluruhan mazmur ini, tampaknya ayat 11 tidak menyuruh kita untuk rehat sejenak dari hiruk pikuk kehidupan. Sebaliknya, ayat ini merupakan perintah yang berlawanan dengan intuisi untuk berhenti berjuang mati-matian demi rasa aman dan kelangsungan hidup kita.

Tahun lalu, dunia keluarga saya benar-benar terasa seperti tenggelam ke dasar laut. Segala sesuatu dalam hidup kami dijungkirbalikkan oleh kematian mendadak dua orang rekan muda dan dampak dari trauma tersebut. Setiap hari saya berjuang mati-matian untuk mencari tempat yang aman, dan untuk melindungi anak-anak saya dari kegelapan yang mengancam menarik mereka ke bawah. Saya gemetar dan mengamuk serta merasa sangat membutuhkan perlindungan. Dengan begitu banyak hal yang dipertaruhkan, bagaimana mungkin saya dapat mengikuti perintah pemazmur dan menghentikan perjuangan saya? Namun, Mazmur 46:11 menegaskan bahwa justru di tengah pertempuran itulah waktu yang tepat untuk berdiam diri. Perintah ini disertai dengan ajakan untuk merenung: “Ketahuilah, bahwa Akulah Allah!”

Tuhan tidak berjanji akan menjauhkan tragedi dan kekacauan dari hidup kita—tidak perlu benteng pertahanan jika itu yang terjadi. Sebaliknya, Dia bersumpah untuk menjadi menara kuat yang menjaga kita tetap aman di tengah pertempuran yang berapi-api dan air yang bergelora. Dengan pengetahuan tersebut, kita tidak perlu lagi untuk memukul, mengikis, dan berjuang sendirian.

Masa Prapaskah tidak menyangkali kenyataan yang menusuk hati, meremukkan tulang, dan menyesakkan dada. Masa ini meminta kita untuk menghentikan pergumulan kita—bukan karena kita menyerah, melainkan karena kita memilih untuk menjadi saksi dari janji Allah kepada anak-anak-Nya.

Pada malam musim panas yang lembab itu, saya duduk dengan tenang dan mengamati kuncup bunga kaktus yang berwarna merah merona tumbuh ke atas dan ke belakang, melengkung, lalu mekar membentang seperti sinar matahari di sekitar kelopak bunga yang lembut dan merekah. Dalam kegelapan, bunga-bunga yang mekar bersinar bagaikan bintang, menuntun saya kembali kepada Tuhan yang berfirman, “Diamlah.”

Renungkan



1. Dalam konteks apa Anda pernah mendengar Mazmur 46:11 dan perintah untuk “diam”? Bagaimana terjemahan CSB—“Hentikanlah pertempuranmu”—mengubah pemahaman Anda terhadap ayat ini?

2. Area apa dalam hidup Anda yang membuat Anda merasa sedang bertempur? Seperti apa rasanya berhenti berjuang sendiri? Janji-janji apa dari Tuhan yang dapat menyentuh Anda di dalam ketenangan Anda?

Elissa Yukiko Weichbrodt adalah seorang penulis serta profesor seni dan sejarah seni di Covenant College di Lookout Mountain, Georgia .

Diterjemahkan oleh Denny Pranolo.

Untuk diberi tahu tentang terjemahan baru dalam Bahasa Indonesia, ikuti kami melalui email, Facebook, Twitter, atau Instagram.

Our Latest

News

Wafat: Andar Ismail, Penulis Produktif yang Membuat Teologi Menjadi Sederhana

Dengan seri Selamat karyanya, pendeta Indonesia ini menulis lebih dari 1.000 cerita pendek yang menyoroti kehidupan dan ajaran Yesus.

Kematian karena Swafoto

Kita tidak akan pernah melihat kemuliaan Tuhan jika kita hanya melihat pada diri kita sendiri.

Mengapa Ada Begitu Banyak Teolog yang Marah?

Teologi seharusnya menghasilkan buah Roh, bukan perbuatan daging.

Silsilah Alkitab Memberitakan Kabar Baik

Pohon keluarga Yesus menyampaikan lebih dari sekadar pelajaran sejarah.

Kesengsaraan Perlu menjadi Bagian dalam Khotbah Kita

Matthew D. Kim percaya bahwa membahas tentang penderitaan adalah bagian dari panggilan seorang pengkhotbah.

Apple PodcastsDown ArrowDown ArrowDown Arrowarrow_left_altLeft ArrowLeft ArrowRight ArrowRight ArrowRight Arrowarrow_up_altUp ArrowUp ArrowAvailable at Amazoncaret-downCloseCloseEmailEmailExpandExpandExternalExternalFacebookfacebook-squareGiftGiftGooglegoogleGoogle KeephamburgerInstagraminstagram-squareLinkLinklinkedin-squareListenListenListenChristianity TodayCT Creative Studio Logologo_orgMegaphoneMenuMenupausePinterestPlayPlayPocketPodcastRSSRSSSaveSaveSaveSearchSearchsearchSpotifyStitcherTelegramTable of ContentsTable of Contentstwitter-squareWhatsAppXYouTubeYouTube