Baca Yesaya 42:1–4 dan Matius 12:15–21
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya. Yesaya 42:3
Yesaya dan Matius mengerti apa arti Yesus sebagai Raja Damai. Ketika Matius menjelaskan bahwa Yesus menggenapi Yesaya 42:1–4, kita melihat gambaran shalom, kata Ibrani untuk damai. Tidak seperti pemahaman umum kita yang sempit tentang kedamaian yang hanya berarti keadaan “tanpa perang,” shalom mencakup gambaran yang lebih luas tentang bagaimana Allah memperbaiki segala sesuatu yang salah di dunia ini menjadi benar. Shalom dari Allah ini adalah sebuah kedamaian yang membuat kekacauan menjadi teratur dan keadilan menggantikan ketidakadilan.
Yesaya 42 dimulai dengan memperkenalkan sang pilihan Allah, “hamba-Ku.” Ini adalah nyanyian pertama dari apa yang disebut sebagai Nyanyian Hamba Tuhan; nyanyian-nyanyian lainnya terdapat dalam 49:1–6, 50:4–9, dan 52:13–53:12. Nyanyian-nyanyian ini menceritakan kisah tentang Hamba Tuhan yang mengerjakan keselamatan sampai ke ujung bumi (dalam pasal 42, 49, 50) dan yang menyelamatkan umat Allah melalui penderitaan hamba itu sendiri (dalam 52–53).
Dalam bagian 42:1–4 ini, Hamba tersebut adalah pribadi yang Tuhan pegang dan yang diperkenan-Nya. Hamba ini membawa sukacita bagi Allah! Roh Allah ada atas Hamba ini, sehingga Ia dapat menyatakan keadilan bagi bangsa-bangsa. Ini bukanlah pesan perdamaian untuk Israel saja, melainkan bagi seluruh dunia.
Orang mungkin berharap bahwa Hamba yang dipenuhi oleh Roh ini adalah Hamba yang lantang dan bangga atas status keterpilihan-Nya di hadapan Allah, tetapi sebaliknya Ia justru dicirikan dengan kerendahan hati-Nya. Ia tidak berteriak-teriak di jalanan, melainkan Ia memedulikan orang-orang yang terluka. Ia adalah pribadi yang dapat mengenali buluh yang terkulai—seseorang yang merasa terinjak-injak—tetapi Ia tidak akan mematahkannya. Ia adalah pribadi yang meneguhkan orang yang merasa seperti lilin kecil yang pudar nyalanya, dan Ia tidak akan memadamkan cahayanya. Apakah arti membawa damai bagi mereka yang hampir tidak dapat bertahan? Pencarian Hamba tersebut akan keadilan ditandai dengan kelemahlembutan. Ia melihat mereka yang mengalami kerentanan; Ia tidak akan membiarkan mereka jatuh.
Matius 12 menjelaskan bagaimana Yesus menggenapi nubuat Yesaya. Pada awalnya, cara Yesus menggenapi nubuat ini mungkin terlihat melalui Ia meminta para murid-Nya untuk diam (ay. 16), mirip dengan hamba yang diam dalam Yesaya 42. Akan tetapi jika kita melihat keseluruhan pasal, Matius menunjukkan kepada kita sesuatu yang berbeda. Yesus, sebagai Sang Hamba, memerhatikan mereka yang membutuhkan kesembuhan. Dalam nats sebelum dan sesudah ayat 15-21, penekanannya ada pada bagaimana Yesus menyembuhkan di hari Sabat (ay. 1–14), bagaimana Yesus “menyembuhkan semua orang yang sakit” (ay. 15, BIS), dan bagaimana Ia menyembuhkan seseorang yang kerasukan setan, membuatnya dapat melihat dan berbicara (ay. 22).
Kedamaian dari Yesus menjumpai kita di bagian-bagian terlemah kita, mentransformasi ketidakadilan menjadi keadilan, menegakkan yang telah patah terkulai, dan Ia melakukan semuanya ini dengan kelembutan dari sentuhan kasih-Nya.
Beth Stovell mengajar Perjanjian Lama di Ambrose Seminary. Dia adalah rekan editor Theodicy and Hope in the Book of the Twelve dan penulis dari tafsiran yang akan terbit Minor Prophets I dan II.
Diterjemahkan oleh Ivan K. Santoso.
–