Kekejaman perang ini sangat mengejutkan. Pihak berwenang Ukraina mengatakan ada 410 warga sipil terbunuh di pinggiran kota Kyiv, yang ditemukan setelah para tentara Rusia mundur dari posisi mereka. Setidaknya dua orang ditemukan dalam keadaan tangan terikat dan beberapa ditembak di kepala.
Banyak juga mayat yang dibakar.
Seorang warga mengatakan bahwa para penjajah itu bersikap sopan dan membagikan jatah makanan mereka. Tetapi para warga yang lain menceritakan tentang apartemen yang digeledah dan ada pula satu orang warga yang diikat di tiang dan dipukuli. Para tentara bahkan menembak seorang pesepeda, yang telah turun dari sepedanya dan berbelok ke tikungan dengan berjalan kaki.
Itu bisa saja dialami oleh Ivan Rusyn.
Sebagai presiden "Ukrainian Evangelical Theological Seminary" (UETS), Rusyn telah mengoordinasikan pengiriman bantuan dari sebuah rumah persembunyian di Kyiv. Namun ketika ia mengendarai sepedanya ke Bucha-yang dikuasai tentara Rusia, untuk mengantarkan obat kepada kenalannya, ia menjadi saksi mata dari kekejaman perang tersebut.
Pihak Rusia mengatakan bahwa gambar-gambar itu adalah palsu; namun bukti satelit menunjukkan yang sebaliknya. Christianity Today mewawancarai Rusyn untuk mendengar langsung laporannya. Ia berbicara tentang dampak rohani, tentang menjadi gereja yang lebih otentik, dan bagaimana kaum Injili membantu daerah pinggiran kota yang terdampak perang, di tempat di mana ia tinggal selama delapan tahun terakhir:
Ceritakan tentang lingkungan Anda.
Jika Anda melihat Bucha di Peta Google, saya tinggal di salah satu dari lima blok apartemen di seberang Toscana Grill. Ini adalah sebuah restoran mahal, tetapi terkadang saya makan di sana. Saya berolahraga lari di taman kota terdekat hampir setiap hari, dan dengan teman-teman pada hari Sabtu. Seminari di Kyiv berjarak enam mil jauhnya, dan saya membutuhkan waktu 25 menit untuk berkendara ke sana, dengan lalu lintas yang padat.
Saya perhatikan sekarang menurut Google jarak tersebut memakan waktu satu setengah jam.
Jembatan yang ada telah hancur pada hari kedua perang. Helikopter dan tentara Rusia pertama-tama mendarat di bandara Hostomel, tiga mil dari tempat tinggal kami. Di sana terjadi pertempuran yang sengit, dan saya berlindung di basemen apartemen selama lima hari. Kemudian saya berangkat menuju seminari, mengikuti rute Peta Google itu untuk mengitari Kyiv ke timur laut. Setelah dua hari kami pun mengungsi, dan saya menemukan jalan menuju sebuah rumah persembunyian di kota.
Sekarang ketika kami membawa makanan dan perbekalan ke Bucha, Irpin, dan Hostomel, kami melihat banyak tank Rusia yang hancur. Jembatannya masih rusak, tetapi kami bisa melewatinya secara hati-hati dengan minibus. Ini jalur yang berbahaya, tetapi jika Anda berjalan lambat, maka perjalanan sekarang memakan waktu sekitar satu jam.
Kapan Anda kembali?
Empat hari lalu (3 April). Kami dikawal polisi karena kami berangkat dengan antrian panjang bus-bus yang penuh perbekalan dan untuk mengevakuasi warga. Itu adalah hari yang sama ketika Presiden (Volodymyr) Zelensky berada di Bucha.
Tetapi sebelum itu saya pernah pergi sekali, dengan sepeda.
Para tetangga saya berlindung di basemen, tidak ada cara untuk menghubungi mereka, dan jalur evakuasi sedang disiapkan. Mereka juga membutuhkan obat. Irpin masih berada di bawah kendali Ukraina pada saat itu, jadi saya pergi dulu ke pos pemeriksaan militer di sana, tetapi mereka tidak mengizinkan saya masuk ke wilayah Bucha yang dikuasai Rusia.
Maka saya pergi ke sungai dangkal terdekat, menggunakan sepeda saya dan sebatang pohon kecil untuk menyeimbangkan diri melewati air. Saya melihat mayat-mayat, baik warga sipil maupun tentara. Saya melihat orang-orang membawa anak-anak di pundak mereka dengan tangan terangkat. Saya melihat para lansia berusaha mencari jalan keluar.
Dan ketika saya melihat tentara-tentara Rusia, saya harus bersembunyi. Pada satu titik saya merasa terjebak di sebuah bangunan yang hancur dibom, khawatir bahwa saya harus bermalam di sana. Tetapi saya terus bergerak melewati jalan-jalan kecil, sebisa mungkin menghindari jalan utama.
Ketika saya tiba, sulit sekali bagi para tetangga saya untuk pergi, mereka sangat ketakutan.
Bagaimana rasanya kembali dalam keadaan damai?
Pada kali pertama, apartemen saya tidak ada listrik tetapi selain itu semua aman. Pada kali yang kedua, pintu-pintu dibobol. Saya dirampok, dan ada mantel tentara Rusia yang tertinggal. Mereka tidak hanya mencuri barang, melainkan juga menghancurkan TV dan layar komputer saya, serta peralatan-peralatan lainnya.
Tetangga saya, Nina Petrova, memberi tahu saya bahwa tentara Rusia datang ke apartemennya dan menodongkan senjata ke kepalanya, memaksa dia untuk menunjukkan kepada mereka semua barang berharganya. Semua apartemen telah dibobol. Pada beberapa apartemen, mereka bahkan menusukkan pisau ke foto-foto keluarga.
Mengetahui semua itu, saya mengalami reaksi psikologis yang menarik, yang juga dialami oleh orang-orang lain. Karena musuh—yaitu pembunuh—ada di apartemen saya, saya merasa semua barang itu bukan milik saya sendiri. Saya tidak peduli dengan barang-barang yang hilang itu; Saya punya damai di hati saya. Tetapi hal yang tersulit adalah berusaha berdamai dengan tentara Rusia yang berjalan di sekitar tempat tinggal saya.
Seperti apa rasanya ketika melihat mayat di jalan?
Hal terakhir yang Anda pikirkan adalah mengambil foto. Dan Anda tidak akan berhenti untuk memeriksa siapa itu. Tetapi saya menyadari bahwa dalam situasi yang penuh tekanan seperti itu saya bisa memobilisasi diri saya untuk bertindak. Ketika saya kembali ke markas kami, saat saya melihat foto-foto dan membaca berbagai laporan, saya tidak tahu apakah tidak apa-apa untuk mengatakan hal ini, tetapi banyak dari kami terus menangis setiap malam.
Namun ketika saya kembali ke Bucha untuk membantu, saya baik-baik saja.
Dua hari yang lalu, kami mengunjungi Hostomel, dan semuanya telah hancur. Kemudian orang-orang mulai berdatangan, satu per satu, dalam keadaan yang kotor. Seorang wanita datang kepada saya, dan saya melihat tangannya. Dia bilang mereka memasak di atas kayu bakar. Suaminya telah terbunuh, dan dia menguburkannya tepat di pintu masuk apartemennya.
Dan kemudian dia memeluk rekan saya.
Saya mendengar setidaknya 15 cerita tentang orang yang berkata kepada saya bahwa mereka telah menguburkan orang yang mereka cintai. Kemarin kami mengevakuasi dua wanita; salah satu dari mereka telah menguburkan suaminya di halaman. Wanita yang lain, yang sudah sangat tua, tinggal di apartemen tanpa jendela, sangat dingin, tidak ada air, tidak ada listrik, tidak ada apa-apa. Seorang wanita telah membawakan ia makanan setiap hari dan bertanya apakah kami bisa membantunya.
Ada ribuan orang seperti ini. Orang-orang yang lebih muda lebih banyak akal, sehingga mampu mengungsi. Tetapi orang-orang yang tua tidak punya tempat untuk pergi. Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka telah menghadapi neraka.
Apakah ada korban dari kalangan Injili?
Salah satu lulusan kami telah ditangkap, dan kami masih belum tahu di mana dia berada. Tetapi menantunya, yang ditangkap pada saat yang sama, ditemukan di pekuburan massal di Motyzhyn. Kemarin adalah pemakamannya, dengan penguburan yang layak.
Seorang dekan dari sebuah seminari juga ditemukan tewas. Ia tertembak, dan tubuhnya tergeletak di jalanan setidaknya selama beberapa hari, bersama temannya.
Mereka adalah orang-orang yang kami kenal secara pribadi.
Pada hari-hari pertama perang, Anda mengatakan bahwa ucapan “Tuhan, patahkanlah tulang-tulang musuhku” telah menjadi sama kudusnya seperti mengucapkan “Haleluya.” Tetapi sekarang Anda telah melihat sendiri kekejaman perang ini. Seperti apa perjalanan rohani Anda sejak saat itu?
Pada saat itu saya bisa mengatakannya dengan sangat jelas. Tetapi setelah melewati 43 hari, perkataan itu menjadi semakin mendalam. Saya akui, emosi kami tidak sekuat waktu itu. Kini kami lebih lambat berkata-kata dan lebih banyak diam. Mungkin para ahli akan mengatakan bahwa kami terluka secara psikologis. Kami mencoba untuk berkata bahwa kami baik-baik saja (tersenyum), tetapi kemarahan dan rasa sakit hati itu masih sangat terasa, menembus jauh ke bagian terdalam dari identitas kami.
Saya tidak tahu bagaimana mengungkapkannya, bahkan dalam bahasa Ukraina. Rasanya ini seperti dibekukan. Ini sangat merusak. Perasaan ini membuat kami terus-menerus memikirkan dan mengingat penderitaan yang telah kami saksikan. Perasaan ini terus ada, dan saya khawatir itu tidak akan segera hilang.
Saya tetap setuju dengan pernyataan tersebut. Bisikan tangisan doa saya kepada Tuhan adalah kiranya Allah campur tangan dalam situasi ini.
Bagaimana perang ini mempengaruhi hubungan dengan kalangan Injili Rusia?
Perang ini tidak diprovokasi oleh Ukraina. Saya tidak berdoa untuk orang Rusia. Yah, jarang. Selama beberapa tahun terakhir kami memiliki pola relasi tertentu dengan mereka. Kami mencoba beradaptasi. Anda tidak mengerti bahasa Ukraina? Baiklah, kami akan berbicara dalam bahasa Rusia, tidak masalah. Anda tidak suka laporan dari Donbas? Baiklah, kami akan diam.
Tetapi kenapa kami harus diam?
Sekarang kami mendengar suara-suara yang sama lagi. Situasinya tidak jelas. Foto-foto yang Anda tunjukkan kepada kami itu sangat menyakitkan. Tetapi kenapa kami harus diam? Kami merasa seakan-akan mereka sedang mencoba mengajari kami cara mengampuni, tetapi mereka tidak ingin mendengar suara kami. Hanya beberapa orang saja dari mereka yang menghubungi saya.
Saya mengerti orang-orang Kristen Rusia tidak akan pergi ke Lapangan Merah (Red Square) untuk memprotes, dan tidak ada yang mengharuskan mereka untuk melakukannya. Tetapi setidaknya mereka dapat mengirim pesan kepada kami, sekalipun yang terenkripsi: Kami tidak dapat melakukan apa pun di Rusia, tetapi kami bersama kalian. Kami pun menentang perang ini.
Apa dampaknya terhadap pendidikan seminari?
Kami akan tetap melanjutkan sebaik mungkin. Namun terkadang saya ingin berefleksi secara teologis, dan di lain waktu saya sama sekali tidak ingin berpikir secara teologis. Tetapi saya percaya bahwa kami akan menjadi lebih kuat.
Tidak, bukan lebih kuat, melainkan lebih otentik.
Tentu ada banyak hal yang ingin kami bagikan. Tetapi keotentikan kami akan terekspresikan dalam kemampuan kami untuk mendengarkan, menunjukkan simpati tanpa kata-kata. Collar kependetaan saya cukup membantu: Orang-orang melihat saya sebagai seorang pendeta, dan kami memiliki tanda palang merah di bus kami.
Untuk sementara waktu, pihak seminari akan mengurangi keaktifan dalam berbicara di hadapan publik, tetapi kami akan melayani masyarakat melalui kehadiran kami. Saya telah menerima lebih banyak pelukan dari orang-orang asing selama 43 hari terakhir ini daripada dari semua kerabat saya selama lima tahun terakhir.
Saat ini kami sedang mengembangkan pelayanan konseling di departemen psikologi kami. Trauma ada di mana-mana, dan banyak orang Kristen ingin membantu. Mereka memiliki motif yang terbaik; tetapi jika tanpa pengalaman, maka menangani orang yang terluka akan memperburuk keadaan.
Akan tetapi melalui semua ini, kekristenan saya, teologi misi saya, sedang dalam proses pembentukan ulang. Setiap minggu kami melayani Perjamuan Kudus, mengalami hadirat Tuhan dan solidaritas dengan orang-orang asing dan para tentara, di tempat terbuka. Ada ratusan bahkan ribuan gereja yang aktif melayani, dan kekristenan Injili akan semakin menjadi bagian dari masyarakat.
Terkadang kita bisa berpaling dari teologi. Pernahkah Anda bergumul dengan Tuhan?
Saya sudah lama menjadi seorang Kristen dan terlibat dalam pendidikan teologi selama bertahun-tahun. Ada saat-saat di mana saya memiliki pertanyaan terhadap Tuhan, dan tentu saja termasuk saat sekarang ini.
Sebelum perang terjadi, saya dan istri membaca buku Holocaust karya Elie Wiesel. Kami mengunjungi museum di Kyiv dan lokasi pembantaian di Babi Yar. Ini mungkin terdengar akademis, tetapi tidak. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tetapi terkadang dalam senyapnya Tuhan, saya mendengar suara-Nya. Ini merupakan pernyataan yang sangat kontradiktif. Akan tetapi dalam ketidakhadiran-Nya, saya justru merasakan kehadiran-Nya.
Dengan jujur saya bisa katakan kepada Anda, saya tidak pernah mempertanyakan apakah Tuhan itu ada atau tidak. Saya dulu pernah mengalami krisis epistemologis, ketika saya memulai perjalanan saya di bidang teologi. Namun di tengah perang ini, saya tidak pernah meragukan tentang eksistensi Tuhan.
Atau pernahkah Anda bergumul tentang apakah Ia mengasihi Anda?
Saya pikir ya. Saya belum sampai berpikir seperti itu. Mungkin saya belum sempat memikirkannya.
Kepada para mahasiswa kami, saya menjelaskan bahwa karya-karya Tuhan seringkali menjadi lebih jelas ketika Anda menengok ke belakang. Saya percaya Ukraina akan menjadi negara yang besar, dan menjadi berkat bagi banyak negara lainnya. Persatuan, solidaritas, dan kemurahan hati kami—kepada orang asing yang tidak pernah kami kenal—sangatlah luar biasa. Saya berharap kami bisa melihat logika Dia nanti, tetapi saat ini harga yang harus dibayar sangatlah mahal.
Federasi Rusia menghancurkan negara kami. Kami tidak peduli dengan segala bangunan yang hancur. Namun mereka menganggap nilai-nilai kami sebagai ancaman. Saya meminta komunitas global untuk terus mendukung Ukraina, tidak hanya dengan bantuan kemanusiaan tetapi juga dengan segala bantuan politik dan militer yang memungkinkan.
Kami sedang bertempur dengan raksasa.
Saya ingin mengatakan bahwa saya melihat tangan Tuhan bekerja. Di sini, di rumah persembunyian, saya bisa melihatnya. Tetapi ketika saya kembali ke Bucha besok, dapatkah saya mengatakannya kepada wanita tua itu? Dapatkah saya memberitahu dia bahwa Tuhan sedang bekerja dalam hidupnya? Secara teologis, saya percaya Dia sedang bekerja. Tetapi di hadapan penderitaan yang seperti itu, saya tidak memiliki kekuatan untuk mengomunikasikannya.
Diterjemahkan oleh: Joseph Lebani
–